tirto.id - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi PKS, Mulyanto, menilai, kebijakan bagi-bagi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) batu bara kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan adalah bukti pemerintah sembarangan dalam mengurus sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM).
Selain itu, pemerintah dinilai tidak taat aturan dan seenaknya dalam menafsirkan Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan dan Batu Bara.
Dia menjelaskan dalam UU Minerba, pada Pasal 75 ayat 2 dan 3 disebutkan pemberian IUPK diprioritaskan untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Selain itu, pada Pasal 74 ayat 1, disebutkan pula bahwa pemberian IUPK harus terlebih dulu melihat kepentingan daerah.
"Coba itu Pak Bahlil (Menteri Investasi/Kepala BKPM) bagi-bagi IUPK untuk ormas. Padahal, kalau kita baca seksama UU Minerba, izin pertambangan itu diajukan badan usaha paling tidak koperasi," kata Mulyanto dalam keterangan tertulis kepada Tirto, Kamis (6/6/2024).
Sementara itu, aturan pemberian IUPK kepada ormas keagamaan tercantum dalam Pasal 83A Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara. Pada pasal itu, Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) secara prioritas akan ditawarkan kepada badan usaha ormas keagamaan.
"Pemerintah akal-akalan mengatur norma bahwa badan usaha yang sahamnya dimiliki ormas secara mayoritas. Itu kan norma baru yang tidak ada dalam UU," kata Mulyanto.
Soal IUPK, dia menilai pemerintah seharusnya membuat aturan pelaksanaan berdasar beleid yang masih berlaku, yakni UU Minerba. Apalagi, Undang-Undang itu telah mengamanatkan kepada negara agar penawaran IUPK terhadap wilayah pertambangan yang telah dikembalikan kepada Negara diprioritaskan untuk BUMN/BUMD, bukan untuk badan usaha swasta, apalagi ormas.
"Yang luar biasa lagi Ormas akan diprioritaskan untuk mendapatkan IUPK. Padahal Kalau kita baca undang-undang, yang namanya prioritas tegas-tegas itu diberikan kepada BUMN/BUMD. Selain lembaga-lembaga tersebut IUPK diberikan melalui proses lelang," sambung Mulyanto.
Alih-alih mengurus soal pembagian WIUPK untuk ormas keagamaan, pemerintah seharusnya fokus menyelesaikan permasalahan yang masih ada di sektor ESDM. Salah satunya adalah soal lifting minyak yang kian hari semakin jauh dari rencana jangka panjang (long term plan/LTP) 2030, yaitu 1 juta barel per hari. Pada saat yang sama, sektor migas pun kini semakin tidak terurus dengan baik, seiring dengan masifnya penggunaan energi terbarukan sehingga investasi yang terus merosot.
"Pemerintah terkesan tidak mendukung sektor ini atau setengah hati. Sementara kondisi makro industri migas tidak kondusif, karena masifnya gerakan EBT, investasi yang anjlok, natural declining, pengusaha asing yang sebagian hengkang, juga kelembagaan SKK Migas yang kontet," pungkas Mulyanto.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Intan Umbari Prihatin