Menuju konten utama

Perbaikan Tata Kelola Batu Bara Efektif Tambah Penerimaan Negara

Peneliti PWYP, Rizky Ananda mengatakan bahwa, jika pemerintah ingin menaikkan penerimaan negara, bukan dengan memberi izin baru atau membuka pintu ekspor, namun memperbaiki tata kelola industri batu bara.

Perbaikan Tata Kelola Batu Bara Efektif Tambah Penerimaan Negara
Ilustrasi. Sejumlah alat berat beroperasi di kawasan penambangan batu bara Desa Sumber Batu, Meureubo, Aceh Barat, Aceh, Minggu (8/4). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas

tirto.id - Aturan kewajiban Domestic Market Obligation (DMO) 25 persen sempat direncanakan dicabut oleh pemerintah, dengan asumsi dapat menaikkan pendapatan negara melalui peningkatan ekspor. Nyatanya, wacana pencabutan tersebut dibatalkan.

Koalisi Publish What You Pay (PWYP) berkomentar bahwa, kalau pun wacana pencabutan DMO tersebut jadi dilakukan, tetap tidak akan secara efektif memberikan tambahan penerimaan dan penguatan ekonomi negara di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Peneliti PWYP, Rizky Ananda mengatakan, kalau pemerintah ingin menaikkan penerimaan negara dari batu bara, bukan dengan jalan memberi izin baru atau membuka pintu ekspor, namun dengan cara memperbaiki tata kelola industri batu bara, termasuk sistem penerimaan negara yang tidak tertib.

Berdasarkan data Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) Indonesia, pada tahun 2016 menunjukkan dari ribuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Mineral dan Batu bara (Minerba) yang tercatat di Kementerian ESDM, hanya 1.654 IUP yang melakukan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

"Dari 100 persen penerimaan PNBP (1654 IUP), ternyata 94 persen di antaranya hanya disumbang oleh 112 perusahaan saja. Pertanyaannya, bagaimana bisa? Ribuan IUP Minerba yang ada di Indonesia ternyata hanya menyumbang PNBP tak lebih dari 6 persen saja dari total PNBP Minerba," ujar Rizky di Jakarta pada Rabu (1/8/2018).

Selain masih buruknya tata kelola industri batu bara dan sistem penerimaan negara, ia mengatakan tidak efektifnya pencabutan DMO untuk mendorong ekspor dan memberi penambahan devisa negara, adalah karena asumsinya pasar batu bara akan semakin menyusut.

"Cina dan India sebagai pasar tujuan ekspor batu bara Indonesia sudah kurangi penggunaan batu bara. Cuma Indonesia shifting pasarnya ke Asia Tenggara yang lain. Sebenarnya minat pasar dunia ke batu bara Indonesia berkurang," ucap Rizky.

Pengurangan penggunaan batu bara secara global, kata Rizky, karena adanya Perjanjian Paris yang mendorong berbagai negara untuk mengurangi emisi dari batu bara yang merusak lingkungan.

"Makanya, Indonesia kan genjot PLTU di dalam negeri, karena demand global akan berkurang banyak. Konsumsi batu bara domestik 53,45 juta ton per Juni, 41,41 juta ton-nya untuk PLTU," ujar Rizky.

Batu bara yang merupakan jenis bahan bakar fosil diperkirakan juga akan semakin habis produksinya, sehingga banyak negara mulai mengurangi penggunaannya.

Berdasarkan produksi batu bara dalam negeri pada 2016 sebesar 461 juta ton, nantinya dengan asumsi kapasitas produksi tumbuh datar sebesar 461 juta ton per tahun, maka pada 2046 cadangan produksi batu bara akan habis.

"Kalau kami lihat tren ekspoitasi akan bengkak tentu akan lebih cepat habisnya, kalau pemerintah enggak kendalikan itu," ujar Rizky.

Saat ini dengan harga HBA relatif tinggi, yaitu pada Juni 2018 sebesar 96,61 per ton, Rizky menyebutkan saat ini bisa dibilang periode terkahir masa jaya batu bara Indonesia sebagai eksportir.

"Kita itu eksportir terbesar batu bara seperti semua diekspor, padahal negara lain banyak yang punya coal tapi udah enggak mau pakai. Orang-orang melihat di Asia Tenggara ini the last battle of coal. Cuma di sinilah batu bara dipakai. Di sini maksudnya Indonesia khususnya, lalu Vietnam. Ini nafas terakhirnya perusahaan batu bara, jadi mau enggak mau dia harus survive," terangnya.

Pada Senin (30/7/2018), Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan sempat mengatakan bahwa alasan pencabutan DMO untuk mendongkrak nilai ekspor batu bara guna menambah devisa, mengamankan defisit transaksi berjalan Indonesia.

Luhut juga memastikan, rencana pencabutan Domestic Market Obligation (DMO) tidak akan membebani keuangan PT PLN (Persero).

"Tidak ada, kami sudah hitung. Tidak ada dampak sama sekali ke PLN. Kita tidak ingin keuangan PLN goyang," katanya di Kemenko Kemaritiman Jakarta, Senin (30/7/2018).

Baca juga artikel terkait PEMBATALAN PENCABUTAN DMO BATU BARA atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yandri Daniel Damaledo