tirto.id - “200 rupiah-nya mau disumbangkan?”
Pertanyaan penjaga kasir semacam ini sudah umum bagi siapa saja yang pernah belanja di Alfamart, karena memiliki sisa kembalian uang receh seperti pecahan Rp200. Mustolih Siradj, satu dari sekian banyak pelanggan toko ritel ini yang sering mendapat pertanyaan serupa.
Awalnya, dosen hukum perlindungan konsumen di Universitas Islam Negeri Jakarta ini mengamini saja tawaran setiap penjaga kasir. Mustolih dan pelanggan Alfamart lainnya pastinya tak ingat persis berapa rupiah yang telah mereka sumbangkan dalam tawaran donasi sosial melalui PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk—pengelola jejaring Alfamart.
Sampai suatu hari, Mustolih merasa tidak ada transparansi dalam program donasi sosial itu. Dia tak tahu dana donasi itu disumbangkan kepada siapa, lewat program apa, dan seperti apa hasil auditnya. Mustolih lalu mengumpulkan sekitar 12 lembar bukti pembayaran belanja.
Struk itu dia lampirkan bersama sepucuk surat, lalu dikirimkan kepada Direktur Utama Alfamart. Dalam surat itu, dia menempatkan diri sebagai konsumen dan donatur. Dia meminta Alfamart menjelaskan perincian alokasi dana sumbangan para konsumen seperti dirinya.
Surat itu dibalas, tetapi isinya hanya dua paragraf. Intinya, Alfamart menyatakan tidak bisa memenuhi permintaan Mustolih. Tak terima dengan jawaban singkat itu, Mustolih melayangkan surat keduanya kepada Alfamart. Dia menyampaikan keberatan. Surat kedua itu tak pernah dibalas oleh Alfamart.
Mustolih semakin curiga dengan apa yang terjadi. Pada 2 Maret 2016, persoalan ini dibawanya ke Komisi Informasi Pusat (KIP) sebagai sengketa informasi. Dia mengajukan permohonan ke KIP agar Alfamart membuka data alokasi dana dari setiap donasi konsumen.
Sidang perdana di KIP digelar pada Oktober 2016. Kedua pihak dipanggil, dipertemukan, dan saling berargumentasi. Baik Mustolih maupun pihak Alfamart juga menyampaikan bukti-bukti dalam persidangan.
KIP merupakan lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik dan peraturan pelaksanaannya. Lembaga ini juga bertugas menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan ajudikasi nonlitigasi.
Dari proses persidangan itu, pada 16 Desember 2016, KIP membacakan putusannya. Lembaga ini memutuskan memerintahkan agar Alfamart memberikan data-data yang diminta Mustolih. Alih-alih menjalankan putusan tersebut, Alfamart menggugat KIP dan Mustolih.
Putusan dari KIP bukanlah putusan inkracht layaknya lembaga peradilan. Pihak yang menerima putusan KIP masih bisa mengajukan keberatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau Pengadilan Negeri.
Pada 10 Januari 2017, pihak Alfamart melalui kuasa hukumnya Yusril Ihza Mahendra melayangkan gugatan atas putusan KIP ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam berkas gugatan yang diperoleh Tirto, KIP tercatat sebagai tergugat I dan Mustolih sebagai tergugat II.
Di dalam petitum gugatannya, Alfamart meminta majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang membatalkan putusan KIP. Alfamart juga meminta Mustolih membayar biaya perkara.
“Ini adalah tragedi bagi saya,” kata Mustolih. Dia tak habis pikir, mengapa Alfamart malah melayangkan gugatan. Menurutnya, putusan KIP itu sederhana sekali. Alfamart tak harus membayar denda apa-apa, ia hanya diminta menyampaikan data tentang kemana donasi disalurkan.
“Alfamart ini kalah sama panitia 17 Agustus-an, panitia 17-an itu kan kalau minta sumbangan, selesai acara, mereka laporkan uang kita dipakai buat apa aja,” ungkap Mustolih.
Ada 11 item data yang diminta Mustolih untuk dibuka dan dikabulkan oleh KIP. Kesebelas item itu adalah surat keputusan tim yang bertanggung jawab terhadap kegiatan pengumpulan donasi, proposal izin pengajuan penyelenggaraan kegiatan pengumpulan donasi, standar operasional prosedur pelaksanaan kegiatan, legalitas izin pengumpulan sumbangan donasi, anggaran dasar, laporan keuangan pengumpulan donasi, jumlah dan nama-nama penerima manfaat, MoU dan kontrak kerja sama antara Alfamart dengan yayasan, laporan keuangan penyaluran donasi, dan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan pengumpulan donasi.
Alasan utama Alfamart mengajukan gugatan ke pengadilan adalah tentang status badan publik yang disebutkan KIP dalam putusannya. “Alfamart ini memang perusahaan publik, karena sahamnya tercatat di Bursa Efek Indonesia, tetapi ia bukan badan publik, jadi gugatan Mustolih itu sendiri sudah salah alamat,” ujar Adria Indra Cahyadi, salah satu kuasa hukum Alfamart dari kantor hukum Ihza & Ihza.
Pernyataan serupa juga disampaikan Alfamart dalam persidangan di KIP. Namun, KIP menilai ada informasi publik yang harus disampaikan Alfamart terkait dengan aktivitasnya menghimpun dana masyarakat dalam bentuk sumbangan. Hal itu sesuai dengan penjelasan Pasal 16 UU tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Dalam pertimbangan hukumnya, Majelis Komisioner yang dipimpin Dyah Aryani P. menyatakan bahwa bentuk badan usaha Alfamart memang privat. Namun, terungkap fakta bahwa Alfamart melakukan kegiatan lain yang berbeda dari kegiatan usaha. Kegiatan itu adalah pengumpulan sumbangan yang bersumber dari dana masyarakat.
Sasaran utama Alfamart dalam gugatan ini adalah pembatalan putusan KIP. Adria mengatakan, dimasukkannya nama Mustolih hanya agar gugatan tersebut tidak dinyatakan kurang pihak. “Putusan KIP kan tidak ada kalau tidak ada permohonan dari Mustolih, makanya kami tetap harus memasukkan namanya. Tetapi kami tidak meminta ganti rugi apapun,” jelasnya.
Perkara ini masih baru masuk pengadilan, sidang perdana akan dimulai dua pekan lagi. Mustolih mengaku tak gentar dan akan menghadapi gugatan ini. “Beberapa kawan dari Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia) siap membantu dan mereka tak meminta bayaran,” ungkap Mustolih.
===========================================
Laporan ini ditanggapi oleh pihak Alfamart dengan hak jawab:
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Suhendra