tirto.id - Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW), Donal Fariz menyatakan pengajuan gugatan uji materi UU MD3 oleh kelompok masyarakat sipil ke Mahkamah Konstitusi (MK) menunjukan betapa buruknya produk legislasi DPR.
"Seharusnya pemerintah dan DPR sadar buruknya produk legislasi mereka," kata Donal dalam diskusi di Kantor Para Syndicate, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (23/2/2018).
Donal mengaku heran dengan pernyataan sejumlah anggota DPR dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang meminta masyarakat sipil mengajukan gugatan uji materi ke MK sebagai bentuk penolakan terhadap UU MD3 baru.
"Ini aneh. Harusnya segan dong karena produk mereka buruk. Bukan malah menantang publik melakukan uji materi," kata Donal.
Dalam hal ini, Donal menyangsikan integritas Hakim MK, Arief Hidayat dalam mengambil keputusan gugatan uji materi terhadap UU MD3 baru.
"Permasalahan MK saat ini adalah ketuanya tidak negarawan. Padahal itu salah satu syarat jadi ketua MK," kata Donal.
Sehingga, menurut Donal, satu-satunya cara agar gugatan uji materi terhadap UU MD3 baru dapat dikabulkan adalah dengan mengganti Arief Hidayat. "Kalau hakimnya benar, saya yakin gugatan uji materi UU MD3 pasti jebol," kata Donal.
Perlu diketahui, pasal-pasal kontroversial dalam UU MD3 itu misalnya Pasal 245 yang mengatur diperlukannya izin Presiden dan pertimbangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang ingin memeriksa anggota DPR pelanggar hukum pidana.
Pasal 122 yang menyatakan kewenangan MKD mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang, kelompok, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan parlemen.
Kemudian, Pasal 73 yang mengatur kewenangan DPR memanggil pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat secara paksa melalui kepolisian.
Sampai saat ini, tercatat sudah ada dua gugatan uji materi terhadap UU MD3 baru. Pertama, gugatan diajukan Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) ke Mahkamah Konstitusi (MK), 14 Februari lalu. Langkah hukum diambil FKHK meski umur UU MD3 hasil revisi baru dua hari.
Gugatan kedua berasal dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Partai yang dipimpin Grace Natalie itu baru mendaftarkan gugatan, Jumat (23/2/2018).
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Alexander Haryanto