tirto.id - Percepatan penggunaan kendaraan listrik berbasis baterai di Indonesia menuai kritikan. Hal ini setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7/2022 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk kendaraan operasional pejabat di pusat ataupun daerah.
Melalui Inpres itu, Jokowi memerintahkan agar setiap menteri hingga kepala daerah menyusun dan menetapkan regulasi untuk mendukung percepatan pelaksanaan penggunaan kendaraan listrik. Presiden juga menginstruksikan penyusunan alokasi anggaran untuk mendukung program tersebut.
Anggota Komisi VII DPR, Ramson Siagian menilai, peraturan tersebut terbilang dipaksakan karena kondisi Indonesia yang masih melakukan impor baterai. Seharusnya pemerintah menyelesaikan produksi baterai electronic vehicle atau baterai kendaraan listrik sebelum mengarah untuk kebijakan penggunaan mobil listrik sebagai kendaraan dinas.
"Kondisi sekarang masih impor baterai. Nah, itu kok sekarang dipaksakan mau mengganti kendaraan dinas ke kendaraan listrik, padahal kita masih impor baterai. Kita selesaikan dulu soal produksi baterai EV, baru masuk ke kebijakan," kata Ramson di Jakarta, Selasa (20/9/2022).
Target menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil baterai bagi kendaraan listrik (electric vehicle) memang telah diupayakan oleh berbagai pihak. Salah satunya adalah dengan pembentukan Indonesia Battery Corporation (IBC).
Dalam pengembangan dan produksi baterai EV, IBC sendiri telah melakukan kerja sama dengan perusahaan Tiongkok PT Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co. Ltd. (CBL) dan LG Energy Solution dari Korea Selatan.
“Ini kita ada kerja sama dengan LG, kerja sama dengan CBL mungkin kerja sama dengan siapa lagi di masa mendatang. Cuma masalah kita ini klasik. Indonesia selalu gagal untuk menarik investasi yang kemudian dipergunakan sebagai basis kita untuk ekspor. Jadi Indonesia ujung-ujungnya apa? Market aja," kata Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eddy Soeparno.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut mengemukakan harapannya agar industri baterai EV nasional yang sedang dibangun dapat dapat meramaikan pasar internasional melalui pasar ekspor. Eddy juga menekankan agar teknologi yang dikembangkan dalam baterai EV produksi Indonesia bisa bermanfaat secara global.
“Jadi kami berharap bahwa konsep pengembangan IBC kedepannya itu tidak hanya sebatas pada produksi baterai saja, tapi ya ujung-ujungnya harus ada peluang untuk kita meningkatkan ekspor," jelasnya.
Sementara terlepas dari upaya Jokowi mempercepat peralihan kendaraan listrik, kesiapan infrastruktur juga masih menjadi menjadi pertanyaan besar. Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan melihat, infrastruktur ada saat ini belum begitu memadai.
"Seandainya kita mau menuju ke energi lebih bersih, pertama apakah infrastrukturnya sudah siap? Iya, memang saat ini belum. Belum semuanya," kata Mamit kepada Tirto.
Mamit mengatakan, kesiapan infrastruktur ini akan menjadi tugas berat bagi PT Perusahaan Listrik Negara atau PLN. Mulai dari memperbanyak Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) atau SPBU listrik, instalasi listrik privat, dan fasilitas penukaran baterai.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, hingga Juli 2022, secara total baru terdapat sebanyak 332 unit Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum SPKLU/Charging Station di 279 lokasi publik dan juga terdapat 369 Unit SPBKLU/Battery Swap Station tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Termasuk diantaranya SPKLU/Charging Station di destinasi pariwisata, misalnya dalam rangka Presidensi G20 telah dibangun 24 Charging Station di 17 Lokasi di Bali (2 diantaranya adalah unit UltraFast Charging 200kW).
Selain itu, SPKLU juga telah dibangun di Kompleks Taman Wisata Candi Borobudur dan Labuan Bajo Nusa Tenggara Timur. Adapun rencana penambahan sampai akhir tahun 2022 akan terbangun sejumlah 110 unit SPKLU PLN yang terbentang untuk membangun peta jalan Nasional di seluruh Indonesia serta mendukung kegiatan KTT G20 di Bali.
Setidaknya di Bali, untuk puncak acara G20, Dirut PT PLN, Darmawan Prasodjo, mengatakan pihaknya sedang menyiapkan 70 unit SPKLU Ultra fast charging dan 21 SPKLU fast charging di Bali. Sementara hingga 2025, pihaknya hendak disiapkan 1558 SPKLU (Target Pembangunan SPKLU Dalam Renstra Kementerian ESDM 2020-2024).
"Karena yang pasti ini harus ditingkatkan infrastrukturnya oleh BUMN terkait, sehingga Inpres disampaikan Jokowi jika dipenuhi sudah siap secara keseluruhan infrastrukturnya," jelasnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang