Menuju konten utama

Jalur-Jalur KRL Paling Rumit di Dunia

Jalur kereta Jabodetabek termasuk yang sederhana dan mudah dipahami.

Jalur-Jalur KRL Paling Rumit di Dunia
Rangkaian KRL di kota New York memasuki stasiun Coney Island. REUTERS/Keith Bedford

tirto.id - Tak perlu waktu lama bagi Shahnaz Magfirah untuk memahami peta Kereta Rel Listrik Jabodetabek. Hari pertama dia sampai Jakarta, dia langsung paham cara naik, jalur, dan harus turun atau naik di mana.

Untuk pergi ke Tebet, misalkan. Kalau dari tempat tinggal kakak iparnya di Depok, ia tinggal naik kereta satu kali. Bisa kereta jurusan Angke, ataupun kereta jurusan Jakarta Kota. Jalurnya tinggal lurus belaka. Begitu pula untuk ke Bumi Serpong Damai, Shahnaz tahu kereta apa yang harus ia naiki, dan di mana harus pindah.

"Ya paling cuma butuh waktu lima sampai sepuluh menit untuk mengerti rute kereta, sih," katanya.

Jalur KRL di Jabodetabek mungkin termasuk salah satu jalur kereta sederhana dan paling mudah dipahami di dunia. Hanya ada 6 jalur yang ditandai dengan warna berbeda: merah, kuning, biru, hijau, cokelat, dan ungu. Ditambah dengan penjelasan grafik yang mudah dipahami, jadilah peta KRL kita—sekaligus jalurnya—amat gampang untuk dipahami, bahkan bagi orang yang pertama kali naik KRL.

Tentu tidak semua rute dan peta KRL semudah di Jabodetabek.

Pada 2016, Riccardo Gallotti dan Marc Barthelemy dari CEA-Saclay, Perancis, serta Mason Porter dari Universitas Oxford, Inggris merilis hasil penelitian berjudul "Lost in Transportation: Information Measures and Cognitive Limits in Multilayer Navigation".

Ide awal penelitian ini sederhana. Saat ini, ada 30 kota raksasa—area urban dengan penduduk lebih dari 10 juta orang—di dunia. Perkembangan penduduk di suatu daerah biasanya diikuti pula dengan perkembangan sistem transportasi, termasuk variasi model transportasi. Dari data mereka, sekitar 80 persen kota dengan penduduk lebih dari lima juta orang, punya sistem kereta dalam kota. Istilah yang sering dipakai antara lain: subway, atau metro, atau KRL.

Baca juga: Stasiun Subway New York Pasang Iklan Tentang Muslim

Penelitian tentang rute kereta ini bertujuan untuk melihat perkembangan sistem transportasi urban, dan apakah perkembangan itu berpengaruh ke panduan visual yang, "melebihi batas kognitif kita."

Dalam penelitian ini, mereka menganalisis 15 sistem kereta terbesar di dunia, indikatornya menggunakan total stasiun. Lalu mereka menganalisis sejauh mana seorang penumpang bisa pergi dari satu titik ke titik lain dengan dua kali transit. Hasilnya disandingkan dengan teori lain yang mengatakan bahwa, penumpang bisa menyimpan hingga empat informasi dalam satu waktu. Yakni: titik awal keberangkatan, titik tujuan, dan dua stasiun transit. Dari sana, kemudian peneliti menyimpulkan stasiun mana yang peta dan jalurnya paling rumit.

Arief Imam Triputra merasakan naik kereta di salah satu jalur terumit itu: Seoul, Korea Selatan. Pekerja di Kementerian Pekerjaan Umum ini awalnya sudah amat nyaman dengan rutinitasnya sebagai penglaju, dari rumahnya di Tangerang Selatan, menuju kantornya di Jakarta Selatan. Hingga ia mendapat tugas belajar di jurusan Global Leaders in Environmental Policy (MGLEP)-ISUS, Universitas Seoul.

Ada tiga perusahaan yang menjalankan KRL di Seoul, dua di antaranya adalah milik negara. Jika Jabodetabek punya 6 jalur, Seoul punya 11. Ada 367 stasiun kereta di Seoul dan sekitar 7,9 juta penumpang setiap harinya.

"Jadi, kalau nyoba naik kereta di Seoul tanpa aplikasi, itu namanya cari mati," kata Arief.

Baca juga: Keajaiban-Keajaiban di Kereta Komuter

Aplikasi yang ia maksud adalah Subway Korea. Aplikasi ini berisi jalur kereta, arahan, hingga waktu kedatangan kereta. Penggunaannya mudah, ujar Arief. Kita tinggal mengisi stasiun keberangkatan, lalu mengetik tujuan. Nanti akan ada pula saran rute terpendek.

Dengan jenaka, Arief membuat tahapan seorang penglaju di Korea Selatan. Tahap pertama adalah newbie alias anak baru. Biasanya, penglaju baru ini sangat mengandalkan teman yang sudah hafal rute dan jalur kereta, atau menggunakan aplikasi secara penuh. Mereka bergantung sepenuhnya pada manusia dan mesin. Lalu jika sudah mulai sering berpergian menggunakan kereta, ia sudah bisa mencoba tanpa aplikasi, walau sesekali nyasar. Tingkatan tertinggi penglaju adalah hafal rute kereta, walau ini agak susah.

Tapi jalur kereta di Seoul bukanlah yang terumit, begitu pula Tokyo yang kerap didapuk sebagai jalur kereta yang paling rumit. Menurut penelitian tiga ilmuwan yang diterbitkan di jurnal Science Advance, jalur kereta dan peta rute paling rumit ada di kota New York.

Ini diamini oleh Sharmila Ahmed. Perempuan yang bekerja di perusahaan teknologi informasi ini adalah seorang New Yorker dan sudah tinggal di kota Big Apple itu sejak 19 tahun silam.

"Dan sampai sekarang aku tak hafal jalur kereta di New York," kata Sharmila kepada Tirto.

Baca juga: Menaiki Kereta Mewah ala Jepang

infografik simpang siur jalur kereta

Kesulitan itu makin bertambah jika kamu wisatawan. Kesulitan pertama adalah ada terlalu banyak jalur. Jakarta punya 6 jalur, Seoul punya 11 , New York punya 27. Selain itu, kota New York juga punya banyak stasiun, yakni 472. Untuk menambah kebingungan, suka ada perubahan jalur rel tiba-tiba dan diumumkan mendadak. Tingkat kesulitan ini makin bertumpuk karena sering ada pergantian rute, paling tidak dua tahun sekali.

"Jadi ya pasti bingung. Kalau kamu baru pertama kali naik kereta di New York, butuh satu jam supaya kamu bisa paham," ujarnya.

Sharmila tak membual. Coba saja kamu mengetik kata kunci New York City subway di mesin pencarian, yang muncul adalah peta dengan garis-garis aneka warna yang centang perenang dan saling tindih satu sama lain. Hasilnya, menurut tiga peneliti itu, sistem kereta di New York itu, "paling membingungkan di seluruh dunia."

Namun tidak usah khawatir. Di masa mendatang, sistem transportasi yang makin kompleks akan jadi ringan berkat aplikasi bantuan seperti yang diceritakan oleh Arief. Selain itu, mendesain ulang peta baru juga dianggap bisa mengurangi kebingungan para penumpang.

Baca juga artikel terkait COMMUTER LINE atau tulisan lainnya dari Nuran Wibisono

tirto.id - Humaniora
Reporter: Nuran Wibisono
Penulis: Nuran Wibisono
Editor: Maulida Sri Handayani