tirto.id -
Benny mengatakan selama ini media asing yang datang untuk meliput Papua Barat dibatasi. Terkait peristiwa penembakan di proyek Trans Papua, Benny menilai pemerintah seharusnya membuka keran informasi di Papua Barat.
"Jika pemerintah Indonesia serius untuk memberitakan fakta atas kejadian ini, mereka harus memberikan akses pemberitaan kepada media di Papua Barat," tulis Benny dikutip dari situs ulmwp.org.
Benny menilai bahwa hal yang sekarang dipublikasikan oleh pemerintah soal situasi di Papua Barat hanyalah sebuah propaganda pemerintah untuk mencari keuntungan di Papua Barat.
Menurut Benny, bahaya dari klaim palsu pemerintah Indonesia dapat memicu pada pengerahan lebih banyak pasukan militer ke Papua Barat. Benny menuding nantinya pasukan itu akan secara sistematis menghilangkan etnis Papua Barat yang bisa mengarah ke genosida.
"Seluruh klaim palsu dari pemerintah Indonesia digunakan untuk mengirim pasukan lebih banyak, yang nantinya digunakan untuk membasmi etnis dan seluruh populasi di Papua Barat," tulis Benny lagi.
Benny mengklaim beberapa kasus pembunuhan misterius yang terjadi di Papua Barat sebenarnya didalangi oleh petugas dari kepolisian dan TNI. Benny mengatakan TNI dan Polri juga tidak menghormati hak masyarakat dan ikut mengeksploitasi Papua Barat untuk diambil sumber daya alamnya selama 50 tahun terakhir.
Selama 50 tahun itu juga, dikatakan Benny, aparat keamanan memperlakukan orang Papua Barat sebagai ancaman keamanan. Tapi mereka tidak mau mengakui bahwa mereka lah yang sebenarnya menjadi ancaman bagi warga Papua Barat.
"Permintaan kami hanyalah dunia memimpin referendum kemerdekaan Papua Barat," jelasnya lagi.
Presiden Jokowi sempat menjanjikan akan membolehkan dan membebaskan wartawan asing datang ke Papua pada Mei 2015. Namun, dia tidak merinci janji tersebut secara tertulis.
Sejumlah menteri atau pejabat setingkat menteri dalam kabinetnya pun tak meneruskan komitmen Jokowi. Sehingga pembatasan wartawan asing ke Papua tetap terjadi.
"Sayangnya, perintah Presiden dan Menteri Koordinator Keamanan tak diindahkan oleh birokrasi militer maupun polisi di Tanah Papua. Mungkin suatu saat ada satu atau dua orang dipecat atau diturunkan jabatan agar perintah tersebut diindahkan," ujar Andreas Harsono, peneliti Human Rights Watch.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Maya Saputri