tirto.id - Presiden Jokowi menerbitkan peraturan pemerintah (PP) 25/2020 terkait Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Aturan tersebut, secara otomatis merevisi keputusan presiden tentang Tabungan Perumahan PNS yang ditandatangani oleh Presiden ke-2 RI Soeharto, pada 15 Februari 1993.
Tapera ini merupakan wajib investasi bagi pekerja yang upahnya minimal serupa dengan upah minimum. Bagi yang di bawah upah minimun, tetap bisa menjadi peserta Tapera namun tak wajib.
Peserta Tapera ialah setiap WNI maupun WNA pemegang visa. Minimal berumur 20 tahun. Rinciannya:
1. Calon Pegawai Negeri Sipil.
2. Pegawai Aparatur Sipil Negara.
3. Anggota TNI.
4. Prajurit siswa TNI.
5. Anggota Polri.
6. Pejabat negara.
7. Buruh BUMN.
8. Buruh BUMND.
9. Buruh swasta.
10. Pekerja lain yang menerima gaji atau upah.
Tujuannya, menyediakan dana efektif jangka panjang untuk pembiayaan rumah murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Tabungan ini bisa diambil jika pekerja pensiun, berusia 58 tahun, atau bahkan meninggal dunia. Proses pencairan dana, paling lama selama 3 bulan berupa, simpanan dan hasil pemupukan dana.
Setiap bulan, paling lambat tanggal 10, setiap peserta diwajibkan membayarkan iuran. Besarannya 3 persen dari gaji atau upah. Dari 3 persen itu, hanya 2,5 persen yang diambil dari upah pekerja. Sisanya sebanyak 0,5 persen dibayar pemberi kerja.
Jika tak terlambat membayar, pekerja akan diberikan dua kali sanksi peringatan tertulis, secara bertahap paling lama 10 hari kerja. Sedangkan sanksi bagi pemberi kerja beragam: peringatan tertulis, denda administratif, memublikasikan ketidakpatuhan, pembekuan hingga pencabutan izin usaha.
Dana yang dihimpun dari peserta, akan dipupuk untuk meningkatkan nilanya dengan prinsip konvensional dan syariah. Hal itu akan dilakukan oleh manajer investasi dalam bentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang portofolio investasinya, ditempatkan pada instrumen investasi dalam negeri.
Perbedaan dengan Soeharto
PP Jokowi tersebut, berlaku sejak 20 Mei 2020. Aturan itu otomatis mencabut Keputusan Presiden 14/1993 yang dibuat Soeharto. Lantas apa bedanya dua peraturan tersebut?
Kepesertaan Tapera era Jokowi luas, lebih dari 9 jenis. Selain itu, bukan hanya WNI. Sedangkan Tapera era Soeharto, hanya mewajibkan PNS baik pusat maupun daerah.
Besaran pemotongan gaji PNS era Soeharto, per bulan, sejak Februari 1993:
a. Golongan I Rp3.000.
b. Golongan II Rp5.000.
c. Golongan III Rp7.000.
d. Golongan IV Rp10.000.
Gaji PNS yang dikumpulkan, bisa dicairkan untuk membantu uang muka pembelian rumah dengan fasilitas kredit. Selain itu, juga bisa untuk biaya membangun rumah bagi PNS yang telah memiliki tanah.
Namun, Tapera hanya bisa dicairkan 60 persen. Sisanya tetap disimpan dalam bentuk deposito atau jenis investasi lainnya.
Syarat lainnya untuk mencairkan Tapera: 10 tahun masa kepesertaan bagi PNS Golongan I, 12 tahun untuk Golongan II, 15 tahun untuk Golongan III.
Berbeda dengan Jokowi, aturan dari Soeharto, tak menyantumkan sanksi akibat telat pembayaran.
Penulis: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Gilang Ramadhan