tirto.id - Staf Khusus Menteri BUMN, Budi Sadikin mengatakan pemerintah saat ini sedang bersiap untuk mengakuisisi 10,64 persen saham PT Freeport Indonesia.
Budi menjelaskan Kementerian BUMN kini sedang berupaya membentuk induk usaha (holding) BUMN pertambangan yang akan membeli saham tersebut. Rencananya, 9,36 persen saham pemerintah di PT Freeport Indonesia akan dialihkan ke holding BUMN pertambangan ini.
"Sekarang kami bentuk holding-nya dulu karena memang belum ada arahan dari pemerintah arahnya ke mana," kata dia di diskusi "Peranan Holding BUMN Pertambangan dalam Mengembangankan Pertambangan Minerba di Indonesia" di Jakarta, pada Kamis (23/2/2017) sebagaimana dilansir Antara.
Budi menambahkan realisasi pembelian saham Freeport ini masih menunggu keputusan pemerintah mengenai pelaksanaannya. Rencana ini, kata dia, sudah disetujui oleh Freeport.
Ia menambahkan pemerintah telah berkomitmen untuk memastikan pembelian 10,64 persen saham Freeport itu terlaksana. Mengenai pembiayaannya, kata dia, pemerintah berpeluang tidak menanggung 100 kebutuhan finansial untuk akuisisi itu.
"Bisa saja kan join venture (kerja sama usaha bersama dengan pihak lain). Terbuka banyak opsi. Kalau kemampuan finansial dan operasionalnya bisa," ujar dia.
Dia juga mengaku saat ini pihaknya akan terus mengkonsultasikan pembentukan Peraturan Pemerintah Nomor 72/2016 tentang Tata Cara Penyertaan Modal Negara kepada DPR. Menurut dia, perlu beberapa kali sosialisasi PP itu ke DPR untuk kemudian disusun peraturan pemerintah tentang pembentukan masing-masing holding BUMN.
Menurut Budi, dari enam rencana pembentukan holding BUMN, yang direncanakan sejak 2016 lalu, dua di antaranya akan mendapatkan prioritas untuk segera rampung. Keduanya yakni holding BUMN energi dan pertambangan.
Rencananya, PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) atau Inalum akan menjadi induk holding BUMN pertambangan. Inalum akan membawahkan PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, PT Bukit Asam (Persero) Tbk dan PT Timah (Persero) Tbk.
Hubungan Freeport dengan pemerintah belakangan ini sedang kurang mesra. Situasi ini buntut keengganan Freeport menerima tawaran pemerintah untuk mengubah perizinannya dari Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai syarat menerima lagi izin relaksasi ekspor konsentrat. Terakhir, Freeport mengancam akan menggugat Indonesia di arbitrase internasional.
"Kalau memang sulit diajak musyawarah dan sulit kita ajak berunding, nanti kita akan bersikap," kata Jokowi.
Ia menambahkan, “Kita ingin ini dicarikan solusi menang-menang, dicarikan solusi yang 'win win' kita ingin itu karena ini urusan bisnis," kata dia.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom