Menuju konten utama

Pemprov DKI Dinilai Harus Berani Batasi Kendaraan Bermotor

Pemprov DKI sebenarnya pada 2014-2015 sudah mulai menerapkan pembatasan pada sepeda motor. Tepatnya melalui Peraturan Gubernur Nomor 195 Tahun 2014.

Pemprov DKI Dinilai Harus Berani Batasi Kendaraan Bermotor
Ilustrasi pengendara motor, ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/ama.

tirto.id - Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata sekaligus Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Djoko Setijowarno menilai pemerintah khususnya Pemprov DKI Jakarta perlu membatasi kendaraan roda dua.

Djoko menjelaskan bahwa pembatasan yang sempat ditolak oleh sejumlah warga Jakarta karena dianggap melanggar hak asasi manusia sebenarnya kunci untuk menyelesaikan masalah ibu kota seperti macet, kecelakaan, hingga polusi.

“Membatasi mobilitas sepeda motor bukan melanggar hak asasi manusia, akan tetapi dengan populasinya yang besar dan banyak dampak negatif yang ditimbulkannya memang harus dibatasi,” ucap Djoko dalam keterangan tertulis yang diterima reporter Tirto pada Rabu (7/8/2019).

Ia menambahkan keputusan pembatasan ini masuk akal karena menurut Korlantas pada 2016, kecelakaan lalu lintas 74 persennya didominasi sepeda motor.

Lalu menurut operasi Zebra pada 2017 pelanggaran lalu lintas 65 persennya dilakukan oleh sepeda motor, lebih tinggi dari moda lainnya.

Lalu kehadiran sepeda motor juga menurutnya menjadi alasan dibalik minimnya pengguna fasilitas transportasi terintegrasi atau Jak Lingko. Pasalnya, rute yang dilewati angkutan Jak Lingko berada di kawasan pemukiman yang warganya mayoritas memiliki sepeda motor.

“Tentunya, tidak akan banyak yang beralih menggunakan angkutan Jak Lengko selama jalan-jalan di Jakarta tidak dibatasi untuk sepeda motor,” ucap Djoko.

Djoko mengatakan sebenarnya Pemprov DKI pada 2014-2015 sudah mulai menerapkan pembatasan pada sepeda motor. Tepatnya melalui Peraturan Gubernur Nomor 195 Tahun 2014 tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor yang diubah dengan Peraturan Gubernur Nomor 141 Tahun 2015.

Dampaknya menurut Dinas Perhubungan DKI Jakarta pada 2017 terjadinya pengurangan volume kendaraan 22,4 persen, presentase kecepatan kendaraan meningkat yang semula 26,3 km/jam menjadi 30,8 km/jam, dan waktu tempuh meningkat. Lalu menurut Polda Metro Jaya, kecelakaan lalu lintas turun 30 persen.

Djoko mengatakan kebijakan ini perlu kembali diberlakukan. Jika mau berdampak positif ia menilai pemberlakuannya perlu lebih dari jam tertentu (06.10.00 dan 16.00-20,.00) dan ganjil genap sepeda motor saja. Sebab jika tidak maka kebijakan yang ada akan sulit berdampak signifikan.

Hanya saja, ia membenarkan juga bila pemerintah tetap perlu berkomitmen menyediakan layanan transportasi umum agar dapat melayani seluruh wilayah pemukiman di Jabodetabek.

Terutama menjaga agar cakupan layanan angkutan umum baik kualitas maupun kuantitas tidak menurun drastis.

“Bikinlah kebijakan transportasi yang dapat berimplikasi lebih besar, bukan setengah-setengah. Apalagi hanya di Jakarta saja dilakukan, harusnya berlaku juga di wilayah Jabodetabek,” ucap Djoko.

Baca juga artikel terkait GANJIL GENAP atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Nur Hidayah Perwitasari