tirto.id - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus menanjak. Di pasar keuangan, baik di dalam maupun di luar negeri, merebak pembicaraan bahwa pemeringkat Standard & Poor’s (S&P) akan menaikkan peringkat utang Indonesia menjadi layak investasi. Investor memberikan respons awal dengan penuh suka cita.
Di antara ketiga pemeringkat besar, hanya S&P yang belum memberikan peringkat layak investasi untuk negara ini. Peringkat kredit membantu investor untuk memberikan gambaran tentang kemampuan dan kemauan penerbit surat utang yaitu pemerintah, institusi keuangan, perusahaan, perusahaan asuransi dalam memenuhi kewajiban sepenuhnya juga tepat waktu, baik pokok maupun bunga utangnya.
Ada lebih dari 70 pemeringkat kredit di dunia ini. Akan tetapi hanya tiga yang mendominasi industri, dengan pangsa pasar 91 persen yaitu Standard & Poor’s (S&P), Fitch dan Moody’s. Ada lagi dua pemeringkat dari Jepang yaitu, Japan Credit Rating Agency dan Rating and Investment yang analisisnya juga digunakan para investor untuk menilai perusahaan atau negara.
Pemeringkat kredit adalah perusahaan yang mengukur apakah perusahaan atau negara dapat membayar kembali utang. Untuk mengetahui kemampuan ini, ada beberapa hal yang diperiksa oleh pemeringkat dan pemeringkat memberikan peringkat berdasarkan hasil dari pemeriksaan tersebut.
Peringkat yang diberikan beragam, mulai dari peringkat paling tinggi, biasanya dimulai dengan AAA hingga peringkat paling rendah pada posisi C atau D. Secara garis besar, ada dua kelompok layak investasi (investment grade) dan tidak layak atau junk.
Setiap pemeringkat menggunakan metodologi masing-masingg untuk memperhitungkan peringkatnya. Secara umum, metode tersebut adalah data kuantitatif berdasarkan data keuangan, kualitatif dilihat dari strategi bisnis untuk perusahaan atau kestabilan politik untuk negara juga kriteria kontekstual seturut dengan perubahan pada industri perusahaan tersebut atau keuangan publik jika yang diperingkat adalah sebuah negara. Hasilnya adalah evaluasi terhadap risiko kredit penerbit surat utang pada periode tertentu. Peringkat ini dievaluasi dalam jangka waktu tertentu.
Pemeringkat Ketika Krisis
Sayangnya, praktik bisnis perusahaan pemeringkat ini tidak selalu mulus. Pemeringkat kena batunya ketika terjadi krisis subprime mortgage terjadi di Amerika Serikat 2008 lalu. Produk-produk canggih yang digunakan untuk membiayai sekuritisasi kredit perumahan tidak dapat dijual tanpa ada peringkat. Siapa yang memberikan? Tentu perusahaan pemeringkat tersebut.
Produk-produk canggih sekuritisasi itu berbentuk mortgage back securities (MBS) dan collateralized debt obligation (CDO). Surat berharga ini diracik berdasarkan KPR yang tidak prima, alias berisiko tinggi. Sebelum produk sekuritisasi ini naik daun, sekuritisasi KPR yang tradisional lebih sederhana, dikeluarkan dan dijamin oleh Fannie Mae dan Freddy Mac, yang didukung sepenuhnya oleh pemerintah. Keamanannya tidak dipertanyakan lagi oleh para investor karena dibuat dengan sangat konservatif.
Banyak investor institusi yang membeli surat berharga itu setelah perusahaan pemeringkat memberikan peringkat bagus, AAA. Nyatanya, banyak barang busuk di dalamnya. Ada sekitar 3 triliun dolar AS kredit yang diberikan kepada debitor bermasalah dan tidak memiliki dokumentasi pendapatan. Pada tahun 2010, peringkat kredit dari surat berharga itu langsung turun dari peringkat AAA menjadi peringkat junk alias sampah.
Nilai surat berharga itu jadi anjlok tajam. Terjadi kerugian triliunan dolar AS. Dampaknya dahsyat, bahkan bank raksasa seperti Lehman Brothers pun akhirnya tumbang. Bank lain seperti Bear Stearn dan Merrill Lynch pun harus dijual. Pemerintah AS harus merogoh anggarannya hingga mencapai 700 miliar dolar AS untuk membeli kredit bermasalah dari institusi keuangannya. Tidak hanya terasa di AS, krisis ini pun melanda dunia. Penyelesaiannya pun panjang, membutuhkan waktu bertahun-tahun. Misalnya, bank sentral AS yang harus menekan suku bunga rendah selama beberapa tahun, sebelum akhirnya baru berani menaikkan suku bunganya tahun lalu.
Banyak pihak yang kemudian meragukan hasil kerja pemeringkat. Bagaimana mungkin pemeringkat dapat ceroboh dalam memberikan peringkat? Apakah ada moral hazard yang terjadi pada industri itu? Apakah pemeringkat masih dapat dipercaya? Bagaimana sebenarnya independensi pemeringkat? Masih banyak pertanyaan seputar hal itu.
Seusai krisis, pemeringkat tidak melenggang bebas. Departemen Kehakiman AS menyelidiki keterlibatan pemeringkat dalam krisis tersebut. Pertengahan Januari 2017, sekitar 9 tahun selewat krisis, Moody’s diganjar hukuman denda sebesar 864 juta dolar AS. Dengan kurs Rp13.300 denda itu setara dengan Rp 11,5 triliun. Uang itu kira-kira sama dengan biaya pembangunan light rail transit (LRT) Palembang.
"Moody’s gagal mematuhi standar kredit pemeringkatan mereka sendiri secara transparan dan dalam jangka panjang mengarah ke resesi besar," kata Kepala Deputi Jaksa Agung Bill Baer seperti dikutip Reuters.
Dalam keterangan tertulis, Departemen Kehakiman mengatakan bahwa perusahaan pemeringkat itu berkotribusi terhadap krisis finansial terbesar setelah Depresi Besar. Dua tahun lalu, S&P pun dijatuhi denda sebesar 1,3 miliar dolar AS atau setara dengan Rp17,3 triliun. Uang itu setara dengan biaya akuisisi PT Paiton Energy Indonesia oleh Nebras Power, sebuah badan usaha milik negara Qatar.
Masalah tersebut mengingatkan pada kasus perusahaan energi raksasa AS Enron, yang bangkrut pada awal 2000-an. Setelah skandal akuntansi Enron merebak, peringkat perusahaan itu masih berada pada layak investasi, hingga empat hari sebelum kebangkrutannya. Di pasar saham, harga saham Enron sudah menurun dalam pada beberapa bulan sebelumnya. Kritik pun mampir pada perusahaan pemeringkat, karena tidak ada analis yang bekerja di Moody’s maupun S&P yang kehilangan pekerjaannya karena lalai dan tidak waspada terhadap kecurangan yang dilakukan oleh Enron.
Perjalanan Panjang
Sejarah perusahaan pemeringkat ini lumayan panjang. Berawal dari organisasi perdagangan yang memfokuskan layanan pada bisnis dan tidak mencatat perkembangan kreditnya. Perusahaan lain memanfaatkan hasil kerja dari perusahaan dagang ini untuk mengevaluasi kemampuan dan risiko kredit perusahaan lainnya.
Cikal bakal dari perusahaan pemeringkat adalah perusahaan dagang yang memeringkat kemampuan para pedagang dalam membayar utangnya. Perusahaan ini didirikan setelah terjadi krisis finansial pada tahun 1837, diawali oleh Lewis Tappan di New York pada ahun 1841, lalu diambil alih oleh Robert Dun. Dun kemudian mengumumkan pemeringkatan kredit pertamanya pada tahun 1859. Perusahaan lain yang didirikan oleh John Bradstreet mempublikasikan peringkatnya pada tahun 1857. Keduanya lalu bergabung pada 1933.
Sementara itu, pemeringkat Moody’s didirikan oleh John Moody pada tahun 1909. Saat itu, Moody memberikan analisis mengenai investasi pada jalan kereta api. Dalam perkembangannya, Moody’s diakuisi oleh Dun & Bradstreet pada 1962. Pada tahun 2000, Moody’s dipisahkan dan terdaftar di bursa New York.
Sementara itu, pemeringkat Standard and Poor’s dimulai dari buku yang diterbitkan oleh Henry Varnum Poor yang bertajuk History of Railroads and Canals in the United States. Buku ini berisi catatan dan analisis yang lengkap tentang keuangan juga operasional dari berbagai perusahaan kereta api di AS. Poor lalu mendirikan H.V and H.W Poor Co. Mereka terus menerbitkan buku tentang perusahaan kereta api yang terbaru dan menjadi acuan.
Pada tahun 1906, Luther Lee Blake mendirikan Standard Statistic Bureau. Berbeda dengan Poor yang membahas tentang perusahaan kereta api, perusahaan buatan Blake ini membahas perusahaan non kereta api. Penerbitannya lebih sering. Pada tahun 1941, Poor’s Publishing dan Standard Statistic bergabung menjadi Standard & Poor’s Corp. Pada tahun 1966, Standard & Poor’s Corp diakuisisi oleh The McGraw-Hill Companies.
Pemeringkat lain, Fitch didirikan oleh John Knowles Fitch pada 24 Desember 1914 di New York, bernama Fitch Publishing Company. Pada Desember 1997, Fitch bergabung degan IBCA Limited. Perkembangan bisnis terus bergulir. Pada tahun 2000 Fitch diambil alih oleh Duff&Phelps Credit Rating Co dan Thomson Financial BankWatch.
Pemeringkat sudah dibutuhkan untuk menunjang industri keuangan sejak awal abad 19. Bisnisnya pun semakin berkembang, juga naik turun. Hubungan antara pemerintah atau korporasi dan investor dengan pemeringkat seperti benci dan rindu.
Pemeringkat dirindukan karena memberikan kemudahan dalam menilai penerbit surat utang, juga dibenci karena dianggap memberikan penilaian yang kurang tepat sehingga menimbulkan kerugian. Industri pemeringkat pun terus berbenah untuk memperbaiki diri dan kembali mendapatkan kepercayaan baik dari investor maupun penerbit surat berharga. Demikian pula dengan para investor yang semakin pandai dalam mengambil keputusan investasinya. Penerbit surat berharga, baik korporasi maupun pemerintahan berusaha menjadi lebih baik agar mendapatkan peringkat baik pula.
====
Baca juga artikel terkait pemeringkatan berikut:
Penulis: Yan Chandra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti