tirto.id - Presiden Asosiasi Pengusaha dan Wiraswasta Nasional Kalimantan Timur (Aspentan Kaltim), Igun Wicaksono menilai, kebijakan denda dan kompensasi bagi pelaku usaha batu bara yang tak penuhi kebutuhan dalam negeri atau DMO sebesar 25 persen sudah tepat dilakukan. Hal tersebut, tentu akan membuat seluruh pelaku usaha patuh.
“Ini hal yang tepat dan dapat dimaklumi, agar tidak berdampak kepada pelaku usaha minerba lain yang sudah mentaati aturan DMO," kata Igun kepada Tirto, Kamis (10/3/2022).
Igun menekankan, seluruh pelaku usaha mineral dan batu bara atau minerba memang sebaiknya patuh terhadap Keputusan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2022. Keputusan tersebut mengatur kewajiban laporan evaluasi penjualan batu bara setiap bulan.
Di mana aturan kewajiban laporan ini tertuang pada diktum kesembilan yang berbunyi, laporan penjualan batubara untuk kebutuhan dalam negeri disusun sesuai dengan format dan disampaikan paling lambat 10 hari kalender setelah berakhirnya tiap bulan.
Laporan diberikan harus sesuai dengan pedoman penyampaian dan evaluasi laporan penjualan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri, sebagaimana tercantum dalam lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam Keputusan Menteri ESDM.
“Hal ini merupakan regulasi DMO dari Kementerian ESDM," katanya.
Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo), Anggawira menambahkan, kebijakan sanksi denda ini merupakan langkah tegas pemerintah dalam mengatur pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Ini juga mendukung Sistem Informasi Mineral dan Batubara Antar Kementerian/Lembaga (SIMBARA) tengah diluncurkan kemarin
SIMBARA mengintegrasikan sistem dan data dari hulu hingga hilir mulai dari perijinan tambang, rencana penjualan, verifikasi penjualan, pembayaran PNBP, ekspor, dan pengangkutan/pengapalan serta devisa hasil ekspor. Dengan adanya ekosistem ini, diharapkan dapat mewujudkan satu data minerba antar kementerian/lembaga, meningkatkan kepatuhan dan efektivitas pengawasan sektor minerba, optimalisasi penerimaan negara serta peningkatan layanan kepada pelaku usaha dan masyarakat.
Selain itu, melalui SIMBARA juga dapat dilakukan pemantauan atas kepatuhan pelaku usaha atas kewajiban pemenuhan kebutuhan batu bara dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) dan pengawasan pengembalian devisa hasil ekspor ke Tanah Air.
“Yang dilakukan pemerintah terutama kemarin itu ada sistem infromasi yang terhubung antar KL itu langkah langkah antisipatif bisa pemerintah lakukan," kata dia dihubungi terpisah.
Kementerian Keuangan merilis aturan denda dan dana kompensasi bagi perusahaan batu bara yang tidak mengikuti aturan pemenuhan kebutuhan dalam negeri atau DMO. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 17/PMK.02.2022.
PMK tersebut mengatur tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak kebutuhan mendesak berupa denda dan dana kompensasi pemenuhan kebutuhan batu bara dalam negeri pada Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Denda akan diberikan kepada perusahaan batu bara yang lebih mementingkan ekspor dibandingkan memenuhi kebutuhan batu bara dalam negeri untuk kebutuhan kelistrikan nasional.
Adapun denda diberikan berdasarkan perhitungan selisih harga jual ke luar negeri (ekspor) dikurangi harga patokan batu bara untuk penyediaan tenaga listrik (A) dan dikalikan volume penjualan ke luar negeri (V). Sehingga formulasinya adalah A x V.
Sedangkan, kompensasi diberikan kepada badan usaha batu bara yang tidak memenuhi wajib pasok dalam negeri. Besaran tarif kompensasi dihitung berdasarkan kualitas batu bara dan harga batu bara acuan (A) dikalikan selisih volume antar kewajiban pemenuhan kebutuhan batubara (P) dikurangi realisasi pemenuhan kebutuhan batubara dalam negeri per tahun (R). Sehingga formulasi kompensasinya = A x (P-R).
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz