tirto.id - Tembang Gambuh merupakan salah satu dari 11 tembang macapat yang menjadi bagian dari budaya dan karya sastra Jawa. Tembang macapat, termasuk Gambuh, memiliki nilai budaya tinggi dan digunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan, nasihat, serta petunjuk hidup. Selain itu, tembang Gambuh juga berfungsi sebagai sarana hiburan.
Berdasarkan informasi yang dilansir dari Adjar, kata "Gambuh" berasal dari bahasa Jawa, yaitu tambuh, embuh, dan jumbuh, yang berarti tepat, cocok, atau sesuai.
Isi tembang macapat Gambuh membahas kehidupan sosial manusia, termasuk hubungan dengan sesama, orang yang lebih tua, teman sebaya, dan tetangga. Selain itu, Gambuh juga menggambarkan kecocokan dalam hubungan dua individu yang saling melengkapi.
Dalam perkembangan zaman yang pesat ini, tembang Gambuh dapat menjadi pengingat bagi generasi muda untuk tetap peduli dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Di era digital, banyak generasi muda yang lebih sibuk dengan gawai dibandingkan bersosialisasi secara langsung.
Menurut Serat Wulangreh Pupuh Gambuh, tembang ini juga mengandung nasihat agar manusia menjauhi sikap buruk, perbuatan tercela, dan selalu berusaha mengendalikan diri.
Watak Tembang Gambuh
Peserta mengikuti kelas macapat atau tembang Jawa di Pamulangan Sekar (macapat) KHP. Krida Mardawa, Keraton Yogyakarta, Selasa (14/11/2017). ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko
Watake tembang Gambuh yaiku memiliki beberapa watak khas. Berdasarkan buku Setangkai Bunga karya Prof. Santosa, M.P (2019), watak tembang Gambuh meliputi:
- Sumanak – Ramah terhadap siapa saja, mengajarkan manusia untuk selalu bersikap ramah agar dapat bersosialisasi dengan baik.
- Sumandalur – Bermakna persaudaraan yang erat, menekankan pentingnya menjaga ikatan persaudaraan, saling mengerti, dan menjaga kerukunan.
- Mulang – Berarti mengajarkan sesuatu yang berguna bagi kehidupan manusia.
- Pitutur – Mengandung nasihat yang dapat menjadi bekal dalam menjalani kehidupan dengan lebih bijaksana.
Ciri-Ciri Tembang Gambuh
Setiap tembang macapat memiliki ciri khas yang membedakannya dengan tembang lainnya. Ciri-ciri tembang Gambuh terdiri dari empat aspek utama:
1. Guru Gatra
Guru gatra adalah jumlah baris dalam setiap bait tembang. Pada tembang Gambuh, jumlahnya terdiri dari 5 baris per bait.2. Guru Wilangan
Guru wilangan adalah jumlah suku kata dalam setiap baris. Pada tembang Gambuh, polanya adalah 7, 10, 12, 8, 8.Artinya:
- Baris pertama terdiri dari 7 suku kata
- Baris kedua terdiri dari 10 suku kata
- Baris ketiga terdiri dari 12 suku kata
- Baris keempat terdiri dari 8 suku kata
- Baris kelima terdiri dari 8 suku kata
3. Guru Lagu
Guru lagu tembang Gambuh adalah jatuhnya vokal pada akhir kata dalam setiap baris. Pola guru lagu tembang Gambuh adalah u, u, i, u, o.Artinya:
- Baris pertama berakhir dengan vokal u
- Baris kedua berakhir dengan vokal u
- Baris ketiga berakhir dengan vokal i
- Baris keempat berakhir dengan vokal u
- Baris kelima berakhir dengan vokal o
4. Tema
Tembang Gambuh umumnya bertema nasihat, petunjuk hidup, dan pesan moral yang relevan dengan kehidupan manusia.Contoh Tembang Gambuh dan Maknanya
Warga mengikuti kelas macapat atau puisi tradisional Jawa di Balai Sukowati, Kraton, Yogyakarta, DI Yogyakarta, Senin (21/11). Pengurus sekolah macapat, membaca dan menulis aksara Jawa tanpa biaya atau gratis tersebut mengaku mengalami kesulitan mencari regenerasi pengajar muda yang suka rela mengabdikan diri melestarikan sastra Jawa. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/aww/16.
Berikut adalah beberapa contoh tembang Gambuh beserta maknanya:
Contoh 1
Samengko ingsun tutur,Sembah catur supaya lumuntur,
Dhihin raga, cipta, jiwa, rasa, kaki,
Ing kono lamun tinemu,
Tandha nugrahaning Manon.
Makna:
Saya berbicara tentang empat macam sembah yang harus dilestarikan, yaitu sembah raga, sembah cipta, sembah jiwa, dan sembah rasa. Jika semua ini ditemukan dalam diri seseorang, maka itu merupakan tanda anugerah dari Tuhan.
Contoh 2
Rasaning tyas kayungyungAngayomi lukitaning kalbu
Gambir wana kalawan hening ing ati
Kabekta kudu pinutur
Sumingkringreh tyas mirong
Makna:
Keinginan yang berasal dari hati memberikan perlindungan dan kenyamanan. Hal ini akan melahirkan perasaan hening, sehingga seseorang harus mampu memberikan nasihat agar dapat menghindari kesalahan.
Contoh 3
Sembah raga punikaPakartine wong amagang laku
Sesucine asarana saking warih
Kang wus lumrah limang wektu
Wantu wataking wawaton
Makna:
Sembah raga adalah perbuatan orang yang sedang mendalami ilmu spiritual. Penyucian diri dilakukan dengan air, yang merupakan kebiasaan dalam lima waktu sembahyang sebagai bentuk penghormatan terhadap waktu.
Contoh 4
Wis tiba mangsa labuhWis wayahe padha ulur jagung
Kanggo jagan sadurunge panen pari
Prayogane uga nandur
Mbayung bayem lombok terong
Makna:
Musim penghujan telah tiba, saatnya menanam jagung sebagai cadangan sebelum panen padi. Selain itu, dianjurkan pula menanam kacang, bayam, cabai, dan terong.
Contoh 5
Endi manis endi maduYen wis bisa nuksmeng pasang semu
Pasamaoning hebing kang Maha Suci
Kasikep ing tyas kacakup
Kasat mata lair batos
Makna:
Membedakan manis dan madu sama seperti memahami makna hidup. Jika sudah bisa menghayati dan memahami pesan Tuhan, maka kebijaksanaan itu harus dijaga dalam hati dan dipahami secara lahir dan batin.
Dengan memahami tembang Gambuh, kita dapat mengambil nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya. Selain sebagai warisan budaya, tembang ini tetap relevan sebagai pengingat untuk menjaga hubungan sosial dan berperilaku bijaksana dalam kehidupan sehari-hari.
Penulis: Ditya Pandu Akhmadi
Editor: Yulaika Ramadhani