Menuju konten utama

Perebutan Suara Pilpres 2019 di Aceh Masih Sengit

Dukungan pemilih di Aceh belum ada yang mendominasi untuk paslon Capres 2019. Hal ini tampak dari elite Partai Aceh yang terbelah, masing-masng mendukung Jokowi dan Prabowo.

Perebutan Suara Pilpres 2019 di Aceh Masih Sengit
Petugas KPU mendokumentasikan kardus yang berisi surat suara milik KPU Aceh saat tiba di Medan, Sumatera Utara, Senin (18/2/2019). ANTARA FOTO/Septianda Perdana/wsj.

tirto.id - Saifuddin Bantasyam, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Syiah Kuala (Unsiyah) Banda Aceh, menilai perebutan suara mantan anggota Gerakan Aceh Merdeka dan masyarakat Aceh masih sengit. Sejauh ini, belum ada dominasi dukungan ke salah satu paslon peserta Pilpres 2019.

Sarifudin juga mengatakan, mantan anggota GAM tidak lagi mempunyai pengaruh yang kuat kepada masyarakat. Partai Aceh yang sebagian besar adalah mantan penggawa GAM, mempunyai suara yang berbeda.

"Ketua Partai Aceh Muzakir Manaf saja ternyata beda pandangan dengan Abu Razak (Kamaruddin Abu Bakar, Sekjen Partai Aceh). Tapi kan nggak masalah," kata Sarifudin kepada Tirto, Selasa (19/2/2019).

Diketahui, Muzakir Manaf, menjabat Ketua Dewan Pimpinan Aceh (DPA) Partai Aceh mendukung Prabowo, sedangkan Abu Razak mendukung Jokowi pada Pilpres 2019. Partai Aceh diketahui punya banyak pemilih di Aceh.

Dia juga menegaskan, kedua sosok tersebut punya kekuatan tersendiri. Prabowo dekat dengan Partai Aceh dan partai itu mempunyai afiliasi dengan Partai Gerindra saat Pilkada di Aceh.

Sedangkan Jokowi sebagai capres petahana mempunyai program untuk Aceh, sehingga elite Partai Aceh juga mendukungnya.

"Jadi masih sangat cair," ucap dia.

"Pendapat satu orang GAM saja tidak bisa mepresentasikan GAM itu sendiri," imbuh dia.

Rekam jejak Prabowo yang berasal dari golongan militer, menurut Sarifudin tak berpengaruh banyak. Pada Pilpres 2014, isu tersebut tidak muncul ke permukaan, apalagi Pilpres 2019.

Sedangkan di Aceh, lanjut dia, isu Jokowi anti-Islam memang merebak. Namun, Sarifudin memandang tak ada dampak yang besar. Gerakan penolakan terhadap Jokowi-Ma'ruf pun tidak ada.

Sekarang ini, menurut Sarifudin, pilihan mantan kombatan GAM didasarkan pada pilihan yang pragmatis dan bukan idealis.

Mereka hanya memandang calon yang bisa memberikan keuntungan ekonomi ke depan, bukan lagi soal idealisme.

"Kalau masalah HAM [Prabowo] itu kan idealisme. Ini sudah tidak ke sana," tegas dia.

Diketahui, perolehan suara Pilpres 2014 selisih tipis. Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menang tipis dengan perolehan suara 1.089.290, sedangkan Joko Widodo-Jusuf Kalla mendapat suara 913.309.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Politik
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Zakki Amali