Menuju konten utama

Penggelap Dana Bansos PKH di Malang Terancam Penjara Seumur Hidup

Penny Tri Herdhiani (28) menggelapkan dana PKH di Desa Kanigoro senilai Rp450 juta.

Penggelap Dana Bansos PKH di Malang Terancam Penjara Seumur Hidup
Warga menunjukan kartu peserta Program Keluarga Harapan (PKH) di Desa Gunung Sari, Citeureup, Bogor, Jawa Barat, Jumat (14/12/2018). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/pd.

tirto.id - Tersangka penggelapan dana bantuan sosial (bansos) Program Keluarga Harapan (PKH) Kabupaten Malang, Penny Tri Herdhiani (28) terancam penjara seumur hidup. Ia merupakan pendamping PKH di Desa Kanigoro, Kecamatan Pagelaran sejak 12 September 2016 hingga 10 Mei 2021.

Pada tahun anggaran 2017-2020, Penny diduga menggelapkan dana bantuan PKH untuk 37 Kelompok Penerima Manfaat (KPM) di Desa Kanigoro senilai Rp450 juta.

“Dia menggelapkan dana bantuan PKH dengan cara tidak memberikan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) kepada KPM yang sudah meninggal dunia dan pindah tempat/alamat; serta melakukan penarikan terhadap sebagian dana PKH milik KPM,” ucap Kepala Urusan Sub Bagian Humas Polres Malang Ipda Andi Agung dalam keterangan tertulis, Senin (9/8/2021).

Penny dijerat Pasal 2 ayat (1) sub Pasal 3 sub Pasal 8 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 atas Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. “(Hukuman) pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar,” sambung Andi.

Dalam Pasal 2 ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Penny juga terancam dipenjara seumur hidup. Berikut petikan pasal tersebut:

“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Pada perkara ini, penyidik telah memeriksa 27 saksi yaitu 20 KPM (keluarga penerima manfaat), satu Koordinator PKH Kabupaten Malang, 4 pendamping, Dinas Sosial Kabupaten Malang, dan satu saksi dari Bank Negara Indonesia (BNI).

Berdasarkan penelusuran kepolisian, Penny tidak memberikan KKS kepada 37 keluarga, rinciannya: 16 KKS untuk KPM tidak pernah diberikan sama sekali; 17 KKS untuk KPM yang tidak ada di tempat/meninggal dunia; 4 KKS KPM untuk KPM yang hanya diberikan sebagian. Penny menyalahgunakan dana bantuan tersebut untuk kepentingan pribadi.

Polisi menyita barang berupa 33 KKS dari 33 KPM dan 33 buku rekening BNI atas nama penerima manfaat; 6 buku rekening dan 6 kartu ATM atas nama Penny; 3 rekening koran atas nama Penny; 27 rekening koran BNI Pandai Bansos; uang tunai Rp7.292.000; serta Keputusan Direktur Jaminan Sosial Keluarga periode 2016-2021.

Tak hanya itu, Penny dianggap telah melanggar Pasal 10 huruf g, huruf h, huruf I, huruf j dan huruf k Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Nomor: 02/3/KP.05.03/10/2020 tentang Kode Etik Sumber Daya Manusia Program Keluarga Harapan Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial [PDF], sehingga berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara senilai Rp450 juta.

Menteri Sosial Tri Rismaharini pun mengapresiasi Polres Malang mengungkap korupsi dana bantuan sosial ini, ia juga berpesan kepada publik. "Jangan main-main dengan tugas dan amanat yang sudah diberikan. Bantuan itu diberikan untuk masyarakat miskin yang beban hidupnya berat, apalagi di masa pandemi. Jangan lagi dikurangi dengan cara melanggar hukum," kata dia, Minggu (8/8/2021).

Baca juga artikel terkait KORUPSI BANSOS COVID-19 atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Gilang Ramadhan