Menuju konten utama

Polemik Surat Edaran Kemendagri tentang Pemda Bantu Warga Lombok

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengkritik surat edaran Kemendagri sebagai cermin pemerintah pusat telah kehabisan biaya untuk membatu warga Lombok.

Polemik Surat Edaran Kemendagri tentang Pemda Bantu Warga Lombok
Sejumlah warga beristirahat dekat rumahnya yang roboh pascagempa di Dusun Labuan Pandan, Desa Padak Guar, Kecamatan Sambelia, Lombok Timur, NTB, Senin (20/8/2018). ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi

tirto.id - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menerbitkan dua surat yang isinya meminta seluruh pemerintah daerah membantu penanganan dampak gempa bumi di Nusa Tenggara Barat (NTB). Surat itu keluar sebagai respons atas permohonan bantuan yang disampaikan Gubernur NTB Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi ke seluruh kepala daerah tingkat provinsi pada 6 Agustus lalu.

Sekretaris Jenderal Kemendagri Hadi Prabowo mengatakan sejak TGB meminta bantuan ke seluruh provinsi pada awal Agustus banyak daerah bertanya ihwal teknis pencairan anggaran untuk diberikan ke NTB. Dalam konteks itulah Kemendagri akhirnya menerbitkan dua surat edaran untuk memperjelas dasar hukum pemberian bantuan dari daerah.

Kedua surat itu telah ditandatangani Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Senin (20/8/2018), dan ditujukan masing-masing kepada gubernur dan bupati atau wali kota seluruh Indonesia. Melalui dua surat itu, Tjahjo minta setiap daerah membantu korban gempa Lombok dengan menyisihkan dana APBD dari pos Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) tahun sebelumnya, atau menggeser pengeluaran di pos belanja tidak terduga pada APBD tahun berjalan.

"Surat Edaran itu tidak bersifat wajib. Biasanya kita [pemerintah daerah] baca peraturan perundangan tidak mau, konsultasi ke Dirjen Keuangan Daerah. Daripada Dirjen tiap hari layani [konsultasi pemda] diberilah edaran," ujar Hadi di Kantor Kemendagri, Jakarta, Selasa (21/8/2018).

Dasar hukum penggunaan anggaran di APBD untuk penanganan bencana mengacu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Selain itu, ada juga Permendagri 21/2011 dan Permendagri 134/2017 yang mengatur teknis penggunaan anggaran untuk penanganan bencana.

Kemendagri memastikan, tak semua daerah wajib menyalurkan bantuan untuk NTB pasca bencana gempa bumi di sana. Bantuan bisa diberikan oleh daerah yang keuangannya sehat. Sehingga, kata Hadi, penyaluran bantuan keuangan antar-daerah untuk menangani bencana bukan hal aneh dan tidak menyalahi aturan apapun. Penerbitan surat edaran oleh Kemendagri juga disebutnya tak melanggar UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Hingga kini, ada lebih dari 17 provinsi yang sudah memulai pembahasan penyaluran bantuan untuk NTB. Pemberian dana bisa dilakukan langsung pemda terkait ke rekening kas umum Pemprov NTB. Hadi menjamin daerah-daerah yang hendak membantu NTB memiliki APBD sehat.

"Ya sehat. Itu [penyaluran bantuan] kan biasanya pembebanan pada tahun anggaran [daerah pemberi bantuan]. Itu [bantuan] langsung masuk ke kas daerah, masuk ke bantuan keuangan, disetujui oleh lembaga legislatif, kemudian tentunya pemerintah berkoordinasi dengan daerah yang bersangkutan, kemudian nanti [bantuan] masuk rekening kas daerah," ujar Hadi.

Dikritik

Pemberian bantuan kepada NTB oleh daerah-daerah di Indonesia mendapat sorotan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah. Dalam akun Twitter pribadinya, Fahri menilai surat yang dikeluarkan Kemendagri sebagai bentuk lepas tangan pemerintah pusat membantu warga NTB yang jadi korban gempa sejak awal Agustus.

Ia tak yakin surat edaran yang dikeluarkan Kemendagri belum tentu disambut baik pemda seluruh Indonesia. Alasannya, kondisi keuangan setiap pemda tidak merata.

"Langkah Mendagri ini mengisyaratkan bahwa keuangan pusat sudah cukup tertekan. Sehingga lagi-lagi harus 'meminta ke daerah'. Padahal anggaran daerah tidak leluasa karena alokasinya yang relatif kaku, baik DAU, DAK atau Dana Bagi Hasil. Inikah alasan sebenarnya?" ujar Fahri dalam akun Twitter-nya.

Hadi membantah Fahri. Menurutnya, pemerintah pusat tidak lepas tangan. Ia mengatakan surat edaran dari Kemendagri tidak berhubungan dengan kondisi keuangan negara. “Kalau lepas tangan, ngapain Pak Presiden datang, tidur, salat di sana? [...] Masalah keuangan pusat itu ada di Kementrian Keuangan. Yang dilakukan Kemendagri tidak ada kaitannya dengan keuangan negara," ujar Hadi.

Ia memastikan bahwa Kemendagri hanya ingin membangun koordinasi antar-daerah.

Peneliti anggaran dari Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam menganggap surat edaran Kemendagri untuk daerah-daerah di Indonesia itu sebagai hal yang wajar. Menurutnya, persoalan bencana memang menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat dan daerah.

Akan tetapi, Roy meminta ada kejelasan ihwal siapa pengelola dana bantuan yang diberikan pemerintah pusat atau daerah ke NTB. Menurutnya, pengelolaan bantuan harus diperjelas agar langkah yang diambil dapat efektif untuk warga terdampak musibah gempa di NTB.

"Catatan pentingnya, bagaimana anggarannya dikelola cepat dan tepat sasaran oleh pemda bersama pemerintah pusat [...] Dengan mengalirnya bantuan dari daerah lain, itu siapa yang mengelola? Apakah BNPB, pemerintah provinsi, atau bersama? Siapa leading sector-nya sehingga dana benar-benar digunakan efektif," ujar Roy.

IBC juga memandang pemerintah pusat harus turut berperan tidak hanya dengan mengkoordinasikan bantuan dari daerah, namun juga menyalurkan bantuan menggunakan pos anggaran Belanja Tak Terduga di APBN.

Roy menyebut, saat ini ada Rp4 triliun anggaran Belanja Tak Terduga di APBN 2018. Dari jumlah itu, pemerintah pusat bisa menyisihkan anggaran untuk membantu penanganan dampak bencana gempa di NTB.

"Jadi pusat tak hanya tampung anggaran dari daerah tapi juga memanfaatkan dana tak terduga sebesar Rp4 triliun," ujarnya.

Baca juga artikel terkait GEMPA NTB atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Politik
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Jay Akbar