tirto.id - Banjir yang terjadi di DKI Jakarta sejak awal tahun 2020 mengakibatkan kerugian bagi warga baik secara fisik maupun materiil. Bahkan banjir menyebabkan hilangnya nyawa sembilan orang dan lebih dari 12.491 warga terpaksa mengungsi.
Tak hanya itu, sejumlah gedung kantor di DKI Jakarta juga terkena dampak banjir. Pada banjir tanggal 1 Januari 2020 saja, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menuturkan sebanyak lima unit gedung kantor milik Kementerian Keuangan yang terimbas banjir.
Kelima gedung itu antara lain Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibitung, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibinong, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bekasi Utara, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bekasi Selatan, dan Balai Laboratorium Bea dan Cukai Tipe A Jakarta.
Hal itu dikatakan oleh Direktur Barang Milik Negara (BMN) Kementerian Keuangan Encep Sudarwan melalui keterangan tertulisnya, Jumat (10/1/2020).
Kemudian berdasarkan catatan Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HPPBI), sejumlah mal terpaksa berhenti beroperasi akibat banjir yang melanda DKI Jakarta. Hal itu semata-mata demi keselamatan pengunjungnya.
Ketua HPPBI Budihardjo Iduansjah menerangkan, salah satunya Mal Taman Anggrek yang terpaksa tutup karena mesin pembangkit listriknya rusak usai terendam banjir.
Bahkan demi menghindari banjir susulan, Mal Taman Anggrek pun membuat tanggul dengan karung sak pasir dan terpal. Sehingga dapat menghindari air masuk ruang pembangkit listrik di lantai paling dasar gedung.
Selain itu, Mal Cipinang dan Lippo Puri Mal juga terpaksa tutup lebih dari sepekan akibat banjir. Berdasarkan perhitungannya, diperkirakan bahwa kerugian yang diderita bisa mencapai Rp15 miliar selama operasional tutup setengah bulan ini.
"Kita target per meter persegi Rp1 juta sampai Rp2 juta per bulan. Ini mereka tutup setengah bulan. Misalnya, Rp500 ribu [tinggal] kali saja. Kalau luas mal ada 30 ribu meter persegi, bisa rugi capai Rp15 miliar selama tutup," kata Budihardjo seperti dikutip Antara, Sabtu (11/1/2020).
Melihat banyaknya gedung yang terkena dampak akibat banjir yang melanda DKI Jakarta. Perlukah gedung menggunakan asuransi untuk melakukan mitigasi?
Asuransi Penting bagi Gedung Terdampak Banjir
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Dody Achmad mengatakan menggunakan asuransi untuk properti bangunan sangat lah penting.
Sebab, menurutnya, asuransi sangat bermanfaat untuk mitigasi risiko jika mengalami kerusakan yang mengakibatkan kerugian finansial tertanggung.
"Termasuk juga untuk risiko banjir," kata dia kepada Tirto, Senin (13/1/2020).
Dody mengatakan keuntungannya pihak yang menggunakan jasa asuransi, dapat mengklaim kerugian yang terjadi atas bencana banjir yang menimpa bangunannya.
Ia menjelaskan langkah-langkah jika pihak pemilik gedung ingin mendaftar asuransi untuk propertinya itu untuk memitigasi risiko banjir. Dalam polis asuransi, dicantumkan risiko apa saja yang dijamin maupun yang dikecualikan oleh perusahaan asuransi.
Maka dari itu, ia menyarankan untuk membeli polis asuransi properi dengan perluasan risiko banjir. Pasalnya, polis standar tidak menjamin tertanggung mendapatkan klaim atas bencana yang menimpanya itu.
Hal itu dikarenakan polis standar properti hanya menjamin risiko terkait kebakaran. Selebihnya ada perluasan risiko gempa bumi, banjir yang biasanya ditempuh dengan polis semua risiko atau all risk.
Kemudian jika suatu saat terkena bencana seperti banjir, tertanggung dapat melaporkan tuntutan klaimnya ke perusahaan penerbit polis asuransi tersebut. Lalu mengikuti proses yang sudah ditentukan.
Setelah itu, perusahaan asuransi dapat menanggung kerugian yang dialami oleh tertanggung akibat bencana banjir yang mereka alami.
"Asuransi juga memberikan penggantian untuk mengembalikan kondisi keuangan seperti kondisi barang sesaat sebelum kerusakan akibat risiko tersebut terjadi," ucapnya.
Hingga saat ini, Doddy mengaku AAUI masih mengkompilasi data-data klaim banjir dari perusahaan-perusahaan asuransi umum. Sejauh ini ia mengaku proses penanganan klaim masih berjalan.
"Sepertinya sebagian besar perusahaan asuransi sudah cukup proaktif dalam menangani klaim banjir ini," terangnya.
Dapat Mengklaim Asuransi
Keuntungan menggunakan asuransi dibuktikan oleh Kementerian Keuangan. Lima unit gedung kantor milik Kementerian Keuangan yang terkena banjir telah dilaporkan kepada Konsorsium Asuransi BMN pada 3 Januari 2020 kemarin.
Sehingga pemerintah bisa mengklaim pertanggungan kerusakan terhadap aset tersebut jika mengalami kerusakan akibat banjir.
Direktur Barang Milik Negara Kementerian Keuangan Encep Sudarwan mengklaim nilai pertanggungan dari aset terkena banjir tersebut total Rp50,6 miliar.
Antara lain dengan rincian Gedung Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibitung dengan nilai pertanggungan Rp8,4 miliar, Gedung Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibinong Rp6,3 miliar, dan Gedung Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bekasi Utara Rp1,5 miliar.
Selain itu, Gedung Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bekasi Selatan Rp24,9 miliar dan Balai Laboratorium Bea dan Cukai Tipe A Jakarta Rp9,5 miliar.
"Diperkirakan tak semua nominal itu akan ditanggung konsorsium asuransi lantaran gedung tidak sampai hancur," kata Encep melalui keterangan tertulisnya, Jumat (10/1/2020).
Sejak tahun 2019, kata Encep, Kementerian Keuangan telah mengasuransikan sebanyak 1.360 barang milik negara senilai Rp10,8 triliun dengan nilai premi Rp21 miliar. Asuransi itu berupa gedung dan bangunan kepada konsorsium asuransi.
Pada tahun 2020, implementasi asuransi BMN rencananya akan dilaksanakan pada 10 Kementerian dan Lembaga. Antara lain Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kementerian Keuangan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Kemudian Badan lnformasi dan Geospasial (BIG), dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Selain itu, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Selanjutnya pada tahun 2021 akan dilaksanakan pada 20 kementerian dan Lembaga. Kemudian pada tahun 2020 pada 49 Kementerian dan Lembaga.
"Lalu pada tahun 2023 pada seluruh Kementerian dan Lembaga," pungkasnya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Maya Saputri