tirto.id - Dengan sisa energi usai merayakan malam pergantian tahun baru 2020, Dian Yuliastuti bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan bagi tiga anak, satu adik, satu keponakan dan satu mantunya. Saat itu cuaca sangat dingin akibat hujan yang mengguyur semalam suntuk.
Sekitar pukul 09.00, Ia mulai menanak nasi. Belum sempat membuat lauk pauk, Bagas Marsdianto, anak sulungnya memintanya untuk menghentikan aktivitasnya dan pergi dari rumah.
“Bu, cepat handphone dicabut-cabutin, diangkat. Takut air kali lebih tinggi. Ibu ke RT 01 saja, ngungsi di sana,” ujar Dian menirukan kembali ucapan Bagas, saat saya temui dua hari pasca-kejadian pada Jumat (3/1/2020).
Bagas lekas bergabung dengan warga kompleks perumahan yang sedang siaga karena debit air Kali Pelayangan berpotensi meluap. Sementara Dian bersama sisa anggota keluarga yang masih berada di rumah, berusaha menuruti perintah Bagas.
“Belum sempat kami keluar rumah. Terdengar suara seperti ledakan. Lalu air bah masuk ke rumah. Kejadiannya cepat sekali,” ujar Dian.
Suara ledakan berasal dari jebolnya tanggul talud Kali Pelayangan yang hanya berjarak kurang dari 50 meter dan memiliki posisi tanah lebih tinggi dari kediamannya. Derasnya aliran sungai membawa serta lumpur dan bebatuan, menjebol sisi kiri tembok rumah Dian yang sudah ditempati sejak awal Perumahan Puri Citayam Permai 2 berdiri pada 2007.
Dian bersama seorang putrinya, adiknya, dan keponakannya bertahan nyaris 1 jam di dalam kepungan air di dalam rumah. Ketinggian air mencapai lehernya atau sekitar satu meter lebih. Mereka akhirnya berhasil dievakuasi warga kompleks lainnya yang tidak terdampak ke Majelis Taklim Bude Munah RT 02/22.
Dian mengalami luka ringan akibat terbentur sejumlah barang. Begitu juga anak perempuannya, Hanny Chandra (21) dan adiknya Maya Andrianti (44). Namun, luka-luka itu tak seberapa bagi Dian, ketimbang rasa penasarannya akan kabar tentang si sulung Bagas.
“Saya cari anak saya, kemana dia. Ternyata ada saksi yang melihat, Bagas jatuh dan terpeleset, keseret air,” ujarnya wanita berusia 51 tahun.
Kontur Blok G2 Perumahan Puri Citayam Permai 2 yang menurun, membuat Bagas terbawa air bah hingga kurang lebih 1 kilometer ke arah aliran kali kecil yang terhubung dengan Sungai Ciliwung.
Saat ditemukan warga sekitar 3 jam pasca-jebolnya tangul, Bagas tak tertolong, Ia mengembuskan napas terakhir di usia 23 tahun.
Dian menjadi salah satu dari 33 Kepala Keluarga dan 140 jiwa yang menjadi korban bencana tersebut. Bencana itu merusak rumah warga dan menghanyutkan satu sepeda motor serta dua buah mobil. Bagas menjadi satu-satunya korban meninggal dunia akibat bencana pada 1 Januari 2020 itu.
Beberapa jam sebelum kejadian nahas tersebut, Ketua RW 22 Blok G2 Perumahan Puri Citayam Permai 2 Sopingi bersama warga lainnya sudah siaga, lantaran hujan yang terus mengucur sejak Selasa (31/12/2019) sore hingga Rabu dini hari. Terlebih lagi Ia mengetahui, air Situ Cibeureum mulai meluber.
Akses buangan air Situ Cibeureum satu-satunya hanya Kali Pelayangan, yang membentangi pemukiman warga termasuk Perumahan Puri Citayam Permai 2. Jika ditaksir jarak antara Situ Cibeureum menuju titik jebol, kurang lebih 2 kilometer.
“Ini kejadian kedua yang kami alami. Termasuk yang cukup parah,” ujarnya pada saya di lokasi, Jumat (3/1/2020).
Sopingi merupakan warga pertama yang mendiami Perumaham Puri Citayam Permai 2 sejak dibangun pada 2007. Ketika memutuskan pindah, Ia tak pernah terpikirkan akan mengalami bencana seperti ini. Pihak pengembang pun tidak mewanti-wanti akan terjadinya banjir sungai.
Terhitung sejak tahun pertama menetap, barulah pada tahun ke empat bencana banjir sungai terjadi. Hal itu disebabkan pendangkalan Kali Pelayangan sehingga tak lagi mampu menampung limpahan air dari Situ Cibeureum.
Pada akhir 2011, untuk pertama kalinya tanggul talud Kali Pelayangan yang berada di atas Blok G2 jebol dan membanjiri kawasan RT 2 RW 22. Namun, saat itu tidak ada korban jiwa dan kerusakan hanya pada aspal jalan yang terkelupas habis.
Setelah kejadian itu, tanggul talud dinaikkan setinggi 80 centimeter. Namun, karena terus menerus mengalami pendangkalan dan lebar kali kurang lebih 5 meter, tanggul talud itu jebol kembali awal 2020. Jarak titik jebol pertama dan titik jebol kedua hanya sekitar 50 meter kurang.
Bencana itu, diakui Sopingi membuat dirinya beserta warga trauma.
“Harapan kami jangan sampai terulang ketiga kali; ada perhatian khusus dari Pemda dan Pusat. Jangan hanya di titik tanggul yang jebol saja, harus dilihat dari ujung ke ujung, diukur betul, biar permanen dan maksimal. Pengerjaannya juga jangan asal-asalan,” ujarnya pria berusia 48 tahun ini.
Meluapnya Situ Cibeureum dan pendangkalan Kali Pelayangan sejauh ini menjadi faktor terjadinya banjir sungai di kawasan Perumahan Puri Citayam Permai 2. Situ Cibeureum merupakan proyek Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang memiliki luas 2,50 hektare dan berlokasi di Kelurahan Rawa Panjang, Kecamatan Bojong Gede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Ketika 1 Januari 2020 meluapkan air hingga menutup akses Jalan Rawa Pulo yang melingkari akses situ dan permukiman warga.
Rosella yang membuka warung mi ayam tepat di sebelah timur Situ Cibeureum dan hanya berjarak kurang dari 50 meter, mengaku kena imbas meluapnya air situ. Ketika itu air merendam warungnya hingga selutut orang dewasa sejak pukul 09.00 dan total surut pukul 17.00.
Padahal letak warung Ella -begitu Ia akrab disapa- terbilang sedikit lebih tinggi dari Jalan Rawa Pulo yang bersebelahan langsung dengan Situ Cibeureum.
“Hujan dari malam tahun baru tuh, terus air situnya meluap. Belum lagi di sana [aliran Kali Pelayangan] ada yang longsor dari atas. Airnya jadi berbalik ke situ dan meluap sampai ke sini, ke Lipi 1. Tapi yang parah Lipi 2 [Perumahan Puri Citayam Permai 2] sampai ada yang meninggal,” ujarnya ketika saya temui di lokasi Situ Cibeureum pada Jumat (3/1/2020).
Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 11 Tahun 2016 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor 2016-2036. Kabupaten Bogor memang diperuntukkan sebagai kawasan permukiman perkotaan kepadatan tinggi sebagai mana yang termaktub dalam Pasal 46 poin (3) huruf (a). Serta menjadi kawasan jaringan drainase sekunder yang berada di daerah padat penduduk dengan blok-blok daerah permukiman yang sempit sebagaimana termaktub dalam Pasal 28 poin (5) huruf (b).
Permukiman Di Ujung Bencana
Urusan Kadiran dengan air kali ini berbeda dengan ketika Ia masih aktif di KKO TNI AL. Ia pernah terlibat Peristiwa Kalabakan saat tensi Indonesia dan Malaysia panas pada 1962-1966. Ia ikut serta dalam rombongan amphibi membentuk beach head dalam peristiwa Timor Timur 1983.
Lalu pada awal 2020, Kadiran dibikin repot oleh banjir yang merendam wilayah rumahnya RT 03 RW 08 Kampung Rawa Panjang, Bojong Gede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
“Sebagai purnawirawan KKO [sekarang Marinir TNI AL], saya sudah terbiasa menghadapi air. Kuncinya jangan panik,” ujarnya pada saya, tiga hari setelah kejadian, Sabtu (4/1/2020).
Kadiran meletakkan televisi tabung 21 inch secara perlahan di atap rumahnya, dibiarkannya sinar matahari menerawang benda lepek itu. Kemudian dengan amat lamban duduk di tengah perabotan rumah yang sama lepeknya.
Wajahnya lesu, bukan karena usia yang menjejak 73 tahun. Dua hari terakhir, Ia bebenah rumah seorang diri pasca-banjir menggulung daerahnya pada 1 Januari 2020. Istrinya membantu seadanya sembari menjaga cucu dan merawat anaknya yang sakit.
Daerah RT 03 RW 08 memiliki kontur yang cekung. Di sisi barat, melintas aliran Kali Pelayangan yang posisinya lebih tinggi dari permukiman warga. Di sebelah utara, berbatasan dengan Blok C Perumahan Puri Citayam Permai 2.
Ketika air Situ Cibeureum meluap dan mengakibatkan limpahan yang dahsyat ke Kali Pelayangan, RT 03 RW 08 terendam hingga setinggi 100 sentimeter lebih. 22 Kepala Keluarga terdampak, beruntung tidak ada korban jiwa. Banjir kemarin membuat kampung itu nampak seperti mangkok, ujar Kadiran.
Banjir juga ditengarai longsor tanggul sisi timur jurang perumahan De Livina, yang posisinya sekitar 3 kilometer dari kediamannya. Reruntuhan longsor bermaterialkan tanah merah dan bebatuan itu menyumbat aliran Kali Pelayangan.
“Karena tanggul De Livina roboh, air mampet, kembali ke setu. Dan ini [air] buangan dari setu,” ujarnya.
De Livina merupakan perumahan yang terletak di Kelurahan Pabuaran, Kecamatan Bojong Gede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Letaknya ada di bagian barat kawasan RT 03 RW 08 Kampung Rawa Panjang, Situ Cibereum, dan Kali Pelayangan. Dengan posisi permukaan tanah lebih tinggi.
Ketua RT 03 RW 08 Latipah juga meyakini hal yang sama, hujan tidak ujug-ujug menyebabkan banjir. Kalau saja tidak diperburuk oleh saluran buang Situ Cibeureum yang bermasalah; pedangkalan dan tanggul yang inkonsisten.
Terlebih lagi ini bukan persoalan baru. Pada 2013, tanggul jurang sisi timur De Livina juga ambruk, reruntuhannya menyumbat Kali Pelayangan dan membikin daerah Latipah tergenang air setinggi 10 sentimeter.
“Kalau dulu nggak pernah banjir ya. Sejak ada perumahan itu [De Livina] banjir,” ujarnya saat saya temui di posko bantuan, Sabtu.
Pada saat yang bersamaan, warga RT 6 RW 2 Perumahan De Livina sedang sibuk membuat selokan air baru, setelah kejadian longsor pada malam tahun baru melenyapkan selokan mereka.
Lokasi RT 6 RW 2 menjadi titik sentral terjadinya kelongsoran yang sudah berlangsung sejak 2011. Happy Budi Baswara selaku perwakilan warga menuturkan, kejadian pertama membikin wilayahnya kehilangan 13 meter luas tanah akibat longsor. Bahkan menghilangkan salah satu rumah warga.
Kejadian kedua berlangsung pada 2013, tepatnya menjelang perayaan hari raya Idul Fitri. Setelah hujan tak henti turun, tanah di lokasi itu kembali longsor.
“Ini tanggung jawabnya Pemda [Kabupaten Bogor]. Karena pengembang sudah menyerahkan, syaratnya semua rumah harus laku dan itu dipenuhi pengembang,” ujarnya di sela-sela kerjabakti, Sabtu.
Sewaktu longsor yang terjadi pada 2011 dan 2013, Budi bersama warga terdampak lainnya sudah coba menyurati pemerintahan daerah namun urung respons. Bantuan pembuatan bronjong justru datang dari pihak pengembang yang sudah tak lagi ada urusan.
Peralihan itu terdokumentasikan dalam Berita Acara Serah Terima Prasarana, Sarana dan Utilitas No.648.11/763/DTBP/2011 tanggal 29 Desember 2011. Yang ditandatangani oleh Rachmat Yasin selaku Bupati Kabupaten Bogor kala itu sebagai Pihak Kedua dan pemilik De Livina, Sinis Munandar sebagai Pihak Kesatu.
Ketika hujan mengguyur permukimannya pada 1 Januari 2020 kemarin, tanah kembali longsor. Budi mengatakan 2 meter luas tanah ambruk ke aliran Kali Pelayangan. Batas jurang makin dekat dengan dua rumah terakhir di lokasi tersebut.
Ia tak memungkiri kejadian banjir yang terjadi di permukiman sepanjang Kali Pelayangan diakibatkan wilayahnya.
“Aliran ini [Kali Pelayangan] tertutup, sebelah sana terdampak lagi. Sampai ada yang meninggal dunia. Gara-gara di sini,” ujarnya kepada saya di sela-sela kerjabakti, Sabtu.
Namun, Ia dan warga lainnya tak kuasa. Untuk membuat selokan baru yang hilang karena longsor saja, warga bekerja kolektif.
Jika waga Perumahan Puri Citayam Permai 2 dan Kampung Rawa Panjang ketar-ketir dirundung banjir saat hujan. Budi dan warga De Livina juga was-was kelongsoran tanah akan kembali terjadi. Ia berharap pemerintah dalam hal ini Kabupaten Bogor bertindak cekatan menyelesaikan persoalan.
Budi juga berharap ada itikad pemerintah untuk membuat tanggul permanen semisal bronjong atau turap untuk menjadi tanggul jurang. Sebab jika debit air Situ Cibeureum sedang banyak, dikhawatirkan akan menggerus bagian bawah sisi timur De Livina.
“Itu menggerus bagian jurang perumahan ini. Abis di bawah. Apa harus makan korban jiwa dulu?” tandasnya.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Mawa Kresna