tirto.id - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkap para pengusaha batu bara di dalam negeri lebih memilih untuk terkena sanksi dan membayar denda dibandingkan harus memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kondisi tersebut terjadi imbas harga batu bara di pasar internasional jauh lebih tinggi yaitu 300-400 dolar AS per ton, dibanding Indonesia yang harganya dibatasi hanya di 70 dolar AS per ton.
“Perusahaan cenderung untuk mendapatkan yang lebih baik karena adanya disparitas harga yang sedemikian besar. Ini mengakibatkan potensi industri di dalam negeri bisa mengalami kekurangan. Kemudian sanksi berupa pembayaran kompensasi dengan tarif kecil dan pembayaran denda bagi yang melanggar kontrak mengakibatkan perusahaan batu bara cenderung untuk memilih membayar denda sanksi dan kompensasi dibandingkan dengan nilai ekspor yang bisa diperoleh,” kata Arifin dalam rapat bersama DPR, Selasa (9/8/2022).
Dia menuturkan pengusaha memiliki kecenderungan untuk menghindari kontrak dengan industri di dalam negeri. Karena itu, Arifin menilai pemerintah perlu membuat kebijakan baru untuk menjamin ketersediaan pasokan batu bara di dalam negeri. Salah satunya melalui penghimpunan penyaluran dana kompensasi melalui badan layanan usaha (BLU) DMO batu bara. Di samping itu perlu juga aturan untuk menjaga kualitas batu bara untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.
Tetapi, Arifin mengakui pembentukan entitas khusus batu bara tersebut belum mendapatkan persetujuan. Lantaran masih ada perdebatan payung hukum, apakah dalam dibentuk dalam peraturan pemerintah atau peraturan presiden.
“Progres pembentukan entitas khusus batu bara adalah izin prakarsa belum mendapatkan persetujuan saat ini karena masih ada perdebatan payung hukum dalam bentuk peraturan pemerintah atau peraturan presiden. Kemudian telah dilakukan rapat klarifikasi untuk membahas izin prakarsa yang diminta dan diperlukan penjelasan tambahan Ini dalam proses ya,” tandasnya.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Intan Umbari Prihatin