Menuju konten utama

Perbedaan MRT, LRT dan KRL Commuter Line

Perbedaan MRT, LRT dan KRL. MRT mampu mengangkut penumpang dalam jumlah besar dalam waktu singkat.

Perbedaan MRT, LRT dan KRL Commuter Line
Rangkaian kereta Moda Raya Terpadu (MRT) Lebak Bulus-Bundaran HI melintas di Stasiun Fatmawati, Jakarta. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

tirto.id - Proyek PT Lintas Rel Terpadu (LRT) Jakarta mulai melakukan operasi uji publik. Operasi tersebut akan dilakukan pada 11 Juni 2019.

"PT LRT Jakarta memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menikmati fasilitas moda transportasi publik baru yang akan dimulai pekan depan," kata Melisa Suciati, Corporate Communication Manager PT LRT Jakarta.

Saat ini, pemerintah tak hanya mengembangkan LRT. Proyek transportasi massa, seprti MRT (Mass Rapid Transit) juga sedang dikembangkan.

Transportasi umum di Ibu Kota mencakup LRT, MRT dan ada juga KRL commuter line. Ketiga alat transportasi tersebut sama-sama alat transportasi umum yang diharapkan dapat mengurai kemacetan Jakarta. Namun ketiganya memiliki perbedaan.

MRT banyak digunakan di kota-kota metropolitan yang padat penduduk. Sesuai dengan namanya, Mass Rapid Transit, MRT mampu mengangkut penumpang dalam jumlah besar dalam waktu singkat, sekitar 2 hingga 3 menit untuk setiap stasiunnya, seperti dilansir Rail Electrica.

MRT memiliki jarak antar stasiun atau pemberhentian yang pendek, tetapi tetap saja kehadiran MRT dapat mengantarkan penumpang ke tempat tujuan lebih cepat.

MRT memiliki ciri-ciri diantaranya dapat mengangkut penumpang dalam jumlah besar dengan interval atau jarak transit pendek, dan memiliki waktu tunggu di stasiun lebih pendek. Antara MRT di kota besar dengan kota kecil juga biasanya memiliki perbedaan dalam hal kecepatan.

MRT di kota besar umumnya bermobilisasi di bawah tanah, rel layang atau permukaan tanah. Jakarta mengadopsi mobilitas MRT bawah tanah.

MRT digadang-gadang menjadi primadona transportasi umum melampaui trans Jakarta dan kereta api biasa. Pasalnya, proyek ini sudah tercetus sejak gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso pada tahun 1980-an.

Namun, peresmian proyek MRT baru disahkan oleh Gubernur Fauzi Bowo pada April 2012, dan dilakukan mulai 2013 pada masa pemerintahan gubernur Joko Widodo. Proyek MRT selesai dan mulai beroperasi pada Maret 2019.

Selain MRT, ada pula moda transportasi LRT atau Light Rail Transit memiliki kapasitas lebih kecil dan kecepatan lebih rendah dibandingkan MRT, tetapi lebih cepat dari pada kereta atau bis dengan jalur khusus pada umumnya. LRT bergerak di jalur khusus di jalanan.

LRT berukuran lebih ramping daripada kendaraan lainnya, seperti kereta api atau mobil sehingga mengambil ruang lebih sedikit untuk bergerak di jalanan macet seperti Jakarta.

Situs Britannica menyebut bahwa LRT lebih fleksibel di jalanan sehingga penumpang dapat lebih cepat mencapai tujuan dan dapat menghemat waktu serta biaya. Di Jakarta, LRT beroperasi melalui jalur rel layang.

LRT umumnya memiliki beberapa halte pemberhentian dengan area tunggu khusus dengan interval beberapa kilometer.

Selain kedua tranportasi di atas, ada juga KRL atau commuter line sebagai sara transportasi umum di Jakarta. Tidak berbeda jauh dengan LRT yang bertenaga listrik dan bermobilisasi di permukaan tanah dengan rel khusus. KRL memiliki kapasitas lebih besar dari LRT tetapi lebih kecil daripada MRT.

Di Jakarta, KRL adalah moda transportasi tertua diantara LRT dan MRT. KRL tidak hanya beroperasi di dalam kota Jakarta saja, tetapi juga memiliki jalur hingga Jabodetabek. Penumpang KRL di Jakarta cukup banyak mencapai 950 ribu per hari dengan 6 jalur dan 80 stasuin di Jabodetabek.

Komuter berbagi jalur dengan kereta api lainnya dan melewati stasiun-stasiun yang sama seperti kereta api biasa. Jabodetabek memiliki 75 stasiun Komuter, 86 Rangkaian Komuter, dan 950 perjalanan komuter.

Dari segi kecepatan, MRT menduduki posisi teratas, disusul oleh KRL dan kemudian LRT. MRT beroperasi di bawah tanah, sedangkan LRT memiliki jalur rel layang dan KRL dengan jalur di atas permukaan tanah.

Dari segi kapasitas, MRT kembali menjadi yang pertama karena dapat menampung 1,9 ribu penumpang. Komuter atau KRL mampu menampung 170 penumpang, dan LRT menampung 155 penumpang, sebagaimana dilansir Fast Tracks.

Jika dilihat dari segi badan kendaraan, LRT memiliki bodi ramping dan terdiri dari 2-3 gerbong, sedangkan MRT lebar dan memiliki hingga 6 gerbong, demikian juga KRL (6-10 gerbong) sehingga kapasitasnya lebih besar.

Untuk sistem pembayaran, saat ini pemerintah sedang berupaya mengintegrasikan system pembayaran ketiga transportasi tersebut dengan satu kartu saja, dan proses tersebut masih menunggu audit dari Bank Indonesia.

Baca juga artikel terkait TRANSPORTRASI UMUM atau tulisan lainnya dari Anggit Setiani Dayana

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Anggit Setiani Dayana
Penulis: Anggit Setiani Dayana
Editor: Yantina Debora