tirto.id - Banjir bandang lahar dingin melanda lima kabupaten/kota di Sumatera Barat pada Sabtu, 11 Mei 2024.
Ini merupakan bencana alam yang terjadi akibat intensitas hujan tinggi di hulu Gunung Marapi dan memicu aliran lahar hujan.
Lahar dingin adalah aliran lumpur yang terbentuk dari campuran air, abu vulkanik, batu, dan material lainnya yang turun dari lereng gunung setelah terkena hujan atau lelehan salju.
Istilah dingin sendiri digunakan karena lahar ini tidak memiliki panas yang cukup untuk membakar atau menciptakan uap, namun tetap sangat berbahaya karena bisa bergerak dengan cepat dan merusak apa pun yang ada di jalurnya.
Penyebab Banjir Lahar Dingin Sumbar
Curah hujan yang tinggi di wilayah hulu Gunung Marapi menjadi pemicu utama terjadinya banjir lahar dingin tersebut.
Hujan dengan intensitas sedang hingga lebat menyebabkan air hujan menyerap dan menggerus endapan material vulkanik yang kemudian membentuk aliran lahar.
Ditambah lagi wilayah lereng gunung yang curam mempercepat aliran lahar dingin karena memungkinkan air hujan yang mengalir untuk menggerus material vulkanik dengan lebih cepat dan kuat.
Dilansir dari RRI, Dwikorita Karnawati, Kepala Badan Meteorologi dan geofisika (BMKG) mengatakan bahwa getaran gempa kecil juga berperan dalam mengganggu stabilitas lereng gunung, yang dapat menyebabkan longsor dan penumpukan material di daerah hulu sungai.
Ketika air hujan menyerap endapan material ini, lahar dingin terbentuk.
Kombinasi dari faktor-faktor tersebut menyebabkan terjadinya banjir lahar dingin di Sumatera Barat, yang pada gilirannya menyebabkan kerusakan besar dan menimbulkan korban jiwa serta kerugian materi yang besar.
Apa Itu Banjir Lahar Dingin?
Banjir lahar dingin adalah fenomena alam yang biasanya terjadi setelah letusan gunung berapi yang merupakan aliran lumpur, pasir, batu, dan material vulkanik lainnya.
Banjir lahar dingin terjadi ketika hujan melanda daerah yang terpengaruh oleh endapan vulkanik, termasuk lereng gunung berapi di mana air hujan menggerus dan membawa material vulkanik seperti abu vulkanik dan piroklastik dari lereng gunung.
Material ini kemudian mengalir ke lembah-lembah dan sungai-sungai di sekitar Gunung, membentuk aliran lumpur yang sangat berbahaya.
Aliran lahar dingin bergerak dengan kecepatan tinggi, membuatnya sangat sulit untuk dihindari atau dihentikan yang membuatnya sangat berbahaya bagi siapa pun atau apa pun yang berada di jalurnya.
Banjir lahar dingin terdiri dari campuran air, lumpur, pasir, batu, dan material vulkanik lainnya yang membuatnya sangat berat dan mampu merusak struktur bangunan dan infrastruktur lain.
Banjir lahar dingin dapat menyebabkan kerusakan besar pada lingkungan sekitarnya, termasuk pemukiman manusia, pertanian, dan infrastruktur.
Selain banjir lahar dingin itu sendiri, ada juga risiko tambahan seperti longsor, banjir bandang, dan habitat alami yang lenyap.
Bencana alam ini merupakan ancaman serius bagi daerah-daerah yang berada di sekitar gunung berapi aktif.
Oleh karenanya, mitigasi yang tepat, termasuk pemantauan dan peringatan dini, serta pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap banjir lahar dingin, sangat penting untuk melindungi masyarakat dan lingkungan dari bahayanya.
Update Jumlah Korban Banjir Lahar Dingin Sumbar
Jumlah korban tewas akibat banjir lahar dingin hingga Rabu, (15/5) adalah sebanyak 58 orang. Jumlah korban hilang kembali bertambah dari 27 menjadi 35 orang yang semuanya masih dalam proses pencarian.
Selain itu, untuk keluarga terdampak berjumlah 1.543 keluarga dan 33 orang mengalami luka-luka.
Para korban dikonfirmasi berasal dari lima kabupaten/kota terdampak yakni Kabupaten Agam, Tanah Datar, Padang Pariaman, Kota Padang, dan Padang Panjang.
Pusdalops BNPB mencatat sejumlah kecamatan di Kabupaten Agam, Tanah Datar, Padang Panjang dilanda banjir bandang bercampur material lahar hujan pada Sabtu (11/5) malam.
Selanjutnya setelah dilakukan asesmen pada Senin (13/5) diketahui bencana juga melanda wilayah Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Padang.
Bencana tersebut dilaporkan menimbulkan dampak kerusakan yang serius hingga sempat memutus jalur transportasi Padang-Agam-Tanah Datar-Bukittinggi-Solok sehingga ditetapkan dan diberlakukan masa tanggap darurat selama 14 hari ke depan terhitung sejak Senin (13/5).
Penulis: Fajri Ramdhan
Editor: Dipna Videlia Putsanra