tirto.id - Komite Nasional Pengendalian Tembakau mendorong pemerintah agar membuat peta jalan (roadmap) yang jelas terkait kebijakan cukai rokok sebagai bagian dari upaya penurunan prevalensi perokok anak di Indonesia. Hal ini dipandang perlu karena struktur lapisan cukai di Indonesia masih termasuk yang sangat kompleks di dunia.
"Hal ini juga menyebabkan harga rokok masih menjadi cukup variatif di Indonesia dan menghambat tujuan instrumen cukai untuk mengendalikan konsumsi tidak berjalan optimal," kata Program Manager Komnas Pengendalian Tembakau, Nina Samidi dalam pernyataannya, di Jakarta, Selasa (6/9/2022).
Atas dasar itu, dia mendesak pemerintah untuk mulai membuat kebijakan yang bersifat sustain (berlanjut) dan jangka panjang. Sehingga diharapkan kebijakan cukai hasil tembakau tidak lagi menjadi momok tahunan yang tidak efisien dan tidak memiliki kepastian, terutama sebagai upaya perlindungan masyarakat dari konsumsi zat adiktif rokok.
“Kami berharap pemerintah fokus pada target RPJMN 2020 - 2024 untuk menurunkan prevalensi perokok anak yang dijalankan melalui peta jalan pengendalian, yang di dalamnya termasuk peta jalan penyederhanaan golongan tarif cukai demi efektivitas kenaikan tarif cukai setiap tahunnya," katanya.
Deputy Director Visi Integritas, Emerson Yuntho juga mendorong pemerintah melanjutkan rencana penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau yang dituangkan dalam bentuk kebijakan yang bersifat lintas tahun (multi years). Penyederhanaan struktur tarif cukai menurutnya terbukti efektif meniadakan celah pilihan harga rokok yang lebih murah di masyarakat.
"Untuk 2023 pemerintah bisa menekan struktur ini hingga 6 lapisan dan 2024 selanjutnya bisa 5 sampai 3 lapisan saja," jelasnya.
Sementara itu, Analis Kebijakan Ahli Madya Pusat Kebijakan Pendapatan Negara (PKPN), Badan kebijakan Fiskal Kemenkeu, Nursidik Istiawan menjelaskan, secara bertahap pemerintah menaikkan tarif cukai tembakau yang secara nilai spesifik semakin tinggi persentasenya. Komitmen tersebut tetap berjalan, dengan tetap mempertimbangkan penurunan prevalensi perokok anak.
"Ini sekaligus mencari titik seimbang antara penerimaan negara dan masalah pertanian dan buruh industri,” ujarnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang