Menuju konten utama

Penerimaan Bea Cukai Tak Terganggu Mandegnya Ekspor Freeport

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengumumkan target penerimaan bea keluar pada tahun ini tak akan tergerus oleh mandegnya ekspor PT Freeport Indonesia. 

Penerimaan Bea Cukai Tak Terganggu Mandegnya Ekspor Freeport
President dan CEO Freeport-McMoRan Inc Richard C Adkerson menyampaikan keterangan dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (20/2/2017). Freeport menolak untuk mengakhiri kontrak karya dengan pemerintah namun masih membuka pintu untuk bernegosiasi terkait dengan izin operasi dan persetujuan ekspor konsentrat. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.

tirto.id - Direktur Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Heru Pambudi menyatakan target penerimaan bea keluar pada tahun ini tak akan tergerus sekalipun kegiatan ekspor konsentrat PT Freeport Indonesia mandeg selama 2017.

Sebabnya, menurut Heru, jauh-jauh hari pemerintah telah bersiap dengan menghapus kegiatan ekspor mineral dan batubara (minerba) dalam dalam daftar target sumber penerimaan bea keluar di tahun 2017.

"Asumsi dari bea keluar yang kami tetapkan tahun kemarin untuk target 2017 tanpa ada ekspor minerba. (makanya) Misalnya ekstrem tidak ada ekspor (minerba), maka tidak masalah," kata Heru di Kantor Pusat Ditjen Bea dan Cukai, Jakarta, pada Selasa (21/2/2017) sebagaimana dikutip Antara.

Adapun target penerimaan bea keluar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017, menurut catatan Heru, adalah sebesar Rp340 miliar.

Selama ini, menurut dia, kegiatan ekspor PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara (dulu PT Newmont Nusa Tenggara) memang merupakan penyetor terbesar penerimaan bea keluar konsentrat tembaga.

Dalam dua tahun terakhir sebelum 2017, PT Freeport Indonesia menyetor bea keluar konsentrat senilai Rp1,39 triliun di 2015 dan Rp1,23 triliun pada 2016. Sementara PT Amman Mineral Nusa menyetor bea keluar konsentrat sebesar Rp1,309 triliun pada 2015 dan Rp1,25 triliun pada 2016.

Heru memastikan Bea Cukai hanya akan melayani pelaku usaha yang mempunyai surat persetujuan ekspor (SPE). Karena itu, sepanjang Freeport belum mengantongi izin relaksasi ekspor konsentrat, maka perusahaan ini tak bisa melakukan kegiatan ekspor.

"Selama ada SPE akan kami layani. Sampai dengan sekarang, untuk Freeport kami belum menerima SPE," kata dia.

PT Freeport Indonesia telah menghentikan produksi sejak (10/2/2017) lalu karena tak kunjung mendapatkan izin relaksasi ekspor dari pemerintah sejak PP Minerba terbaru terbit pada (12/1/2017). Perusahaan ini mengancam mandegnya kegiatan ekspornya akan berujung pada pemecatan ribuan karyawannya di Tambang Grasberg, Mimika, Papua.

Permasalahan tersebut bermula saat pemerintah menginginkan kendali yang lebih kuat atas kekayaan sumber daya mineral nasional. Freeport tak kunjung menerima izin relaksasi ekspor karena enggan mengubah status perizinannya dari kontrak karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Pemerintah membuka lampu hijau (IUPK) sebagai pengganti Kontrak Karya (KK) untuk sejumlah perusahaan tambang yang selama ini tak memenuhi kewajiban membangun smelter agar bisa memperoleh izin ekspor konsentrat. Namun Freeport keberatan dengan skema tersebut karena ada syarat divestasi saham hingga 51 persen yang bisa berujung pada melemahnya kendali Freeport McMoRan atas perusahaan tambang ini.

Dalam siaran persnya pada Minggu kemarin, Menteri ESDM, Ignasius Jonan mengumumkan PT Amman Mineral Nusa Tenggara bersedia mengubah perizinannya menjadi IUPK. Sementara Freeport menolak.

Belakangan, Freeport berencana untuk menggugat pemerintah Indonesia ke Arbitrase Internasional.

Baca juga artikel terkait BEA CUKAI atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Addi M Idhom
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom