tirto.id - Komisioner KPAI Retno Listyarti menyoroti langkah penggusuran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di kawasan Sunter, Jakarta Utara, yang berpotensi mengabaikan hak dan kepentingan anak dalam prosesnya.
Penggusuran berlangsung di kawasan Jl. Sunter Agung Perkasa VIII, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara pada Kamis (14/11/2019) lalu.
"KPAI menyampaikan keprihatinan atas anak-anak Korban penggusuran di Sunter yang hak atas pendidikan berpotensi terlanggar, karena penggusuran dilakukan tanpa berperspektif kepentingan terbaik bagi anak," ungkap Retno kepada reporter Tirto pada Jumat (22/11/2019).
"Misalnya, tidak mempertimbangkan bahwa anak-anak yang tergusur sebentar lagi harus mengikuti penilaian akhir semester di sekolahnya," lanjutnya.
KPAI juga menyoroti masalah dampak psikologis anak-anak pasca penggusuran. Sebagai kota layak anak, menurut KPAI, harusnya hal ini juga jadi perhatian Pemprov DKI Jakarta yang.
"Mengingat hak atas pendidikan juga merupakan hak dasar yang tetap harus dipenuhi pemerintah dalam kondisi apapun," tegas Retno.
Meski belum ada pengaduan dari warga, Retno bilang pihaknya akan segera bersurat ke Pemprov DKI Jakarta yang ditembuskan ke Dinas Pendidikan dan Dinas PPAPP. Surat tersebut meminta Pemprov DKI untuk memberikan hak anak atas pendidikan dan rehabilitasi psikologis.
"Bantuan seragam dan buku juga harus dipenuhi karena banyak anak tak sempat menyelamatkan baju dan peralatan serta perlengkapan sekolahnya," tegas Retno.
Salah seorang korban penggusuran, Tuminah (40), menyampaikan bahwa tiga anaknya terpaksa berhenti sekolah selepas penggusuran.
Alasannya, seluruh perlengkapan sekolah, raport, buku-buku, seragam, tak ada yang terselamatkan saat penggusuran dilakukan oleh Satpol PP.
Penggusuran yang berlangsung sekitar pukul 06.30 WIB itu setidaknya melibatkan 1.500 personel gabungan dari kepolisian, satpol PP dan PPSU untuk melangsungkan penggusuran tersebut.
Saat itu, anak-anak Tuminah tengah bersiap untuk sekolah dan sarapan bersama. Saat rombongan Satpol PP hadir, Tuminah merasa ketakutan dan bergetar, sedangkan anak-anaknya menangis.
"Pada histeris," ujar Tuminah kepada reporter Tirto saat ditemui di kawasan Sunter, pada Kamis (22/11/2019).
Dalam kondisi tersebut, yang terlintas di benak Tuminah hanyalah mengumpulkan dan mengamankan kelima anaknya. Ia juga hanya sempat mengambil tas yang berisikan identitasnya, serta telepon genggam.
Selebihnya, seluruh barang-barang, termasuk dokumen penting, seperti akta kelahiran anak anaknya, raport sekolah, dan sebagainya, kini tengah diratakan bersama dengan bangunan rumahnya.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Hendra Friana