tirto.id - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berencana menghapus pajak sepeda motor dan penerapan SIM seumur hidup yang ditetapkan lewat Undang-Undang. Wakil Ketua Tim Pemenangan Pemilu PKS Al Muzzamil Yusuf mengatakan usulan ini perlu direalisasikan demi mengurangi beban hidup masyarakat.
"Kebijakan ini akan meringankan beban hidup rakyat. Data-data menunjukkan beban hidup rakyat semakin berat," kata Almuzzamil di kantor DPP PKS, Jakarta, Kamis (22/11/2018).
Pernyataan Al Muzzamil dipertegas Sekretaris Bidang Ekonomi Keuangan dan Bidang Ekonomi PKS Handi Risza. Katanya, kebijakan ini akan berdampak langsung ke masyarakat. Dan itu cukup signifikan, katanya.
"Kalau beban itu dihilangkan sangat signifikan bagi masyarakat yang selama ini mungkin tidak mendapat insentif yang memadai dari pemerintah," kata Hendi di tempat dan waktu yang sama.
Kekhawatiran jika penghapusan ini benar-benar terjadi berpotensi mengurangi penerimaan negara juga dibantah Handi. Ia menyebut penerimaan negara bukan pajak dari perpanjangan SIM hanya sekitar Rp1,2 triliun—angka yang menurutnya kecil.
Tidak Disambut Positif
Niat ini tidak direspons positif pegiat transportasi. Salah satunya oleh dosen Teknik Sipil UI yang juga Ketua Komisi Hukum dan Humas Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Ellen Sophie Wulan Tangkudung.
Ellen menilai jika pajak dihapus, masyarakat akan lebih mudah membeli motor. Jika itu terjadi, jalanan akan semakin macet. Ini jelas kontradiktif dengan cita-cita mewujudkan sistem transportasi umum yang masif dan jadi masalah baru.
"Kalau pajak kendaraan bermotor dihapuskan berarti lebih murah lagi beli sepeda motor. [Jalanan] kota besar akan semakin macet," kata Ellen kepada reporter Tirto.
"Memang jalan kayak karet? Kan, enggak," kata Ellen menambahkan sembari merujuk pada jomplangnya pertumbuhan jalanan dengan kendaraan.
Ellen juga memandang penghapusan pajak dengan dalil meringankan beban masyarakat kurang tepat. Sebab, katanya, biaya operasional motor akan tetap ditanggung pengguna, dan itu lebih besar ketimbang pakai kendaraan umum.
"Jadi kalau misalnya mau mengurangi beban berat masyarakat itu, kurangi biaya transportasinya. Yang jadi kewajiban pemerintah sesuai Undang-Undang adalah penyediaan angkutan umum, enggak mengurusi kendaraan pribadi," kata Ellen.
Pada sisi lain, pajak kendaraan bisa digunakan untuk kepentingan lain seperti pembangunan transportasi umum.
Yakin Tak Macet
PKS yakin apa yang dikhawatirkan orang-orang seperti Ellen tak bakal kejadian.
Direktur Politik PKS Pipin Sopian mengatakan PKS sudah riset sebelum mengumumkan rencana ini. Dari riset itu, ia menyebut kendaraan roda empat lah yang membikin kemacetan, bukan roda dua.
"Kami dapatkan [kesimpulan] yang membuat kemacetan itu adalah kendaraan roda empat dibandingkan dengan kendaraan roda dua," kata Pipin.
Pipin pun membandingkan kereta listrik dengan ojek daring. Dalam satu pekan, klaimnya, ojek daring bisa membawa dua kali lipat dari total penumpang kereta listrik.
Ia menyebut jumlah penumpang ojek daring mencapai 15 juta per per pekan, sementara kereta listrik hanya 7 juta (data resmi 1.001.438 per hari).
"Jadi keberpihakan kami kepada roda dua ini sangat rasional dan betul-betul dibutuhkan," aku Pipin.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Rio Apinino