tirto.id - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut ada usaha menyamarkan penyumbang dana untuk Joko Widodo-Ma’ruf Amin. ICW mendasarkan diri pada hasil laporan Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf kepada KPU.
Dalam Laporan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) Jokowi-Ma’ruf kepada KPU tertanggal 2 Januari 2019, sumbangan terbesar berasal dari Perkumpulan Golfer TBIG dan Golfer TRG.
Kedua perkumpulan ini masing-masing menyumbang Rp19,7 miliar dan Rp18,2 miliar atau 67 persen dari total penerimaan dana kampanye Rp55,9 miliar.
ICW menyoroti identitas penyumbang yang didaftarkan atas nama perkumpulan. Menurut Almas Sjafrina, peneliti ICW, penggunaan perkumpulan ini diduga usaha menyamarkan penyumbang dana sebenarnya.
“TBIG diduga dari PT Tower Bersama Infrastructure Tbk., sedangkan TRG diduga dari PT Teknologi Riset Global Investama. Kedua perusahaan ini sahamnya dimiliki Wahyu Sakti Trenggono, bendahara Tim Kampanye Nasional,” kata Almas di kantor ICW, Jakarta, Rabu (9/1/2019).
Saat mengonfirmasi kepada Wahyu Sakti Trenggono, dia menampik disebut menyamarkan identitas.
“Enggak usah diduga. Memang saya, benar saja. Enggak usah diduga. Itu, kan, transparan. Apa yang diduga?” kata Trenggono kepada reporter Tirto lewat sambungan telepon, kemarin.
Almas menduga dana itu berasal dari sumber yang sama tapi didaftarkan dengan dua nama perkumpulan. Dugaan ini buat mengakali UU Pemilu yang mengatur sumbangan perorangan dibatasi Rp2,5 miliar dan perusahaan Rp25 miliar.
Merujuk prospektus yang dirilis korporat TBIG pada Oktober 2018, Wahyu Sakti Trenggono tidak memiliki saham secara langsung di perusahaan tersebut. Hanya memiliki saham yang terhitung minim sebesar 0,64 persen di PT Solu Sindo Kreasi Pratama (SKP), bagian dari grup TBIG. (PDF)
Klarifikasi Wahyu Sakti Trenggono
Wahyu Sakti Trenggono menegaskan ia tak menuliskan sumbangan perorangan atau organisasi lantaran perkumpulan ini memang bersifat komunitas.
Ia menyebut kelompok ini tak mewakili kepentingan organisasi. Ia berkata orang-orang itu tergabung dalam kelompok sehingga lebih baik menyatukan sumbangan tersebut atas nama kelompok.
“Perkumpulan itu, kan, orang-kontraktor dan segala macam yang saling nyumbang. Karena sumbangan perorangan itu ribet, lalu oleh KPU diputuskan dan itu bisa, itu diwakili dalam berkelompok,” kata Trenggono.
Ia juga menegaskan perkumpulan itu tidak ada hubungannya dengan korporat.
"Nggak ada (kaitan dengan perusahaan). Orang luar juga ada. Bukan orang TBIG semua. Kalau kamu main golf, kamu mau nyumbang ke grup itu, ya juga boleh. Ini bukan perusahaan. Itu kumpulan sering main bareng aja begitu," tambahnya lagi.
Trenggono menilai tak ada masalah atas jumlah sumbangan itu. “Lalu apa masalahnya di situ? Enggak ada uang gelap. Semua transparan. Apa yang salah?” kata dia.
Ia menegaskan kelompok ini bukan lembaga resmi seperti PSSI atau Perbasi. Karena itu tidak ada badan hukum yang menaungi kelompok ini. Menurutnya, hal ini juga tak jadi masalah atau melanggar UU Pemilu.
Tak Ada Masalah
Komisioner Bawaslu Mochammad Afifuddin mengatakan kelompok atau perkumpulan memang boleh memberikan sumbangan maksimal sebesar Rp25 miliar. Namun, identitas penyumbang harus tertera lengkap dan jelas.
“Itu yang sedang diverifikasi berkas yang diberikan ke KPU. Kan, dikirim ke kami juga. Sedang kami cek,” ucap Afifuddin kepada Tirto, Kamis (10/1/2019).
Wahyu Sakti Trenggono mengatakan ia transparan dalam hal data para penyumbang. “Pokoknya transparan itu ada orangnya, jelas orangnya nyumbang, orangnya lengkap. Mau ngapain?” katanya.
Menurut Afifuddin, dugaan ICW itu agaknya dipicu oleh banyak caleg yang mengaku tidak menyumbang dana kampanye karena sumbangan ke dua capres mengatasnamakan partai. Kondisi seperti ini menimbulkan kecurigaan tentang sumber sumbangan.
“Maka sedang kami validasi sampai nanti laporan pemasukan-pengeluaran,” ucapnya.
Saat ini Afifuddin menyebut Bawaslu berfokus memeriksa administrasi. Dalam tahapan ini, Afifuddin menerangkan Bawaslu akan memeriksa benar-tidak pencatatan para penyumbang.
Fungsi pemeriksaan ini untuk memastikan penyumbang memang benar ada dan bukan tokoh rekaan. Jika ternyata penyumbang fiktif, ancaman pidana baru bisa dikenakan lantaran termasuk rekayasa.
Sementara Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta menyebut kamuflase penyumbang dana capres tidak jadi masalah atau melanggar UU Pemilu. Hanya saja berefek pada pandangan masyarakat.
“Secara UU Pemilu sebenarnya tidak bisa dijerat. ICW melihat ada yang enggak benar. Ini bisa mendesak Bawaslu untuk klarifikasi,” ucap Suminta kepada reporter Tirto.
Menurut Suminta, masalah bisa muncul jika masing-masing individu dalam kelompok menyumbang lebih dari Rp2,5 miliar. Ini karena aturan batas sumbangan personal tetap berlaku sekalipun memakai nama kelompok.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Mufti Sholih