tirto.id - Irwasda Polda DIY, Kombes Pol Budi Yuwono mengklaim tidak menemukan bukti tindakan kekerasan aparat terhadap warga saat pengosongan lahan Bandara Kulon Progo atau New Yogyakarta International Airport (NYIA).
Dia menyatakan hal itu usai menerima laporan hasil investigasi Ombudsman RI Wilayah DIY soal maladministrasi dalam pengosongan lahan Bandara Kulon Progo pada hari ini.
"Memang ada laporan, saat pengosongan lahan bandara (NYIA), terjadi friksi antara petugas keamanan dengan masyarakat, tapi lihat kenyataan di lapangan, tadi ada temuan dari Ombudsman, hal itu tidak bisa dibuktikan karena hanya laporan sepihak," kata Budi di Yogyakarta, pada Rabu (17/1/2018).
Menurut Budi, pernyataannya itu berdasar hasil proses investigasi Polda DIY selama ini. "Temuan Ombudsman sama dengan saya selaku Inspektorat di Polda, tidak ditemukan hal tersebut. Bahkan (Polda) mendengar dari beberapa warga, bahwasannya korban itu ada benturan dengan salah satu kamera temannya, jadi bukan karena tindakan kekerasan kepolisian," kata Budi.
Pernyataan Budi Yuwono di kalimat terakhir merujuk pada kasus yang dialami salah satu warga Desa Palihan, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo, Hermanto. Ia mengalami luka di bagian kepala saat berupaya mengadang ekskavator yang hendak merobohkan bangunan miliknya ketika pengosongan lahan Bandara NYIA berlangsung awal Desember 2017 lalu.
Klaim Budi soal penyebab warga itu terluka serupa dengan pernyataan Kapolres Kulon Progo Irfan Rifai tak lama setelah kejadian, tapi berkebalikan dari pengakuan Hermanto.
Meski demikian, Budi mengatakan tetap menindaklanjuti investigasinya. Hingga saat ini, pihaknya telah meminta keterangan dari warga dan juga melihat fakta di lapangan.
- Aktivis Penolak Bandara Kulon Progo Lapor Insiden Ricuh ke Polda
- ORI DIY: Pengosongan Lahan Bandara Kulon Progo Itu Maladministrasi
- AP I Diminta Tunda Pengosongan Lahan Bandara Kulon Progo
- Empat Aktivis Penolak Bandara Kulon Progo Diperiksa Polisi
- Aksi Gebuk Aparat saat Pengosongan Paksa Lahan Bandara Kulon Progo
Namun, Ketua ORI DIY, Budi Masturi menyampaikan bahwa Polda DIY tetap perlu mengevaluasi Kapolsek Temon. ORI menilai tindakannya di lapangan saat pengosongan lahan bandara tidak patut.
"Kami menemukan sikap dan tindakan Kapolsek di lapangan itu sangat aktif, bahkan sampai memberikan kesan kalau Angkasa Pura-nya itu ya Kapolseknya. Meskipun tidak ada aturan yang melarang, tapi itu sepatutnya tidak dilakukan," kata Masturi.
Menurut dia, tugas aparat kepolisian dalam proses pengosongan lahan adalah mengamankan proses pengosongan lahan dan pembongkaran bangunan, dan bukan turut serta melakukannya.
ORI juga meminta Polda DIY tetap menindaklanjuti laporan kekerasan yang dialami warga saat pengosongan lahan bandara, meski belum ditemukan bukti kuat atas laporan tersebut.
"Ada satu warga yang mengaku dipukuli, hanya kami tidak menemukan kesaksian dan bukti lain yang memperkuat (laporan warga). Dalam konteks pembuktian hukum, satu saksi bukan saksi. Bagi kami belum dapat disimpulkan telah terjadi maladministrasi dalam bentuk kekerasan," ujar Masturi.
ORI DIY telah menyarankan PT Angkasa Pura I (AP I) untuk menghentikan sementara proses pengosongan lahan untuk pembangunan Bandara Kulon Progo. Pasalnya, berdasarkan hasil investigasi Ombudsman, ada maladministrasi dalam proses tersebut.
"Proses pengajuan permohonan penetapan [ganti rugi lahan dengan konsinyasi] tidak sesuai dengan Pasal 41 dan 42 UU Nomor 2 Tahun 2012 dan Perma Nomor 3 Tahun 2013," kata Masturi.
ORI juga menilai PT PLN telah melakukan perbuatan tidak patut, yaitu memutuskan aliran listrik di rumah-rumah milik warga, yang masih menolak menyerahkan lahannya untuk Bandara Kulon Progo. Menurut Budi, tindakan itu tidak patut karena dilakukan tanpa pemberitahuan.
ORI DIY memberi waktu 30 hari bagi pihak-pihak terlapor, yaitu Kepolisian, AP I, dan PT PLN untuk melaksanakan saran-saran yang diberikan Ombudsman. Jika tidak, ORI DIY akan meningkatkan laporan ini ke ORI pusat agar dirumuskan menjadi rekomendasi.
"Kalau sudah jadi rekomendasi, wajib dilaksanakan, karena ada konsekuensi hukumnya," kata Masturi.
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Addi M Idhom