tirto.id - Badan Anggaran (Banggar) DPR dan pemerintah menyepakati penerimaan negara sebesar Rp 2.463 triliun tahun depan. Dalam kesempatan yang sama, penerimaan perpajakan juga disepakati menjadi Rp2.021,2 triliun. Angka ini naik 0,2 persen dibandingkan Nota Keuangan yang mencapai Rp2.016,9 triliun.
"Kenaikan penerimaan perpajakan mencapai Rp4,3 triliun menjadi Rp2.021,2 triliun lebih tinggi dari RAPBN awal yang disampaikan pemerintah," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Panja A, di ruang Rapat Banggar DPR, Jakarta, Rabu (14/9/2022).
Kenaikan target perpajakan di tahun depan sejalan dengan kenaikan penerimaan pajak sebesar Rp1.718 triliun atau naik Rp2,9 triliun dari usulan awal Rp1.715,1 triliun. Naiknya penerimaan pajak akan didorong oleh Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi Rp743 triliun dari usulan awal Rp 740,1 triliun.
Sementara itu, PPN meningkat juga tidak terlepas dari naiknya PDB nominal 2023 dari Rp20.988,6 triliun menjadi Rp21.037,9 triliun.
"Kenaikan ini karena target inflasi yang sedikit meningkat jadi 3,6 persen. Namun pertumbuhan ekonomi tetap ditargetkan 5,3 persen tapi (PDB nominal) naik lebih tinggi sehingga PPN akan mengikuti size ekonomi," ucap Sri Mulyani.
Untuk mengejar target pajak di tahun depan, Kemenkeu memastikan akan mengoptimalkan Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), disertai dengan peningkatan intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan perpajakan.
Selanjutnya penerimaan kepabeanan dan cukai naik Rp1,4 triliun menjadi Rp303,2 triliun. Kemudian penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp441,4 triliun atau naik Rp15,1 triliun dibandingkan usulan awal sebesar Rp426,3 triliun.
"Tentu kenaikan ini juga dipengaruhi oleh kurs sehingga akan mempengaruhi nilai Bea Keluar dan Bea Masuk dan GDP nominal yang naik menjadi Rp21.037,9 triliun," pungkas dia.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang