tirto.id - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini mengingatkan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) ada dua hal penting yang harus diperhatikan sebelum merealisasikan penggunaan rekapitulasi suara secara elektronik (e-rekapitulasi) di Pilkada 2020.
"Pertama adalah pilihan teknologi yang akan digunakan, mau yang seperti apa. Kedua adalah daya jangkau e-rekap," kata Titi dalam diskusi 'Menuju Pilkada Serentak 2020' di Gedung KPU, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2019).
Soal teknologi yang akan digunakan dalam e-rekap, kata Titi, KPU tak boleh menganggap enteng masalah ini.
Sebagai acuan untuk menetapkan hasil pemilu atau pun Pilkada, masalah teknologi harus dipikirkan dan direncanakan dengan matang agar tak berdampak pada implikasi hukum.
Bila pada Pemilu 2019 lalu, KPU berdalih penggunaan Sistem Informasi Penghitungan (Situng) bukan acuan menetapkan hasil Pemilu, nantinya KPU tak bisa lagi mengatakan demikian.
"Kemarin kita bisa berdalih, nggak apa-apa Situng nggak maksimal. Kan ada manual. Yang resmikan manual. Kalau sudah e-rekap kan tidak bisa begitu lagi argumennya," ujar Titi.
Sementara itu, terkait daya jangkau, Titi meminta KPU untuk segera memutuskan apakah e-rekap ini bakal digunakan secara nasional, atau parsial di beberapa wilayah tertentu saja. Tidak hanya itu, KPU juga diminta untuk betul-betul memikirkan landasan hukum e-rekap.
Aturan soal e-rekapitulasi yang sudah ada sejauh ini baru sebatas dituangkan dalam Peraturan KPU (PKPU).
Menurut Titi, KPU harus mengupayakan adanya revisi UU Pilkada yang mengatur mekanisme tersebut.
"Dia akan lebih kokoh kalau dia ada di undang-undang Pilkada," kata dia.
KPU berencana menerapkan perhitungan dan rekapitulasi suara berbasis elektronik (e-Rekapitulasi) pada Pilkada 2020 mendatang.
Namun, rencana ini lantas menuai pertanyaan berkaca pada kisruh perhitungan di Situng di Pemilu 2019 lalu.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Zakki Amali