Menuju konten utama

Perang Saudara di Sulawesi pada Bulan Puasa 1958

Angkatan Udara Permesta punya kekuatan tempur hebat berkat sokongan senjata CIA. Menguasai titik strategis di kota-kota penting di Indonesia Timur.

Perang Saudara di Sulawesi pada Bulan Puasa 1958
Pasukan Milisi Permesta. Foto/istimewa

tirto.id - Tak ada pemberontak yang pernah punya keunggulan udara setangguh Permesta. Menurut catatan Barbara Sillars Harvey dalam Permesta: Pemberontakan Setengah Hati (1989), hingga pertengahan April 1958, Angkatan Udara Revolusioner (AUREV) Permesta punya delapan hingga sembilan pesawat. Menurut catatan wartawan perang Saleh Kamah, dalam Catatan Seorang Wartawan (1996), “Kekuatan Angkatan Udara terdiri dari tidak kurang 10 buah pesawat pembom tempur."

AUREV, menurut catatan Nasution dalam Memenuhi Panggilan Tugas Jilid 4 (1984), “mempunyai 8 buah pesawat dari berbagai jenis (B-26, Mustang, Catalina dan Dakota), dan menurut laporan, tidak lebih dari 40 penerbang asing bayaran...”

Menurut Kolonel Fletcher Prouty, mantan perwira Angkatan Udara AS dalam The Secret Team (1973), “timbunan senjata dan perlengkapan militer terkumpul di Okinawa dan Filipina. Orang-orang Indonesia, Filipina, China (Taiwan), Amerika, dan para serdadu sewaan dan negara-negara lain juga telah siap di Okinawa dan Filipina untuk membantu pemberontakan.”

Bertindak sebagai pemimpin AUREV adalah seorang pelarian berpangkat Mayor di Angkatan Udara (AURI) asal Jawa bernama Petit Muharto Kartodirdjo. Sebelumnya Petit adalah Komandan Pangkalan Udara Mapanget di Manado. Perwira AURI selain Petit adalah penerbang tempur Letnan Hadi Supandi. Mereka berdua sudah di AURI pada masa revolusi. Mereka jadi andalan di AUREV. Menurut Awal Kedirgantaraan di Indonesia: perjuangan AURI 1945-1950 (2008), keduanya terjebak di Manado saat gerakan Permesta memanas.

AUREV menampakkan kegagahan tepat di hari ke-23 Ramadan 1377 H, atau 13 April 1958. Sejak Subuh, ketika sebagian penduduk Indonesia usai menyantap sahur, Pesawat-pesawat AUREV beraksi mengirimkan bombardir ke lapangan terbang Mandai di utara Kota Makassar antara pukul 05:35-05:51.

“Permesta yang tidak suka diserang lebih dulu oleh tentara pusat, mulai mengadakan gerakan ofensif pada bulan April,” tulis Phill M. Sulu dalam Permesta: Jejak-jejak Pengembaraan (1997). Namun, sebelumnya, pada 22 Februari 1958, Manado sudah terkena serang pesawat AURI. Artinya, itu sebuah pukulan pertama untuk Permesta di Sulawesi Utara.

Baca laporan kami mengenai Permesta: Peran CIA di Balik Pemberontakan di Sumatera dan Sulawesi

Tak hanya Mandai, tiga hari kemudian kota Balikpapan, sebuah kota di Kalimantan yang kaya minyak, kena hantam pesawat-pesawat Permesta. Sasarannya adalah lapangan udara di Balikpapan. Serangan itu bertepatan di hari ke-26 bulan Ramadan 1377 H, atau empat hari jelang lebaran di sebuah kota dengan mayoritas muslim.

Setelah 16 April 1958, beberapa kali Balikpapan diserang lagi. Serangan yang cukup diingat pada 28 April 1958. Saat itu KRI Hang Tuah ditenggelamkan. Menurut catatan biografi Tedjo Edhy Purdijatno, Kepala Staf TNI AL ke-21, dalam Mengawal Perbatasan Negara Maritim (2010), “Dari rumahnya, Tedjo bisa melihat bagaimana KRI Hang Tuah terbakar di perairan Balikpapan.”

Setiap ada sirine, orang-orang bersembunyi lantaran peluru atau pecahan bom. Pilot pembom Permesta yang paling sohor adalah Allen Pope. Menurut Tim Weiner dalam Membongkar Kegagalan CIA (2008), Pope begitu bersemangat bersama Permesta. Ia berhasrat membantai kaum komunis. “Saya suka membunuh komunis dengan cara apa pun yang bisa saya lakukan,” ujar pilot CIA itu.

infografik hl peperangan di bulan puasa serangan udara permesta

Serangan yang berpeluang bikin pejabat militer Indonesia ketar-ketir adalah serangan terhadap lapangan udara Morotai di Maluku Utara. Pulau ini punya bekas lapangan terbang besar yang dulu bisa jadi lokasi pendaratan pesawat-pesawat pembom besar dalam Perang Dunia II.

Saat Lebaran ke-2 1377 H, atau 21 April 1958, AUREV menyerang Morotai, Ternate, Jailolo, dengan pesawat pembom B-26. "Mereka mendaratkan pasukan lalu merebut Morotai, yang diduduki lebih kurang 500 orang. Permesta berhasil bekerjasama dengan RMS,” kliam Nasution.

Jadilah saat itu lebaran mengejutkan bagi pemerintah di Jakarta. Dengan menguasai Morotai, menurut Nasution, “AUREV bisa membom Surabaya, Bandung dan Jakarta...”

“Seminggu sebelum Maluku Utara kami duduki, tepat 13 dan 16 April, pelabuhan udara Mandai dan Balikpapan sudah kami bombardir agar tidak bisa dipakai. Habis sudah tempat-tempat transit paling ideal bagi pesawat-pesawat AURI dari Jawa,” klaim Ventje Sumual, pemimpin Permesta, dalam Memoar (2011).

Tetapi Kejayaan AUREV tidaklah lama setelah pesawat B-26 yang dikemudikan Allen Pope ditembak dan mengakhiri bantuan senjata CIA ke legiun Permesta. Permesta akhirnya terdesak dan bergerak secara gerilya.

Di masa-masa AUREV berjaya, hal sama terjadi di Sumatera. Berlangsung pertempuran antara tentara pemerintah dan tentara pemberontak dari Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). PRRI sehaluan dengan Permesta.

Pada 17 April 1958, tentara Republik melancarkan Operasi 17 Agustus di bawah pimpinan Letkol Ahmad Yani. Sejak pukul 04.00 Subuh, sesudah sahur, Armada-armada udara B-26 dari pemerintah bergerak menuju Padang. Sekitar pukul 1 siang Kota Padang sudah diduduki. Sesudah Lebaran, PRRI terus dilumpuhkan dan menyerah lebih dulu ketimbang Permesta.

Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Humaniora
Reporter: Petrik Matanasi
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Fahri Salam