Menuju konten utama

Penyebab Gempa Tadi Malam di Jawa Timur & Data Dampak per 22 Mei

Gempa Blitar pada Jumat Malam, 21 Mei 2021 mengakibatkan ratusan bangunan di 7 kabupaten/kota mengalami kerusakan.

Penyebab Gempa Tadi Malam di Jawa Timur & Data Dampak per 22 Mei
Personel TNI dan Polri mengecek kondisi rumah warga yang rusak pascagempa di Desa Ploso Kecamatan Selopuro, Blitar, Jawa Timur, Jumat (21/5/2021). ANTARA FOTO/Irfan Anshori/rwa.

tirto.id - Gempa dengan kekuatan M6,2 mengguncang wilayah Blitar, Malang dan sejumlah daerah lainnya di Jawa Timur pada pukul 19:09:23 WIB, Jumat malam, 21 Mei 2021. Sesuai keterangan BMKG, data pemutakhiran yang lebih akurat menunjukkan kekuatan gempa Blitar tadi malam adalah M5,9.

Berpusat di laut dengan hiposentrum di kedalaman 110 Km, gempa kuat tersebut dipastikan tidak berpotensi tsunami. Pusat gempa ini berjarak 57 Km arah tenggara dari wilayah Kabupaten Blitar.

Guncangan yang diakibatkan oleh gempa tadi malam terasa paling kuat di wilayah Blitar, mencapai skala V MMI. Adapun skala V MMI menunjukkan gempa bumi telah memicu getaran yang dirasakan hampir semua penduduk, membuat banyak orang terbangun, serta dapat membikin barang-barang terpelanting, hingga tiang dan barang besar tampak bergoyang.

Gempa Blitar pada 21 Mei 2021 malam pun memunculkan guncangan kuat dengan skala IV MMI di kawasan Malang, Nganjuk, Lumajang dan Tulungagung. Guncangan dengan intensitas lebih rendah (III dan II MMI) dirasakan pula oleh masyarakat di beberapa daerah Jatim lainnya, DI Yogyakarta, sebagian Jawa Tengah, Bali hingga Mataram dan Lombok Barat.

Saat berbicara dalam konferensi pers online, Jumat malam (21/5/2021), Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan sempat ada 2 gempa susulan setelah guncangan kuat yang pertama. Dua gempa susulan itu berkekuatan M2,9 dan M3,1 dan terjadi dalam kurun satu jam setelah gempa M5,9 terjadi.

Dwikorita mencatat, gempa M5,9 yang mengguncang wilayah Jawa Timur tadi malam merupakan salah satu dari sejumlah gempa kuat dengan pusat di selatan Blitar dan Malang pada masa 120-an tahun terakhir.

Dalam data BMKG, terekam ada 9 gempa kuat dengan dampak merusak yang terjadi sejak tahun 1896 hingga 2021 dan berpusat di kawasan selatan Blitar atau Malang. Gempa pada Jumat malam kemarin merupakan yang kesembilan.

Di antara 9 gempa bumi tersebut, guncangan terkuat mencapai skala VIII-IX MMI, seperti yang terjadi pada 27 September 1937 dan 19 Februari 1967. Sementara kekuatan sembilan gempa itu rata-rata berada di kisaran M5,7 sampai M6,6.

Menurut Dwikorita, riwayat kejadian gempa tersebut menunjukkan bahwa upaya mitigasi bencana gempa perlu menjadi perhatian sejumlah pemerintah daerah (pemda) di pesisir selatan Jatim.

Aktivitas Kegempaan di Selatan Jawa Meningkat

Dia menambahkan, upaya memperkuat langkah mitigasi juga perlu dilakukan oleh pemda-pemda, dengan wilayah kewenangan di pesisir selatan Jawa. Imbauan itu disampaikan Dwikorita sebab ada peningkatan aktivitas kegempaan di selatan Jawa dalam 5 bulan terakhir.

Menurut Dwikorita, peningkatan itu terlihat dari aktivitas kegempaan yang mencapai rata-rata 500 kali setiap bulan dalam kurun Januari-mei 2021. Jumlah itu meningkat dibandingkan kejadian pada 5 bulan pertama 2020 lalu, yang rata-rata hanya 300-an kali. Catatan BMKG itu memasukkan data aktivitas kegempaan yang guncangannya dirasakan maupun tidak.

Selain menyiapkan langkah untuk mengantisipasi kejadian gempa, mitigasi bencana untuk wilayah pesisir selatan Jawa juga perlu mempertimbangkan risiko tsunami. Sebab, dalam sejarah, bencana itu sudah beberapa kali menerpa pesisir selatan Jawa.

Meski begitu, Dwikorita mengingatkan bahwa informasi soal peningkatan aktivitas kegempaan itu seharusnya tidak disikapi dengan kepanikan. Kata dia, informasi itu justru harus ditanggapi dengan cara memperkuat upaya-upaya mitigasi bencana.

"Kami mohon dengan informasi ini, terutama pemerintah daerah di wilayah sepanjang pesisir Jawa maupun provinsi yang memiliki pesisir selatan, perlu mewaspadai [peningkatan] kegempaan yang signifikan," kata Dwikorita.

Mitigasi bencana yang dimaksud oleh Dwikorita adalah memastikan semua bangunan yang berada di kawasan pesisir selatan Jawa memiliki kualitas konstruksi standar tahan gempa. Bangunan yang paling perlu diperhatikan salah satunya adalah fasilitas publik, seperti sekolah dan perkantoran.

Menyiapkan jalur evakuasi warga yang bisa digunakan saat terjadi gempa maupun tsunami tidak kalah penting pula untuk dilakukan oleh pemda-pemda. Imbauan ini disampaikan karena berdasar pengamatan BMKG, belum semua kawasan memiliki jalur evakuasi sesuai standar. Selain itu, ada pula jalur evakuasi yang sudah dibuat, tapi tak terawat sehingga tanda petunjuknya sulit dibaca.

Kata Dwikorita, kedatangan gempa besar tidak bisa diprediksi kapan terjadinya. Karena itu, upaya terbaik dalam menyikapi risiko bencana ialah melakukan mitigasi yang didasari pertimbangan pada skenario terburuk yang mungkin bisa terjadi.

Penyebab Gempa Blitar M5,9 pada 21 Mei 2021

Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Bambang Setiyo Prayitno menjelaskan gempa M5,9 yang mengguncang dengan kuat kawasan Blitar, Malang, dan beberapa daerah lain di Jatim pada Jumat malam (21/5/2021) termasuk gempa bumi menengah.

Berdasarkan data lokasi episentrum dan kedalaman hiposentrumnya, gempa menengah tersebut terjadi akibat subduksi (tumbukan) Lempeng Indo-Australia yang menunjam ke lempeng Eurasia.

"Hasil analisis BMKG menunjukkan bahwa gempa bumi tersebut memiliki mekanisme sesar naik kombinasi geser (oblique thrust fault)," kata Bambang dalam keterangan resminya.

Zona selatan Jawa berada di jalur pertemuan lempeng yang bersifat konvergen (memusat), karena Lempeng Indo-Australia menyusup ke bawah Lempeng Eurasia dengan kecepatan 50-70 mm per tahun, demikian mengutip penjelasan di laman BMKG.

Batas pertemuan kedua lempeng ini ditandai oleh keberadaan palung samudera, terbukti dengan adanya Java Trench (Palung Jawa) di Samudera Hindia.

Sistem subduksi ini mulai menunjam ke bawah di sepanjang palung laut dalam. Oleh karena sudut penunjaman lempeng itu sekitar 20-30 derajat miring ke arah pantai pantai selatan Jawa, zona itu kerap disebut patahan anjak besar atau Megathrust. Zona megathrust adalah sumber gempa besar yang berpotensi memicu tsunami, seperti yang terjadi di Pangandaran pada tahun 2006.

Adanya pergerakan lempeng Indo-Australia menunjam ke lempeng Eurasia membuat zona selatan Jawa menjadi kawasan dengan tingkat potensi gempa bumi tinggi. Kerawanan gempa di wilayah selatan Jawa juga dipicu oleh adanya aktivitas sejumlah sesar di daratan.

Kembali kepada kejadian gempa kuat pada Jumat malam kemarin, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) merilis pula analisis yang menjelaskan penyebab kejadian itu.

"Berdasarkan lokasi pusat gempa bumi, kedalamannya dan data mekanisme sumber dari USGS Amerika Serikat dan GFZ Jerman, kejadian gempa bumi itu diakibatkan oleh aktivitas penunjaman atau disebut juga gempa bumi intraslab, dengan mekanisme sesar naik berarah utara barat laut – selatan tenggara," demikian kesimpulan analisis PVMBG.

"Gempa bumi ini tidak menyebabkan tsunami, karena meskipun berpusat di laut namun energinya tidak cukup kuat untuk menyebabkan deformasi di bawah laut," tulis PVMBG.

Kuatnya guncangan tak cuma dipengaruhi kekuatan gempa. Data PVMBG menunjukkan guncangan gempa Blitar 21 Mei 2021 terasa begitu kuat di banyak wilayah Jawa Timur bagian selatan.

Kawasan itu memiliki morfologi (bentuk daratan) berupa perbukitan, lembah dan dataran pantai. Struktur batuannya terdiri dari batuan berumur Tersier (batuan sedimen, batuan karbonat, batuan rombakan gunungapi) dan endapan Kuarter (endapan aluvial pantai, sungai, rawa).

Sebagian batuan berumur Tersier itu telah mengalami pelapukan dan endapan kuarter sehingga memiliki sifat terurai, lepas, dan belum kompak. Kondisi struktur tanah seperti itu menyebabkan efek guncangan akibat gempa menjadi semakin kuat.

Morfologi perbukitan yang tersusun oleh batuan rombakan gunungapi yang sudah melapuk juga memicu kerentanan terjadi longsor akibat guncangan gempa ataupun curah hujan tinggi.

Dampak Kerusakan Akibat Gempa Blitar 21 Mei 2021

Gempa dengan guncangan kuat hingga setara skala IV dan V MMI pada Jumat malam, 21 Mei 2021 mengakibatkan kerusakan bangunan di sejumlah daerah, terutama Blitar, Malang, Lumajang.

Data BPBD Jatim yang dirilis Badan Nasional Penanggulangan Bencana memuat informasi dampak kerusakan akibat gempa yang diperbaharui hingga pukul 10.00 WIB, Sabtu, 22 Mei 2021.

"Korban luka-luka 2 jiwa, dengan rincian luka berat 1 orang dan 1 lainnya luka ringan. Korban luka berat telah mendapatkan perawatan di fasilitas kesehatan Tirta Husada Wonotirto [Blitar]," begitu tulis Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Raditya Jati.

Laporan data yang masih bersifat sementara dan mungkin masih terus berkembang tersebut juga mencatat total ada 4 rumah rusak berat, 8 rumah rusak sedang, dan 142 rumah rusak ringan di Jawa Timur. Selain itu, 16 fasilitas umum rusak ringan dan 1 lainnya rusak sedang.

Detail data kerusakan akibat gempa Blitar yang dilansir BNPB adalah sebagai berikut.

  • Kabupaten Blitar (2 rumah rusak berat, 6 rumah rusak sedang, 95 rumah rusak ringan, 9 fasilitas umum rusak ringan, 1 fasilitas umum rusak sedang)
  • Kabupaten Malang (1 rumah rusak berat, 26 rumah rusak ringan, 5 fasilitas umum rusak ringan)
  • Kabupaten Lumajang (18 rumah rusak ringan dan 1 rumah berat)
  • Kota Malang (1 rumah rusak ringan)
  • Kabupaten Pasuruan (1 rumah rusak sedang, 1 fasilitas umum rusak ringan
  • Kabupaten Jember (1 fasilitas umum rusak ringan)
  • Kota Blitar (3 rumah rusak ringan)

Data kerusakan sangat mungkin bertambah. Laporan Antara pada Sabtu siang memaparkan data rumah rumah rusak di Kabupaten Malang yang lebih banyak.

Berdasarkan catatan BPBD Kabupaten Malang, ada 90 rumah rusak akibat gempa. Sebanyak 64 rumah di antaranya rusak ringan, 17 rumah rusak sedang, dan 4 rumah rusak berat. Data ini juga masih bersifat sementara.

"Ada sepuluh rumah yang sebelumnya telah terdampak gempa pada 10 April 2021. Kerusakan atau keretakan yang lama, semakin parah," kata Plt Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Malang Sadono, hari ini.

"Untuk fasilitas umum, sampai saat ini tercatat ada 3 tempat ibadah, dan 13 layanan kesehatan, serta 1 balai dusun [yang rusak akibat gempa]," ujar Sadono.

Muhammad Jazuli, warga Desa Jabung, Kabupaten Blitar, Sabtu mengemukakan dampak gempa bumi itu membuat ruangan yang menjadi usaha membuat tempe miliknya rusak berat. Bangunan itu ambruk, sehingga tidak bisa dipakai sementara waktu.

"Tadi malam ambruknya. Saya saat kejadian sedang di rumah orang tua, sedangkan istri dan anak di rumah. Saat itu, istri memasak kedelai. Bahan baku tempe ditinggal ke dalam rumah sebentar, [lalu] ada gempa, tahu-tahu ambruk," kata dia.

Baca juga artikel terkait GEMPA BLITAR atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Agung DH