tirto.id -
Hal tersebut menurutnya janggal sebab nomor UU tersebut sudah tersebar tetapi isinya belum disebarluaskan kepada publik maupun KPK.
"Nomornya sudah disebar, tapi isinya apa kita enggak tahu. Pasti banyak orang yang mempertanyakan, UU telah berlaku tapi masih ada revisi. Dengan tidak ada hasil UU yang jelas," ucapnya kepada Tirto, Jumat (18/10/2019).
Padahal, jika isi UU tersebut belum disebarkan ke publik, artinya regulasi tersebut masih diotentifikasi. WP KPK pun menilai pemerintah terlalu terburu-buru memberi nomor terhadap UU baKPK tersebut.
"UU ini [KPK] tidak boleh main-main, ini nasib amanat reformasi 98, harapan masyarakat. Dari awal sayangnya KPK tidak dilibatkan, coba diajak, kan baik tidak mungkin seperti ini," imbuhnya.
Lantaran itu lah, Yudi menyarankan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengeluarkan Peraturan Pengganti Perundang-undangan (Perppu) untuk membatalkan UU yang dinilai melemahkan lembaga antirasuah tersebut.
KPK sebelumnya mengidentifikasi 26 hal yang berisiko melemahkan KPK dalam revisi UU nomor 20 tahun 2002 tersebut.
Poin pelemahan itu, misalnya, memasukkan KPK ke rumpun eksekutif yang akan mengurangi independensi KPK. Di samping itu, pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara sehingga ada risiko independensi terhadap pengangkatan, pergeseran dan mutasi pegawai saat menjalankan tugasnya.
"Waktunya kapan, kami minta presiden secepatnya. Dari kami sejumlah pihak berharap Perppu adalah solusi. Jangan sampai KPK dilemahkan dan kasihan nasib Pemberantasan Korupsi ke depan," imbuhnya.
Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia resmi mencatat revisi UU KPK ke Lembaran Negara sebagai UU Nomor 19 Tahun 2019.
Hal tersebut dikonfirmasi Direktur Jenderal Perundang-undangan Kemenkumham Widodo Ekatjahjana.“Revisi UU KPK sudah tercatat dalam Lembaran Negara sebagai UU No 19 Tahun 2019 mengenai Perubahan UU KPK, sudah diundangkan di Lembaran Negara Nomor 197 dengan nomor Tambahan Lembar Negara (TLN): 6409 tertanggal 17 Oktober 2019,” ujarnya seperti dikutip Antara, Jumat (18/10/2019).
Sebelumnya, hingga 17 Oktober 2019 atau 30 hari sejak revisi UU KPK disahkan di DPR, tidak ada pihak yang menyampaikan revisi tersebut sudah resmi diundangkan.
Padahal menurut Pasal 73 ayat (2) UU 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan meski tak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 hari sejak RUU tersebut disetujui.
Seharusnya, UU KPK versi revisi pun otomatis berlaku pada 17 Oktober 2019. Namun salinan UU No 19 tahun 2019 itu, menurut Widodo, masih belum dapat disebarluaskan karena masih diteliti oleh Sekretariat Negara.
“Salinan UU masih diotentifikasi oleh Sekretariat Negara. Setelah itu baru kita publikasikan di website,” kata Widodo.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Hendra Friana