Menuju konten utama

Pilgub Jatim: Puti Sebagai Pertaruhan Nama Besar Trah Sukarno

Hingga saat ini hanya Megawati dan Puti trah Sukarno dari garis istri Fatmawati yang maju dalam kontestasi politik eksekutif.

Pilgub Jatim: Puti Sebagai Pertaruhan Nama Besar Trah Sukarno
Puti Guntur Soekarno ketika mendaftar penjaringan Pilkada Gubernur/Wagub Jawa Barat di PDI Perjuangan Jawa Barat. FOTO/Istimewa

tirto.id - Puti Sukarnoputri menjadi sorotan setelah menerima mandat dari Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Sukarnoputri sebagai calon wakil gubernur Jawa Timur mendampingi Syaifullah Yusuf atau Gus Ipul. Pemilik nama lengkap Puti Pramathana Puspa Seruni Paundrianagari Guntur Sukarno Putri merupakan satu dari beberapa trah Sukarno yang terjun ke arena politik praktis. Ia tercatat sebagai anggota DPR RI dua periode (2009-2014 dan 2014-2019) dari PDI Perjuangan.

Garis hubungan Puti dengan Sukarno diperoleh dari sang ayah Guntur Sukarnoputra yang merupakan anak sulung Sukarno. Puti dengan demikian merupakan cucu langsung Sukarno dan keponakan dari Megawati, adik Guntur.

Hubungan genealogis tersebut membuat Puti tidak saja diidentifikasi sebagai kader PDI Perjuangan, tapi juga penerus trah Sukarno di kancah politik. Sehingga, majunya Puti di Pilkada Jawa Timur tidak saja menjadi pertaruhan bagi partainya tapi juga bagi keberlangsungan trah Sukarno di kancah politik.

Baca juga: Alasan PDIP Pilih Puti Guntur Soekarno Jadi Cawagub di Pilgub Jatim

Sebelum Puti mendapatkan tiket bertarung dalam Pilgub Jatim, hanya Megawati seorang dari sekian keturunan Sukarno yang terjun dalam politik yang pernah berkompetisi dalam perebutan kursi eksekutif. Megawati tiga kali terlibat dalam pertarungan memperebutkan kursi di pemerintahan yaitu dalam pemilihan Presiden 1999 (kala itu masih dipilih DPR) dan Pilpres 2004 dan 2009.

Sedangkan keturunan Sukarno yang lain tidak pernah melakukan hal serupa walau pun banyak di antara mereka yang terjun dalam politik. Trah Sukarno yang lain paling banter hanya "nyemplung" dalam pertarungan elektoral memperebutkan kursi legislatif dan bukan eksekutif.

“Majunya Puti bukan cuma pertaruhan PDIP tapi juga trah Sukarno,” kata peneliti senior Indonesian Public Institute Karyono Wibowo kepada Tirto, Rabu (10/1).

Alam politik Indonesia, menurut Karyono, masih menganut paternalisme. Dalam konteks Sukarno, ia masih dianggap sebagai patron politik yang ideal oleh sebagian masyarakat. Sehingga identifikasi nama Puti dengan Sukarno yang merupakan kakeknya menjadi semacam keniscayaan.

Karyono mengatakan identifikasi nama Sukarno dengan Puti dapat memberi efek ganda yang bersifat positif dan negatif. Di satu sisi, trah Sukarno yang mengalir di darah Puti bisa menjadi magnet politik untuk meraih dukungan publik di Jawa Timur.

Tak bisa dipungkuri Jawa Timur memiliki kedekatan historis maupun politis dengan Sukarno. Surabaya sebagai ibu kota Jawa Timur menjadi tempat kelahiran sekaligus penggembelengan Sukarno selaku politikus muda. Sementara Blitar, tidak saja menjadi kota Sukarno menghabiskan masa kecil tapi juga menjadi tempat perisitirahatan terakhirnya.

Berangkat dari pandangan semacam itu, Karyono menilai kombinasi pasangan Gus Ipul dan Puti merupakan kombinasi tepat yang merepresentasikan kalangan nahdhliyin dan nasionalis. “Karena dua kekuatan besar bersatu dari pendiri bangsa. Satunya cicit KH Bisri Syansury pendiri NU, satunya lagi (Puti) cucu proklamator," katanya.

"Ini akan cukup signifikan untuk mendulang suara.”

Pertaruhan Trah Sukarno

Di sisi lain Karyono melihat Puti merupakan salah satu kader PDI Perjuangan yang dipupuk untuk regenerasi politik trah Sukarno di masa mendatang. Tapi situasi politik yang mendesak pascamundurnya Azwar Anas sebagai calon wakil gubernur membuat nama Puti dimajukan PDI Perjuangan.

Dalam situasi semacam itu kekalahan Puti di Pilkada Jawa Timur bisa saja berefek negatif bagi nama besar trah Sukarno. Sebab, selain Megawati Sukarnoputri, hanya Puti trah Sukarno dari garis istri Fatmawati yang maju dalam kontestasi politik elektoral di level eksekutif.

Sementara anak dan cucu Sukarno lainnya, misalnya Puan Maharani (anak Megawati) dan Didik Mahardika (anak Rachmawati) hanya pernah berkontestasi di ajang politik legislatif. Puan Maharani pernah menjabat sebagai Ketua Fraksi PDIP (2012-2014). Sementara Didik yang merupakan kader Nasdem menjadi anggota DPR RI dari Dapil Jawa Timur 6.

“Kalau kemudian Puti kalah di Jawa Timur ini yang bisa mencoreng nama baik Sukarno. Akan berdampak pada nama baik keluarga besar sukarno. Oleh karena itu mereka harus bekerja keras memenangi pilkada Jawa Timur ” katanya.

“Jangan sampai kemudian sosok puti yang merupakan trah Sukarno layu sebelum berkembang,” ujarnya.

Peluang generasi ketiga Sukarno untuk maju dalam Pilpres 2019 masih terbuka, walau tidak terlalu ramai dibicarakan. Generasi ketiga trah Sukarno yang berada di posisi tertinggi dalam dunia politik Indonesia adalah Puan Maharani. Ia kini menjadi Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan pada Kabinet Kerja yang dipimpin Presiden Jokowi.

Akan tetapi, Puan bisa dibilang tidak terlalu menonjol dalam kabinet. Puan terhitung tidak berhasil memanfaatkan posisi sebagai Menko untuk mendongkrak popularitas dan ekspos media. Kinerjanya pun banyak dipertanyakan: hampir tidak ada gebrakan besar yang dilakukan Puan selama tiga tahun terakhir. Barangkali yang menonjol cuma kampanye "Revolusi Mental" di pelbagai media massa.

Intensitas kemunculan nama Puan di media massa, seperti yang diungkap monitoring.id, hanya berada di angka 4.439. Jauh berada di bawah Sri Mulyani (18.760) dan Tito Karnavian (13.905). Di angka itu, Puan bersaing ketat dengan Susi Pudjiastuti yang memperoleh 4.939.

Baca juga: Tabu Kinerja Menteri Puan Maharani

Sedangkan abang Puan dari lain ayah, Prananda Prabowo, bukan tipe politikus yang gemar berada di bawah lampu sorot. Ia tentu punya pengaruh yang tidak bisa diremehkan di tubuh PDIP, namun popularitasnya memang tidak menonjol karena langgam berpolitiknya itu tadi.

“Ada semacam pembagian tugas: Mbak Puan disuruh masuk pemerintahan, Mas Prananda mengurusi ideologi partai,” seloroh Hasto Kristiyanto, Sekjen PDIP.

Infografik Gus Ipul

Penetapan Puti sebagai calon wakil gubernur mendampingi Gus Ipul tertuang dalam Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan DPP PDIP serta ditandatangani Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dan Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto. Surat itu baru dikeluarkan pada Rabu (10/1/2018).

PDIP sebelumnya mengusung Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas sebagai bakal cawagub di Pilkada Jawa Timur. Namun, Anas mengundurkan diri dan mengembalikan mandat ke DPP PDIP setelah sejumlah foto-foto lamanya dengan konten asusila tersebar di dunia maya.

Setelah Anas mundur, ada tiga nama yang masuk ke dalam bursa pendamping Gus Ipul, yakni Wakil Sekjen PDIP Ahmad Basarah, Bupati Ngawi Kanang Budi Sulistyono, dan Sekretaris DPD PDIP Jatim Sri Untari Wisowarno. Namun nama Puti yang akhirnya dipilih Megawati.

Ketua Desk Pilkada PKB Daniel Johan menyambut baik diajukannya Puti Guntur Soekarno oleh PDI Perjuangan sebagai bakal calon Wakil Gubernur Jawa Timur untuk mendampingi Saifullah Yusuf (Gus Ipul).

"Selamat kepada Gus Ipul akhirnya mendapat pendamping yang tepat, cantik, muda, berwibawa dan mewakili trah Sukarno," kata Daniel.

Dia mengatakan keduanya merupakan pasangan yang pas karena Gus Ipul merupakan cicit pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Hasyim Asyari dan Puti adalah cucu pendiri Republik Indonesia Soekarno. Puti Guntur, yang kini masih menjadi anggota DPR RI FPDIP Komisi X itu bukan satu-satunya trah Sukarno yang terjun ke politik.

Daniel meyakini Puti bisa memperkuat elektabilitas pasangan yang diusung PDI Perjuangan, PKB dan PKS di Pilkada Jawa Timur 2018.

"Kami mendukung sepenuh hati dan yakin menang. Pasangan ini akan segera dideklarasikan," ujarnya.

Baca juga artikel terkait PILGUB JATIM 2018 atau tulisan lainnya dari Jay Akbar

tirto.id - Politik
Reporter: Jay Akbar
Penulis: Jay Akbar
Editor: Jay Akbar