tirto.id - PT Tempo Inti Media Tbk melalui Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers) menganggap gugatan Kementerian Pertanian(Kementan) terhadap pihaknya dianggap tidak tepat, salah satunya karena objek perkara bukan kewenangan (Kompetensi Absolut) Pengadilan Negeri untuk mengadili.
Hal itu disampaikan dalam eksepsi Majalah Tempo vs Kementan RI pada sidang lanjutan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, (9/3/2020).
Eksepsi tersebut untuk menjawab surat gugatan yang dibacakan pihak Penggugat dalam hal ini Menteri Pertanian (Kementan) RI pada sidang pekan sebelumnya dan diserahkan oleh LBH Pers selaku kuasa hukum PT Tempo Inti Media Tbk.
Selain menggugat PT Tempo Inti Media Tbk yang diwakili Toriq Hadad selaku Direktur Utama, Kementan juga menggugat Pemimpin Redaksi Majalah TEMPO Arif Zulkifli dan penanggungjawab berita investigasi/Redaktur Pelaksana Majalah TEMPO Bagja Hidayat.
Menurut LBH Pers, dengan jelas Kementan mendalilkan objek perkara yang merupakan produk pemberitaan Majalah Tempo edisi 4829 tertanggal 9-15 September 2019 yang berjudul Berita Investigasi Swasembada Gula: Cara Amran dan Isam.
Lebih khusus lagi dalam edisi tersebut Penggugat mempermasalahkan dua materi berita yang berjudul: Gula-Gula Dua Saudara (halaman 4-45); dan Dua Andi Satu Heli (halaman 46).
Pada gugatannya, Kementan mengakui objek gugatan merupakan produk jurnalistik dan mempermasalahkan ketidakakuratan, ketidakberimbangan, dan berita yang tendensius.
Dengan demikian, permasalahan-permasalahan yang dituduhkan merupakan permasalahan kode etik jurnalistik yang hanya dapat diselesaikan melalui mekanisme UU RI Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Dalam UU Pers telah diatur mekanisme penyelesaian sengketa pers melalui proses penyampaian Hak Jawab, Hak Koreksi, dan pengaduan ke Dewan Pers.
Selain itu, UU Pers juga merupakan lex specialis dari ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang mengatur secara khusus terhadap permasalahan hukum tentang Pers, maka UU Pers diutamakan penerapannya untuk menyelesaikan pemasalahan sengketa Pers.
Lebih lanjut, dalil yang disampaikan pihak Kementan RI dalam surat gugatannya membingungkan (obscuur libel). Sebab tidak jelas menguraikan secara spesifik dan rinci perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh masing-masing tergugat.
Kementan juga dianggap mencampuradukkan dalil antara UU Pers dengan pasal 1365 KUHPerdata.
“Bahwa dalil Penggugat yang mencampuradukkan dalil dalam UU Pers dengan Pasal 1365 KUHPerdata sangat tidak tepat. Karena jelas Pasal tersebut memiliki mekanisme penyelesaian yang berbeda. Apabila ada media yang pemberitaannya diduga melanggar ketentuan dalam UU Pers atau beritanya menyalahi fungsinya sebagai pers sebagaimana diamanatkan dalam UU Pers maka konsekuensinya mengikuti mekanisme penyelesaian sengketa pers menurut UU Pers,” jelas kuasa hukum tergugat, Ade Wahyudin melalui keterangan tertulis yang diterima Tirto, Selasa (10/3/2020).
LBH Pers menyebutkan, Kementan RI yang dulu dijabat Amran Sulaiman tidak menjelaskan keabsahan kedudukannya selaku pejabat menteri atau yang mewakili Kementerian Pertanian RI.
Sebab surat kuasa yang digunakan kuasa penggugat untuk mengajukan gugatan tidak disertai pencantuman Surat Keputusan Presiden RI tentang pengangkatan Penggugat sebagai Menteri Pertanian RI.
Secara Khusus, gugatan Kementan RI terhadap pimpinan redaksi dan penanggungjawab investigasi Majalah Tempo jelas salah sasaran atau error in persona.
Sebab, objek perkara merupakan laporan Investigasi Majalah Tempo, yang seluruh prosesnya berada di bawah kendali PT Tempo Inti Media Tbk.
Sebagai satu badan hukum perdata yang berbentuk Perseroan Terbatas, sudah sepatutnya beban pertanggungjawabannya ditujukan kepada PT Tempo Inti Media Tbk selaku subjek hukum, bukan ditujukan kepada individu-individu yang bekerja di dalamnya.
LBH Pers menegaskan, Laporan Investigasi Tempo Swasembada Gula: Cara Amran dan Isam, sama sekali tidak mengandung unsur perbuatan melawan hukum. Hal tersebut merupakan produk jurnalistik yang diperoleh Tim Investigasi Tempo dengan berpijak pada fakta yang valid.
Data dan fakta diperoleh melalui kerja-kerja jurnalistik yang profesional dan sesuai dengan standar Kode Etik Jurnalistik.
Selain itu, angka kerugian akibat perbuatan melawan hukum yang didalilkan Kementan RI juga sangat ngawur dan tidak memenuhi unsur kausalitas. Komponen kerugian yang diklaim tidak memiliki keterkaitan dengan dugaan PMH yang dituduhkan.
Dalam gugatannya, Kementan RI mengaku mengalami kerugian materiil sebesar Rp22.042.000. Tetapi, jika dirinci, komponen kerugian yang dimaksud sama sekali tidak timbul akibat tindakan tergugat secara langsung.
Kerugian yang diklaim antara lain untuk biaya pendaftaran gugatan, biaya rapat kordinasi dengan ahli, dan rapat koordinasi dalam rangka transportasi dan akomodasi penyediaan data-data pendukung dalam melengkapi sumber berita.
“Komponen-komponen kerugian yang didalilkan tidak dapat disebut sebagai kerugian. Rincian biaya yang layak disebut sebagai kerugian adalah kerugian yang benar-benar diakibatkan dari perbuatan yang dianggap melawan hukum. Kerugian langsung yang dimaksud mencakup kerugian yang secara langsung diderita sebagai akibat perbuatan Tergugat,” pungkas Ade.
Editor: Maya Saputri