tirto.id - Terpidana kasus suap hakim OC Kaligis mengajukan upaya hukum luar biasa peninjauan kembali (PK) untuk kedua kalinya ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Senin (25/3/2019). Pengacara kondang itu mengajukan PK lantaran hakim agung Artidjo Alkostar telah purnatugas.
"Sekarang sudah enggak ada. Artidjo kan tidak pernah mau melihat fakta hukum dan artinya mengenai UU yang berlaku," kata OC Kaligis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (25/3/2019).
Ia pun mengakui memang banyak terpidana korupsi lainnya mengajukan upaya hukum PK setelah Artidjo pensiun. Ia menilai hal itu lantaran banyak putusan Artidjo yang bermasalah.
"Bukan cuma saya yang katakan, Ketua MK Hamdan Zulva mengatakan ada 17 putusan Artidjo yang mesti dieksaminasi," ujarnya.
Lebih lanjut OC Kaligis menjelaskan, dalam putusan PK-nya yang pertama hakim mengatakan bahwa Moh. Yagari Bhastara Guntur jauh lebih besar dari dirinya. Hal itu tertuang dalam salinan putusan halaman 317 butir 2 dan 3.
"Jadi hukuman saya mestinya paling kurang sama dengan si Gari karena dia berperan. Kenyataannya saya dihukum 10 tahun, Gari cuma 2 tahun," kata Kaligis.
Kaligis beranggapan disparitas hukuman yang begitu jauh antara dirinya dan para terpidana lainnya sangat tidak adil.
Selain itu, ia pun mengeluhkan usianya yang saat ini sudah 77 tahun dan sudah sering mengalami sakit.
"Ada peraturan Menkumham itu sudah termasuk usia yang lansia yang rawan, karena kebanyakan orang meninggal antara 75 sampai umur 80," ujarnya.
OC Kaligis sebelumnya divonis 10 tahun penjara oleh Mahkamah Agung. Ia dinyatakan terbukti bersalah melanggar pasal 6 ayat 1 huruf a UU No 31 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Ia dikatakan telah menyuap Tripeni Irianto Putro selaku ketua majelis hakim PTUN Medan sebesar 5 ribu dolar Singapura dan 15 ribu dolar AS, dua anggota majelis hakim yaitu Dermawan Ginting dan Amir Fauzi masing-masing 5 ribu dolar AS serta Syamsir Yusfan selaku Panitera PTUN Medan sebesar 2 ribu dolar AS sehingga totalnya 27 ribu dolar AS dan 5 ribu dolar Singapura.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Maya Saputri