Menuju konten utama

Pengusaha Penyedia Helikopter AW-101 Dituntut 15 Tahun Penjara

Irfan juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp177 miliar sesuai yang ia dapatkan dari perbuatan pidana.

Terdakwa kasus korupsi pengadaan helikopter AW-101 Irfan Kurnia Saleh alias Jhon Irfan Kenway mengikuti sidang dengan agenda pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Tipkor, Jakarta, Senin (30/1/2023). Jhon Irfan Kenway dituntut 15 tahun penjara denda Rp.1miliar subsider enam bulan. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc.

tirto.id - Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh dituntut 15 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai Irfan terbukti melakukan korupsi Pengadaan Helikopter Angkut AW-101 di TNI Angkatan Udara Tahun 2016 dengan nilai kerugian keuangan negara sebesar Rp738,9 miliar.

"Menyatakan terdakwa John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh alias Irfan Kurnia telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan pertama. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa John Irfan dengan pidana penjara selama 15 tahun dan pidana denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Ariawan Agustiartono di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Senin (30/1/2023) dilansir dari Antara.

Irfan disebut JPU KPK melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan pertama dari pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Irfan juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar uang yang ia dapatkan dari perbuatan pidana.

"Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa Irfan Kurnia untuk membayar uang pengganti sebesar Rp177.712.972.054,6 miliar dengan ketentuan apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti selamat-lambatnya satu bulan setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terdakwa tidak memiliki harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terpidana akan dipenjara selama 5 tahun," ucap jaksa.

JPU KPK menyebut sejumlah hal yang memberatkan dalam perbuatan Irfan yaitu tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, perbuatannya merugikan masyarakat terhadap lembaga negara atau pemerintah, dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan.

"Hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa memiliki tanggungan keluarga," tambah jaksa.

Dalam perbuatan ini, pagu Anggaran Kementerian Pertahanan dan TNI AU TA 2016 adalah Rp13,313 triliun dan sebesar Rp742,5 miliar dialokasikan untuk pengadaan helikopter VIP/VVIP Presiden.

Irfan Kurnia lalu melakukan pendekatan ke Asisten Perencanaan dan Anggaran (ASRENA) Kasau TNI AU Mohammad Syafei pada Mei 2015 dan membicarakan agar helikopter AW 101 dapat diterbangkan pada acara HUT TNI AU pada 4 April 2016.

Maka pada 14 Oktober 2015, Irfan langsung memesan 1 unit Helikopter VVIP AW-101 kepada Perusahaan AgustaWestland, dan pada 15 Oktober 2015 ia membayar uang tanda jadi sebesar 1 juta dolar AS atau Rp13.318.535.000 atas nama PT Diratama Jaya Mandiri kepada AgustaWestland, padahal belum ada pengadaan Helikopter VVIP di lingkungan TNI AU.

Helikopter itu sesungguhnya adalah helikopter AW-101 Nomor Seri Produksi (MSN) 50248 yang selesai diproduksi pada 2012 dengan konfigurasi VVIP yang merupakan pesanan Angkatan Udara India.

Dalam rapat kabinet terbatas 3 Desember 2015, Presiden Joko Widodo meminta agar pembelian Heli AW 101 tidak dilakukan karena kondisi ekonomi tidak normal sehingga anggaran heli VVIP RI1 diblokir sebesar Rp742,5 miliar.

Namun, karena Irfan telah memesan heli AW 101 dan sudah membayar tanda jadi maka Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Agus Supriatna, melalui Asrena Kasau TNI AU Supriyanto Basuki membuat usulan perubahan pengadaan yang semula pengadaan helikopter VVIP RI-1 menjadi helikopter Angkut Berat, meski spesifikasi hanya ditambahkan "Cargo Door on the starboard side" dengan harga usulan Rp742.475.410.040.

Heribertus selaku KADISADAAU TNI AU sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) lalu membuat Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dan langsung menyebut Helikopter merek AW-101 sebagaimana arahan Agus Supriatna dengan estimasi harga total sebesar Rp739.186.746.815,30 meski saat itu pagu anggaran pengadaan helikopter masih diblokir.

Irfan lalu menyiapkan 2 perusahaan untuk dijadikan peserta lelang yaitu PT Diratama Jaya Mandiri sebagai perusahaan pemenang dan PT Karsa Cipta Gemilang sebagai perusahaan pendamping. Disiapkan juga perusahaan Lejardo, Pte. Ltd. di Singapura sebagai perusahaan yang seolah-olah punya kontrak dengan Leonardo (AgustaWestland) untuk pengadaan helikopter AW-101. Padahal Lejardo, Pte. Ltd., tidak punya pengalaman pekerjaan terkait pengadaan pesawat helikopter.

Untuk memenuhi spesifikasi teknis sebagai helikopter angkut, Helikopter AW-101 seri 600 dengan konfigurasi VVIP yang telah dipesan Irfan juga diubah interior-nya seolah-olah menjadi helikopter angkut.

Pada 27 Juni 2016, pemblokiran anggaran pengadaan helikopter AW-101 dibuka dan pada 29 Juli 2016, Agus Supriatna lalu mengirim surat kepada Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu selaku Ketua Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) tentang Rencana Pembelian Helikopter AW-101 meski sudah ada penetapan pemenang pengadaan dan penandatanganan kontrak senilai Rp738,9 miliar.

Pada 18 Juli 2016 KADISADAU Fachri Adamy kemudian menetapkan PT Diratama Jaya Mandiri sebagai pemenang pengadaan Helikopter Angkut AW 101 senilai Rp738,9 miliar.

Dari pembayaran tahap 1 yaitu senilai Rp436.689.900.000 pada 5 September 2016, sebesar 4 persen yaitu Rp17,733 miliar dipergunakan sebagai Dana Komando (DAKO/DK) untuk Agus Supriatna sehingga pembayaran untuk PT Diratama Jaya Mandiri hanya sebesar Rp418.956.300.000.

Sigit Suwastono lalu mengambil Dana Komando Rp17,733 miliar dan diserahkan kepada kepala pemegang kas Mabes TNI AU Wisnu Wicaksono lalu melaporkannya kepada Agus Supriatna. Agus Supriatna juga memerintahkan Wisnu Wicaksono membuat 8 rekening deposito dalam rentang waktu 9 November 2016 - 23 Maret 2017 senilai total Rp15.017.250.000 yang seluruhnya atas nama Dewi Liasaroh. Selain itu, ada uang tunai berbentuk 800 ribu dolar AS dalam brankas.

TNI AU lalu membayarkan sisa pembayaran kepada PT Diratama Jaya Mandiri yaitu pada pada 22 Desember 2016 senilai Rp284.987.920.909 dan pada 2 Februari 2017 sebesar Rp145.563.300.000.

AgustaWestland selaku pabrikan Helikopter AW-101 telah menerima pembayaran dari PT Diratama Jaya Mandiri sebesar 29,5 juta dolar AS atau senilai Rp391.616.035.000. Sedangkan Lejardo PTe LTD menerima uang tidak sah dari PT Diratama Jaya Mandiri sebesar 14.490.826,37 dolar AS atau senilai Rp192.657.494.088,87. Lejardo PTe LTD lalu mengirimkan kembali uang sebesar 3.539.990 dolar AS kepada PT Diratama Jaya Mandiri.

Padahal berdasarkan surat dari Komite Pemeriksa Materiel (KPM) kepada Kasau pada 22 Maret 2017, ditemukan 12 kekurangan pada Helikopter Angkut AW-101 termasuk kekurangan 14 kursi di dalam helikopter.

Atas perbuatannya tersebut, Irfan Kurnia mendapatkan keuntungan senilai Rp183.207.870.911,13; Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Januari 2015 - Januari 2017 Agus Supriatna sebesar Rp17.733.600.000; Perusahaaan AgustaWestland sebesar 29,5 juta dolar AS atau senilai Rp391.616.035.000 dan Lejardo. Pte.Ltd., sebesar 10.950.826,37 dolar AS atau senilai Rp146.342.494.088,87.

Sehingga total kerugian negara adalah sebesar Rp738,9 miliar sebagaimana Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Pengadaan Helikopter Angkut AW-101 di TNI Angkatan Udara Tahun 2016 yang dilakukan oleh ahli dari Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi pada KPK Nomor: LHA-AF-05/DNA/08/2022 Tanggal 31 Agustus 2022.

Jumlah kerugian itu dikurangi dengan nilai pengembalian ke kas negara pada 7 November 2019 sebesar Rp31.689.290.000, penyitaan senilai Rp139.424.620.909 serta pembayaran kepada AgustaWestland oleh PT Diratama Jaya Mandiri sebesar 29,5 juta dolar AS atau senilai Rp391.616.035.000 sehingga total seluruhnya Rp562.729.945.909. Namun, masih ada jasa giro/bank lintas tahun sebesar Rp1.542.917.963,6 sehingga total kekurangan uang pengganti yang dibebankan ke Irfan Kurnia adalah Rp177.712.972.054,60.

Baca juga artikel terkait KORUPSI HELIKOPTER AW101

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Editor: Bayu Septianto
-->