Menuju konten utama

Penomoran UU Baru KPK di Kemenkumham Dinilai Janggal

Penomoran UU baru KPK sudah tersebar tapi isinya belum disebarluaskan ke publik.

Penomoran UU Baru KPK di Kemenkumham Dinilai Janggal
Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo (kiri) didampingi Penasihat organisasi, Yudhi (kanan) memberikan pernyataan sikap mereka atas aksi teror terhadap dua pimpinan KPK di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (9/1/2019). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

tirto.id -

Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK Yudi Purnomo menyoroti tindakan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang telah resmi mencatat revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) ke Lembaran Negara sebagai UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK.

Hal tersebut menurutnya janggal sebab nomor UU tersebut sudah tersebar tetapi isinya belum disebarluaskan kepada publik maupun KPK.

"Nomornya sudah disebar, tapi isinya apa kita enggak tahu. Pasti banyak orang yang mempertanyakan, UU telah berlaku tapi masih ada revisi. Dengan tidak ada hasil UU yang jelas," ucapnya kepada Tirto, Jumat (18/10/2019).

Padahal, jika isi UU tersebut belum disebarkan ke publik, artinya regulasi tersebut masih diotentifikasi. WP KPK pun menilai pemerintah terlalu terburu-buru memberi nomor terhadap UU baKPK tersebut.

"UU ini [KPK] tidak boleh main-main, ini nasib amanat reformasi 98, harapan masyarakat. Dari awal sayangnya KPK tidak dilibatkan, coba diajak, kan baik tidak mungkin seperti ini," imbuhnya.

Lantaran itu lah, Yudi menyarankan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengeluarkan Peraturan Pengganti Perundang-undangan (Perppu) untuk membatalkan UU yang dinilai melemahkan lembaga antirasuah tersebut.

KPK sebelumnya mengidentifikasi 26 hal yang berisiko melemahkan KPK dalam revisi UU nomor 20 tahun 2002 tersebut.

Poin pelemahan itu, misalnya, memasukkan KPK ke rumpun eksekutif yang akan mengurangi independensi KPK. Di samping itu, pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara sehingga ada risiko independensi terhadap pengangkatan, pergeseran dan mutasi pegawai saat menjalankan tugasnya.

"Waktunya kapan, kami minta presiden secepatnya. Dari kami sejumlah pihak berharap Perppu adalah solusi. Jangan sampai KPK dilemahkan dan kasihan nasib Pemberantasan Korupsi ke depan," imbuhnya.

Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia resmi mencatat revisi UU KPK ke Lembaran Negara sebagai UU Nomor 19 Tahun 2019.

Hal tersebut dikonfirmasi Direktur Jenderal Perundang-undangan Kemenkumham Widodo Ekatjahjana.“Revisi UU KPK sudah tercatat dalam Lembaran Negara sebagai UU No 19 Tahun 2019 mengenai Perubahan UU KPK, sudah diundangkan di Lembaran Negara Nomor 197 dengan nomor Tambahan Lembar Negara (TLN): 6409 tertanggal 17 Oktober 2019,” ujarnya seperti dikutip Antara, Jumat (18/10/2019).

Sebelumnya, hingga 17 Oktober 2019 atau 30 hari sejak revisi UU KPK disahkan di DPR, tidak ada pihak yang menyampaikan revisi tersebut sudah resmi diundangkan.

Padahal menurut Pasal 73 ayat (2) UU 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan meski tak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 hari sejak RUU tersebut disetujui.

Seharusnya, UU KPK versi revisi pun otomatis berlaku pada 17 Oktober 2019. Namun salinan UU No 19 tahun 2019 itu, menurut Widodo, masih belum dapat disebarluaskan karena masih diteliti oleh Sekretariat Negara.

“Salinan UU masih diotentifikasi oleh Sekretariat Negara. Setelah itu baru kita publikasikan di website,” kata Widodo.

Baca juga artikel terkait REVISI UU KPK atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Hukum
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Hendra Friana