tirto.id - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menuturkan penerimaan pajak sampai dengan 12 Desember 2023 mencapai Rp1.739,84 triliun. Angka tersebut tercatat melampaui target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar 101,3 persen.
“Pajak sudah menembus Rp1.739,84 triliun. Ini sudah di atas target APBN awal, yaitu 101,3 persen,” kata Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTA, Jakarta, Jumat (15/12/2023).
Secara rinci, komponen penerimaan pajak yang berasal dari PPh nonmigas sebesar Rp951,83 triliun. Angka naik 6,72 persen dan telah melampaui 108,95 persen dari target. Pada komponen PPN dan PPnBM, penerimaan mencapai Rp683,32 triliun, yang mana tercatat kenaikan 8,78 persen. Angka tersebut juga tercatat 91,97 persen lampaui target.
Kemudian, komponen dari PBB dan Pajak Lainnya terserap Rp40,34 triliun, dengan kenaikan sebesar 38,99 persen. Angka tersebut sudah lampaui target sebesar 100,82 persen.
“Hanya PPh migas yang mengalami kontraksi cukup dalam 11,85 persen, ini sesuai dengan harga komoditas migas yang menurun. Tapi penerimaan Rp64,36 triliun itu juga sudah di atas target APBN yaitu 104,75 persen,” ucap Bendahara Negara.
Sri Mulyani menjelaskan, pertumbuhan penerimaan pajak secara year-on-year mengalami kenaikan 7,3 persen sampai dengan 12 Desember 2023.
Kinerja penerimaan tersebut melampat dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat 43,1 persen, terutama disebabkan oleh penurunan signifikan harga komoditas, penurunan nilai impor, dan tidak berulangnya kebijakan Program Pengungkapan Sukarela (PPS).
Kinerja Penerimaan Pajak Sepanjang 2023
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menilai, kinerja penerimaan pajak mampu tumbuh positif di tengah penurunan harga komoditas dan perlambatan ekonomi global. Hal itu lantaran penerimaan pajak dalam mengoptimalkan berbagai potensi dari aktivitas ekonomi, yang menunjukkan pertumbuhan yang stabil, dan aktivitas pengawasan dalam rangka peningkatan kepatuhan Wajib Pajak.
Pada 2023, menjadi tahun ketiga penerimaan pajak mampu mencapai target yang ditetapkan dalam APBN. Pada saat yang sama, pertumbuhan penerimaan pajak yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi membawa penerimaan pajak kembali mencatat Buoyancy Pajak di atas satu, melanjutkan keberhasilan yang sama pada tahun 2021 dan 2022.
Peningkatan basis pemajakan terus dilakukan, antara lain melalui pengawasan Wajib Pajak pasca Program Pengungkapan Sukarela serta intensifikasi pemajakan ekonomi digital melalui pemungutan PPN PMSE dan pemajakan atas financial tecnology (fintech).
Pada saat yang sama, upaya pengawasan kepatuhan Wajib Pajak diperkuat dengan pembentukan Komite Kepatuhan, yang mampu meningkatkan efektivitas pengawasan dalam rangka peningkatan kepatuhan Wajib Pajak.
Penerimaan Kepabean dan Cukai
Sri Mulyani melaporkan penerimaan kepabeanan dan cukai sampai dengan 12 Desember 2023 mencapai Rp256,5 triliun. Tercatat, bea masuk (BM) diperoleh sebesar Rp47,6 triliun, yang telah mencapai 100,1 persen melampaui target APBN.
Namun demikian, penerimaan BM mencatatkan penurunan 0,1 persen secara tahunan, yang dipengaruhi oleh penurunan nilai impor sampai dengan Oktober 2023 terkontraksi sebesar 7,8 persen.
Kemudian, peningkatan penggunaan Free Trade Agreement (FTA) yang mencapai 34 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 33,6 persen.
Pada bea keluar (BK), penerimaan mencapai Rp12,3 triliun, atau 120,5 persen telah melampaui target dari APBN. Namun, penerimaan tersebut turun 68,5 persen secara tahunan.
Hal itu dipengaruhi oleh BK produk sawit yang turun 81,3 persen secara tahunan, yang dipengaruhi oleh penurunan harga 28,1 persen meskipun volumenya tumbuh 6,2 persen yoy.
Lebih lanjut, BK tembaga turun 0,3 persen secara tahunan, yang dipengaruhi oleh turunnya harga sebesar 6,5 persen dan volume ekspor tembaha turun 5,8 persen. Kemudian, BK Bauksit turun 89 persen secara tahunan karena berhentinya ekspor sejak Maret.
Pada penerimaan cukai terserap Rp196,7 teriliun, atau sudah 80,1 persen dari target APBN. Komponen tersebut didominasi oleh cukai hasil tembakau (CHT) sebesar Rp188,9 triliun, atau 81,2 persen dari APBN.
Penerimaan CHT sampai dengan 12 Desember 2023 turun 3,7 persen secara tahunan. Penurunan tersebut dampak dari kebijakan untuk menyeimbangkan pengendalian konsumsi, keberlangsungan tenaga kerja dan pengawasan rokok ilegal.
Penurunan produksi sampai dengan Oktober 2023 sebesar 1,8 persen sejalan dengan kebijakan pengendalian konsumsi untuk mencapai target pravelensi merokok anak 8,7 persen pada 2024. Dalam catatan terakhir, terdapat kenaikan jumlah barang hasil penindakan hasil tembakau sebesar 26 persen secara tahunan.
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Anggun P Situmorang