tirto.id - Tiga fraksi penolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas), Gerindra, PAN dan PKS berbeda sikap dalam menghadapi Rapat Paripurna (Rapur) hari ini (24/10/2017).
Jadwal Rapat Paripurna hari ini menentukan apakah perppu kontroversial ini akan disahkan menjadi Undang-undang atau tidak, setelah Senin (23/10) kemarin terselenggara rapat kerja di Komisi II dengan bahasan yang sama.
Gerindra ingin mengedepankan musyawarah mufakat untuk mempertahankan posisinya, sementara PKS siap walkout bila kalah voting, dan PAN situasional.
Ketua Fraksi Gerindra, Ahmad Muzani, mengatakan bahwa strategi mengedepankan musyawarah mufakat dipilih karena itu bisa mengubah pendirian fraksi pendukung. "Gerindra menghindari voting karena teman-teman fraksi yang lain harus kami yakinkan dengan pikiran-pikiran yang kami rasa benar," kata Muzani di DPR.
Menurut Muzani, alih-alih membatasi ruang gerak ormas radikal yang tidak sesuai dengan Pancasila, Perppu Ormas justru berpeluang menyalahi prinsip demokrasi. Dalam perppu itu, misalnya, pemerintah dapat mencabut status badan hukum ormas tanpa proses pengadilan, hal yang harus dilewati kalau menggunakan aturan lama. Gagasan ini yang coba mereka utarakan nanti.
Kalau musyawarah buntu, Gerindra tetap siap melakukan voting bila memang dinamika forum mengarah ke sana. Dalam hal ini, kata Muzani, bukan berarti mereka pasrah, tapi lebih kepada mematuhi prosedur pengambilan keputusan yang ada.
Berbeda dengan Muzani, Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini mengatakan partainya sudah siap untuk walkout bila forum memutuskan untuk voting. Menurutnya, walkout adalah simbol bahwa mereka benar-benar konsisten. Menurut Muzani, alih-alih mengesahkan Perppu Ormas, yang sebaiknya dilakukan adalah melakukan revisi terhadap aturan serupa yang sudah ada, UU 17/2013 tentang Ormas.
"Tidak ada kegentingan yang memaksa lahirnya Perppu. Tidak ada kekosongan hukum yang mengatur konten Perppu ini karena [sudah] ada UU Ormas," kata Jazuli.
Baca juga:
- Perppu Ormas: PAN, Gerindra dan PKS Menyatakan Menolak
- Perppu Ormas Kian Mendiskriminasi Minoritas Agama dan Papua
- "Perppu Ormas Tak Sejalan dengan Negara Hukum"
Melalui amandemen, kata Jazuli, pasal-pasal yang dirasa tidak sesuai dengan keinginan pemerintah dalam mengendalikan Ormas radikal bisa disesuaikan. Contohnya lagi-lagi soal mekanisme pembubaran.
"Kalau dirasa terlalu panjang [proses] pembubarannya, PKS usulkan revisi UU Ormas dengan poin memperpendek caranya, prosedurnya," kata Jazuli.
Kemudian, fraksi penolak Perppu lain, PAN, masih belum menentukan apa yang akan mereka lakukan di Rapat Paripurna. Sekretaris Fraksi PAN, Yandri Sutanto, mengatakan partainya masih menunggu dinamika forum untuk menentukan apakah akan walkout mengikuti PKS atau tidak bila terjadi voting.
"Kita lihat saja dinamika nanti," kata Yandri.
Menurut Yandri, perbedaan sikap mereka dengan pemerintah selalu dilandasi alasan yang rasional, meski faktanya PAN adalah partai pendukung. Mengenai keberadaan PAN di koalisi yang sudah beberapa kali tidak sejalan dengan partai koalisi lain, Yandri memasrahkan nasib partainya pada presiden.
"Posisi kami di pemerintahan silakan Jokowi yang menentukan," katanya.
Dari hasil keputusan tingkat 1 di Komisi II kemarin, (23/10), tujuh fraksi di DPR menerima Perppu Ormas, sedangkan tiga fraksi (PAN, Gerindra, PKS) menolak Perppu Ormas. Tujuh fraksi yang menyatakan setuju menerima Perppu menjadi UU adalah Golkar, PDI-P, PKB, Nasdem, dan Hanura. Dua lainnya yakni PPP dan Demokrat bersedia menerima Perppu dengan syarat revisi sejumlah hal setelah disahkan.
Dengan komposisi demikian, bila Rapur berujung voting (keputusan didasarkan pada suara mayoritas), bisa dipastikan Perrpu Ormas akan sah jadi UU.
Penulis: Rio Apinino
Editor: Maulida Sri Handayani