tirto.id - Dua hari ke belakang, Yohana Artha Uly rutin berselancar di media sosial. Wanita asal Cilegon itu, tak ingin terlewatkan promo akhir tahun. Daftar pencarian Instagram miliknya, diwarnai sejumlah brand-brand ternama. Ia berharap beberapa barang incaran seperti pakaian, body care, dan parfum memberikan potongan harga gila-gilaan.
"Karena biasanya informasi promonya dikabarin di web-web atau instagram juga, jadi nanti bisa estimasi dan tinggal ke tokonya," ujar Yohana kepada Tirto.
Yohana, bukan sekali dua kali memburu diskon saat hari-hari besar keagamaan dan tahun baru. Pola belanja saat momentum besar selalu dimanfaatkan untuk mendapatkan harga murah. Karena biasanya, barang-barang dijual di pusat perbelanjaan dan mal bisa setengah harga dari aslinya.
"Dan sudah umum saja produk-produk itu pasti diskon di akhir tahun," imbuh dia.
Pada musim liburan natal dan tahun baru, tiap tahunnya pusat perbelanjaan juga menawarkan program diskon. Ambil contohnya, Mal Kota Kasabalanka yang bekerja sama dengan brand untuk memberikan potongan harga besar-besaran. Dalam akun resmi instagramnya, pusat perbelanjaan ini menawarkan diskon hingga 80 persen selama periode libur panjang kemarin, 23 Desember sampai 26 Desember 2023.
Pusat perbelanjaan lainnya ada juga yang memperpanjang masa periode diskon hingga awal tahun. Langkah ini dilakukan mengingat tren kunjungan masyarakat pada akhir tahun polanya meningkat dari kondisi biasanya.
Data Asosiasi Pengelola Pusat Perbelanjaan (APPBI) mencatat, rata-rata jumlah kunjungan masyarakat ke pusat perbelanjaan atau mal secara nasional pada tahun 2023 meningkat 10-15 persen dibandingkan periode Natal dan tahun baru (Nataru) 2022. Peningkatan juga terjadi jika dibandingkan pada 2019 lalu dengan rata-rata kenaikan 10 persen.
“Ini saya kira prestasi satu peningkatan baik. Saya kira sudah pulih ke kondisi normal tingkat kunjungan ke pusat perbelanjaan,” ujar Ketua APPBI, Alphonzus Widjaja saat dikonfirmasi Tirto.
Umumnya, terdapat dua strategi untuk menarik perhatian masyarakat ke pusat perbelanjaan. Pertama, melakukan peningkatan penjualan dengan cara memberikan diskon. Kedua, dengan aktivitas dan kegiatan-kegiatan event seperti konser musik dan lainnya.
Lebih lanjut, tren peningkatan belanja masyarakat tersebut sebelumnya sudah diproyeksi oleh Rakuten Insight dalam hasil survei terbarunya mengenai potret belanja saat musim liburan. Survei ini dilakukan secara online periode waktu 9 - 30 November 2023. Survei melibatkan 126.100 responden di 12 pasar utama di Asia Pasifik, termasuk di Tanah Air.
Hasil survei menemukan bahwa sebanyak 63 persen responden asal Indonesia berencana atau sudah berbelanja selama diskon selama periode liburan. Sementara 19 persen menjawab tidak dan 18 persen responden tidak yakin untuk membelanjakan uangnya saat periode tersebut.
Mayoritas responden yang memilih berbelanja mengungkapkan alasan mereka adalah karena saat musim liburan banyak penawaran diskon (59 persen). Uniknya, banyak juga yang mengungkapkan bahwa pada periode itulah mereka memiliki uang untuk dibelanjakan (43 persen).
Argumentasi tersebut, selaras dengan penemuan Bank Indonesia (BI), di mana kondisi keuangan konsumen pada akhir tahun memang membaik.
Merujuk hasil analisa BI pada Desember 2022, rata-rata proporsi pendapatan konsumen untuk konsumsi terpantau sedikit meningkat, terindikasi dari rata-rata proporsi (average propensity to consume ratio) sebesar 75,6 persen pada Desember 2022 dari 74,7 persen pada bulan sebelumnya.
Lebih lanjut, jenis barang yang dilirik selama periode belanja tersebut adalah pakaian dan alas kaki (69 persen), produk kosmetik dan kecantikan (54 persen), barang elektronik (49 persen), perhiasan dan aksesoris mode (39 persen).
Kemudian, mayoritas peserta survei membelanjakan uangnya di bawah Rp1 juta. Namun, tidak sedikit (18 persen) yang berani mengucurkan anggaran belanja hingga lebih dari Rp2 juta.
Perilaku Belanja Gen Z
Pada musim belanja liburan kali ini, pelaku pasar banyak yang menaruh perhatian besar untuk memenuhi kebutuhan dan perilaku belanja Generasi Z (Gen Z). Pasalnya, mereka yang lahir pada kurun waktu 1997-2012, dipercaya akan membentuk tren belanja.
Mengapa Gen Z? Meskipun mereka bukan generasi yang sudah mandiri dari sisi keuangan, namun mereka adalah kelompok yang akan berbelanja lebih banyak dibanding generasi lainnya.
Berdasarkan hasil survei PMG dan GWI, Gen Z menghabiskan 26 persen atau lebih dari porsi pendapatan mereka untuk hal-hal nonesensial tiap bulannya.
Daya beli Gen Z mengalami lonjakan signfikan seiring dengan semakin banyaknya generasi yang memasuki usia dewasa, dengan perkiraan perputaran dana USD450 miliar di tahun 2023, dari hanya USD90 miliar di tahun 2023, merujuk reportase The Current,
Lebih lanjut, menurut laporanThe Rise of the Gen Z Consumer, dari International Council of Shopping Centres (ICSC), bahkan disebutkan bahwa preferensi dan perilaku belanja Gen Z telah membentuk industri ritel dan memberi berdampak signifikan pada perekonomian domestik secara global.
Pembeli Gen Z menonjol karena preferensi mereka terhadap toko fisik dibandingkan belanja online. Hampir 97 persen responden survei Gen Z yang berbelanja di toko fisik juga berbelanja secara online (95 persen).
Dari mereka yang berbelanja di toko, 30 persen melakukannya untuk mendapatkan produk dengan segera. Sementara 28 persen didorong oleh pengalaman dalam melihat, menyentuh, dan mencoba produk.
Bagi Gen Z, berkeliling pusat perbelanjaan tidak hanya tentang membeli produk, tetapi juga pengalaman yang mencakup kenyamanan saat berkumpul, berbelanja, dan makan bersama teman secara langsung.
Studi selaras yang dilakukan perusahaan pengembang properti, JLL, juga menunjukkan bahwa 49,6 persen pembeli Gen Z lebih memilih mal, dibandingkan dengan rata-rata 40,8 persen untuk generasi lainnya.
Gen Z tertarik ke mal pada musim liburan ini untuk mendapatkan pengalaman yang berbeda, mulai dari musik yang meriah dan lampu-lampu yang berkerlap-kerlip hingga aroma makanan musiman yang tercium di udara.
Preferensi mereka untuk berbelanja di dalam toko memberikan kehidupan pada mal dan ritel fisik, sehingga membantu merevitalisasi ruang-ruang tersebut di era digital. Pusat perbelanjaan beradaptasi memenuhi permintaan Gen Z, baik itu menawarkan pengalaman dalam toko yang mendalam, penawaran eksklusif, dan perpaduan sempurna antara pilihan belanja offline dan online
Pelaku pasar yang mampu menjembatani kebutuhan tersebut kemungkinan besar akan memperoleh manfaat, termasuk loyalitas berkelanjutan dari Gen Z.
Khusus di Indonesia sendiri, potret belanja Generasi Z pada momen liburan sebenarnya tidak terpotret secara jelas. Hanya saja, APPBI memastikan tingkat belanja dan kunjungan Gen Z cukup terlihat pada periode Nataru saat ini.
Menjelang Nataru pola belanja lebih kepada kategori non makanan dan minuman. Sedangkan pada saat Natal dan tahun baru lebih kepada kategori makanan dan minuman serta hiburan.
"Kedua pola belanja tersebut di atas menjadikan tren belanja hampir merata di semua kategori generasi [termasuk Gen Z]," tutup Alphonzus.
Potensi Perputaran Uang
Di sisi lain, animo masyarakat berburu diskon akhir tahun, sudah barang tentu memberikan nilai tambah terhadap ekonomi domestik. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bahkan memproyeksikan perputaran uang selama Nataru mencapai Rp80,250 triliun.
Perputaran uang tersebut sangat strategis memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan perekonomian daerah dan nasional. Khususnya, pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2023 yang ditargetkan bisa mencapai 5 persen lebih.
Dari pertumbuhan itu, berbagai sektor akan menikmati kue perputaran uang selama periode tersebut. Seperti pariwisata beserta turunannya hotel, motel, villa, apartemen, restoran, cafe, pusat perbelanjaan, pusat hiburan dan wisata, kuliner khas daerah, pusat oleh oleh dan aneka produk UMKM termasuk warung dan minimarket.
“Saya kira perputaran uang setiap akhir tahun selalu meningkat. Karena kebutuhan natal dan tahun baru,” kata Ketua APPBI, Alphonzus Widjaja.
Alphonzus membidik nilai transaksi dari 400 pusat perbelanjaan anggota APPBI yang berlokasi di seluruh wilayah Indonesia diperkirakan akan meningkat menjadi sekitar Rp3,5 triliun per hari. Angka ini meningkat 30 persen dari hari biasanya yang ada di level Rp2,7 triliun per hari.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Dwi Ayuningtyas