Menuju konten utama

Pemerintah Didesak Bentuk Payung Hukum untuk Pekerja Rumahan

“Pekerja rumahan yang tidak kelihatan di pabrik garmen misalnya bikin kantong, krah,” kata Chris.

Pemerintah Didesak Bentuk Payung Hukum untuk Pekerja Rumahan
Peserta aksi yang tergabung dalam organisasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), masyarakat petani dan buruh melakukan unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (11/12/2018). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/ama.

tirto.id - Pemerintah Indonesia didesak untuk segera membentuk regulasi yang mengatur tentang pekerja rumahan. Direktur Eksekutif Trade Union Rights Centre (TURC) Andriko Otang mengatakan, saat ini keberadaan pekerja rumahan masih belum memiliki perlindungan hukum, sehingga banyak yang belum mendapatkan hak pekerja.

“Jutaan pekerja rumahan di Indonesia belum terlindungi oleh undang-undang ketenagakerjaan sehingga mereka kesulitan mendapatkan hak-hak pekerja seperti upah layak, jaminan sosial, dan perlindungan kecelakaan kerja,” ungkap Andriko di Gedung Kerta Niaga, Kompleks Kota Tua, Jumat (14/12/2018).

Andriko menambahkan, mayoritas pekerja rumahan di Indonesia adalah perempuan miskin dengan tingkat pendidikan rendah. Menurut dia, para pekerja itu juga rentan dieksploitasi karena tidak ada aturan hukum yang mengatur soal itu.

Menurut data International Labour Organization (ILO), ada beberapa negara yang telah meratifikasi Konvensi ILO No. 177 tahun 1996 tentang pekerja rumahan yang mendorong perlindungan terhadap pekerja rumahan seperti Argentina, Irlandia, Finlandia, Belgia, Belanda, Bosnia and Herzegovina, Bulgaria, Republic of Macedonia, Albania, dan Tajikistan.

National Programme Office ILO Jakarta Christianus H. Panjaitan mengungkapkan, salah satu industri yang banyak memanfaatkan pekerja rumahan adalah industri garmen karena memiliki rantai pasok industri mulai dari petani kapas, pemintal benang, dan pabrik garmen.

“Pekerja rumahan yang tidak kelihatan di pabrik garmen misalnya bikin kantong, krah,” kata Chris di Gedung Kerta Niaga, Kompleks Kota Tua, Jumat (14/12/2018).

Seharusnya, kata Chris, pemerintah Indonesia melakukan dialog sosial dalam merancang pasar kerja dengan melibatkan serikat pekerja dan asosiasi pengusaha untuk membuat kebijakan pasar kerja.

Baca juga artikel terkait HAK BURUH atau tulisan lainnya dari Widia Primastika

tirto.id - Hukum
Reporter: Widia Primastika
Penulis: Widia Primastika
Editor: Alexander Haryanto