tirto.id - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan hampir 200 ribu orang menjejali Pasar Tanah Abang di Jakarta Pusat pada akhir pekan lalu. Pada Sabtu 1 Mei sebanyak 87 ribu, lalu sehari kemudian "diperkirakan sekitar 100 ribu".
Sebetulnya sejumlah pusat perbelanjaan di Jakarta sudah ramai sejak lama. Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Stefanus Ridwan mengatakan tiga mal yang dikelolanya, yaitu Kota Kasablanka, Blok M Plaza, dan Gandaria City kini telah mengalami lonjakan kunjungan sampai 50%.
“Sejak pertengahan Maret itu mulai ramai, kemudian April juga makin ramai. Kunjungan naik 50%,” kata dia kepada reporter Tirto, Senin (3/5/2021). “Jadi ramai lagi sama yang belanja dan buka puasa,” ujar dia.
Mandiri Institute menyebut, angka kunjungan ke pusat belanja dan restoran melonjak menembus batas 100 persen pada jam-jam sibuk bulan Ramadan 2021. Secara spesifik, kunjungan ke pusat belanja pada awal April 2021 telah mencapai 128 persen dibandingkan dengan kapasitas normal di jam-jam sibuk. Monitoring tingkat kunjungan ini dilakukan terhadap 5.872 tempat belanja yang tersebar di 9 kota besar.
"Lonjakan kunjungan ke tempat belanja di Makassar dan DKI Jakarta merupakan kontributor utama lonjakan kunjungan secara nasional," kata Head of Mandiri Institute Teguh Yudo Wicaksono seperti dilansir dari Antara.
Menurut Yudo, aktivitas di bulan Ramadan dan relaksasi jam operasional tempat belanja menyebabkan kenaikan kunjungan ke pusat belanja. Selain itu, adanya normalisasi aktivitas perkantoran juga mendorong kenaikan kunjungan ke mal.
Secara perlahan, sektor retail memang mulai menggeliat meski masih jauh jika dibandingkan level sebelum pandemi. Data Survei Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia menunjukkan penjualan ritel memang meningkat; membaik mulai Februari lalu. Meski masih terkontraksi, akan tetapi tekanannya mulai mengecil.
Indeks Penjualan Riil (IPR) Februari memang masih kontraksi 2,7% menjadi 177,1, akan tetapi membaik dibandingkan Januari yang kontraksi 4,3% (month to month/mtm). Responden menyatakan perbaikan didorong oleh permintaan masyarakat yang meningkat saat Imlek dan libur nasional. Perbaikan terjadi pada sebagian besar kelompok barang seperti BBM, perlengkapan rumah tangga, serta suku cadang dan aksesoris.
Tren diperkirakan membaik pada Maret dengan IPR diproyeksikan tumbuh 2,9 persen secara mtm. Secara tahunan, pada Maret diperkirakan penjualan eceran akan membaik meski masih kontraksi, yakni menjadi -17,1% dibandingkan sebelumnya -18,1%, dengan perbaikan diperkirakan terjadi di seluruh komponen.
Selama Februari, kontraksi memang lebih dalam karena terjadinya penurunan penjualan kelompok makanan, minuman, dan tembakau.
Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Sarman Simanjorang mengatakan meski di atas kertas nampak positif, kondisi ini belum menandakan daya beli mulai pulih. “Karena jelang Lebaran itu biasanya memang selalu ramai orang belanja,” kata dia kepada reporter Tirto, Senin. “Ini adalah rutinitas, bukan pulihnya daya beli,” tambahnya.
Pernyataannya terkonfirmasi lewat kinerja perusahaan-perusahaan retail sandang seperti PT Matahari Putra Prima Tbk dan PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk pada triwulan I-2021. Pada triwulan I-2020, kinerja umumnya masih positif karena belum ada pemberlakuan pembatasan kegiatan akibat pandemi. Namun, pada triwulan II-2020 hingga triwulan I-2021, dampak mulai terasa.
Ramayana, misalnya, per 31 Maret hanya membukukan pendapatan Rp490,941 miliar atau turun hingga 46% dibandingkan pendapatan pada triwulan I-2020 yang mencapai Rp916,134 miliar. Ramayana mencetak rugi hingga Rp85,667 miliar dibandingkan laba sebesar Rp13,296 miliar pada kuartal I-2020.
Sementara PT Matahari Putra Prima Tbk mencatat pendapatan bersih masih turun hingga 25% menjadi Rp1,162 triliun pada kuartal I-2021. Perseroan juga masih mencetak rugi bersih hingga Rp 95 miliar. Matahari berniat untuk menutup 13 gerainya pada tahun ini sebagai upaya restrukturisasi.
Dalam paparan kinerja triwulan I-2021, manajemen Matahari mengatakan saat ini memang sudah ada sedikit perkembangan pemulihan, meski lalu lintas masih belum mencapai level sebelum krisis. Namun, karena ketidakpastian yang masih ada, perusahaan masih berupaya untuk mengendalikan pengeluaran dan belanja modal.
Karena musiman, Saraman memprediksi fenomena seperti di Tanah Abang tidak akan terulang setelah Lebaran. “Habis lebaran ini menurut kami belum [pemulihan daya beli]. Ini kan dampak THR, ya. Tahun lalu THR terbatas, kalau sekarang kan sudah banyak [pengusaha] yang mampu bayar,” kata dia.
Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budiardjo Iduansjah memprediksi ramai atau tidaknya pusat perbelanjaan setelah Lebaran akan sangat “tergantung dari jumlah kasus yang tercatat”. “Kalau [penularan] rendah, perekonomian di pusat belanja akan bisa jalan. Kalau makin parah, ya, siap-siap saja akan ada pengetatan lagi dan sektor usaha akan setop lagi.”
Kemungkinan kedualah yang lebih mungkin terjadi. Fakta bahwa pemerintah tak melarang mobilitas di wilayah anglomerasi dan bahkan memfasilitasi tempat wisata, bagi para epidemiolog, adalah faktor yang dapat memperparah kasus COVID-19.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Rio Apinino