tirto.id - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) kini tengah 'diobok-obok' oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), imbas dugaan kasus pemerasan terhadap tenaga kerja asing atau TKA. KPK mengatakan modus pemerasan telah terjadi sejak tahun 2012.
"Praktik ini (pemerasan TKA) bukan dari tahun 2019. Dari hasil proses pemeriksaan yang kami, KPK, laksanakan, bahwa praktik ini sudah berlangsung sejak tahun 2012," kata Pelaksana Harian Direktur Penyidikan KPK, Budi Sukmo Wibowo, dikutip Antara, Kamis (5/6/2025).
KPK telah menetapkan delapan orang tersangka dari lingkungan Kemnaker. Tidak tanggung-tanggung beberapa nama memegang jabatan setingkat Direktur Jenderal (Dirjen) di Kemenaker.
Ada nama Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PPK) Kemenaker 2020-2023, Suhartono dan Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) Kemenaker 2019-2024 – yang juga Dirjen Binapenta Kemenaker 2024-2025, Haryanto.
Terdapat pula nama, Direktur PPTKA Kemenaker 2017-2019, Wisnu Pramono; Direktur PPTKA Kemenaker 2024-2025, Devi Angraeni; dan Analis TU Direktorat PPTKA Kemenaker 2019-2024 dan Pengantar Kerja Ahli Pertama Direktorat PPTKA 2024-2025, Jamal Shodiqin.
Lalu, Pengantar Kerja Ahli Muda Kemenaker 2018-2025, Alfa Eshan; Koordinator Analisis dan PPATK 2021-2025, Gatot Widiartono; dan Petugas Hotline RPTKA 2019-2024 dan Verifikator Pengesahan RPTKA pada tahun 2024-2025, Putri Citra Wahyoe.
Modus pemerasan melibatkan penerbitan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yang menjadi syarat legalisasi TKA di Indonesia. Pendaftaran yang serba daring tidak membuat proses pendaftaran RPTKA menjadi transparan.
"Dalam proses pengajuan RPTKA akan diterbitkan dua dokumen yaitu Hasil Penilaian Kelayakan (HPK) dan Pengesahan RPTKA. Pengajuan kedua dokumen tersebut dilakukan secara online oleh pemohon, perusahaan atau agen yang terdaftar di Kemenaker dan diberikan kewenangan untuk mengurus RPTKA. Atas permohonan tersebut dilakukan verifikasi secara berjenjang pada Dirjen Binapenta dan PKK," kata Budi Sukmo.
Budi menjabarkan modus yang para tersangka untuk melakukan pemerasan. Para tersangka, hanya memberitahu hasil pengajuan RPTAK kepada para pemohon, yang telah memberikan pembayaran sebelumnya, atau yang telah menjanjikan untuk memberikan uang setelah dokumen diterbitkan. Sementara untuk para pemohon yang tidak memberikan uang, para tersangka akan mengulur atau bahkan menghentikan pemrosesan berkas.
Selain memeras para TKA yang sedang melakukan pengajuan perijinan, para tersangka juga menarik pungutan kepada TKA yang telah tinggal di Indonesia namun belum memiliki ijin kerja. Nominalnya sebesar Rp1 juta per TKA.
Para penyalur kerja kemudian memilih jalur aman. Saat perijinan sulit dikeluarkan dan ancaman denda di depan mata, mereka memilih mendekati para pejabat PPTKA di Kemnaker.
Dari aksi pemerasan, para tersangka menerima sejumlah duit haram dari TKA dengan berbagai nominal. Suhartono Rp460 juta; Haryanto Rp18 miliar; Wisnu Rp580 juta; Devi 2,3 miliar; Gatot Rp6,3 miliar; Putri Rp13,9 miliar; Alfa Rp1,8 miliar; dan Jamal Rp1,1 miliar. KPK menyebut para tersangka telah mengembalikan duit haram tersebut dengan total Rp 5 miliar.
KPK juga memeriksa pejabat dan staf Kemnaker lintas masa kerja. Dua staf khusus mantan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah; Caswiyono Rusydie Cakrawangsa dan Risharyudi Triwibowo turut diperiksa. Satu stafsus mantan Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri; Luqman Hakim, yang sempat menjadi anggota DPR RI periode 2019-2024 juga menjalani pemeriksaan KPK.
"Pengetahuan mereka terkait dengan pemerasan terhadap TKA dan pengetahuan mereka atas aliran dana dari hasil pemerasan," kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, Selasa (10/6/2025).
Terbaru KPK memeriksa mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemnaker, Heri Sudarmanto, yang sempat menjabat sebagai Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (PPTKA). Di hari yang sama, KPK juga memanggil Pengantar Kerja Ahli Utama di Ditjen Binapenta dan PKK Kemenaker 2021-2025, Ruslan Irianto dan Pensiunan Kontraktor CV Sumber Roll A Door, M Andi, dan Karyawan PT Samyang Indonesia, Agus Mulyana. Sejauh ini mereka menjalani pemeriksaan sebagai saksi.
Mantan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah dan Hanif Diakhiri tidak menjawab pesan Tirto, saat kami mencoba menanyakan kasus ini. Sementara Staf Khusus Kemenaker sejak era Cak Imin hingga Ida Fauziyah, Dita Indah Sari, hanya memberi jawaban sigkat, "No comment," saat dihubungi Tirto, Rabu (11/6/2025).
Ketiadaan Transparansi Bikin Pemerasan TKA Langgeng di Kemnaker
Peneliti Transparency International Indonesia (TII), Alvin Nicola, menyebut proses perizinan yang bersifat tertutup dan penuh diskresi dan menggantungkan pada relasi kuasa membuat kasus suap dan pemerasan menjadi budaya di Kemnaker.
"Di banyak kasus, proses perizinan bersifat tertutup, penuh celah diskresi, dan seringkali bergantung pada relasi personal, bukan prosedur formal. Ini menciptakan ruang transaksional yang luas antara pemohon dan aparat," kata Alvin saat dihubungi Tirto, Rabu (11/6/2025).
Ia menekankan bahwa penyelesaian kasus suap ini tidak cukup hanya dengan menangkap pejabat yang terlibat. Menurutnya, perbaikan harus dilakukan hingga ke akar, terutama dalam sistem perizinan tenaga kerja asing. Alvin juga mendesak agar seluruh proses perizinan dibuka untuk publik agar mudah diawasi dan mencegah pemerasan terulang kembali.
"Selama prosedur administratif masih bergantung pada ‘akses’, bukan ‘hak’, maka praktik seperti ini akan terus berulang," katanya.
Anggota Komisi IX DPR RI, Irma Chaniago menyampaikan bahwa pihaknya telah memperingatkan agar Kemnaker berbenah diri terutama kaitannya dengan kasus perizinan TKA sejak lama.
"Sejak dulu saya sudah minta pada Kemnaker agar menindak tegas perusahaan yang menggunakan TKA tidak sesuai ketentuan," kata Irma saat dihubungi Tirto, Rabu (11/6/2025).
Irma mengatakan Komisi IX DPR RI, yang menjadi mitra Kemnaker sempat mengadakan sidak ke sebuah perusahaan di Morowali yang mempekerjakan TKA dengan jumlah banyak. Namun ternyata informasi sidak tersebut bocor dan sejumlah TKA yang ditengarai tidak memiliki dokumen dan kemampuannya dibawah standar tanpa lisensi disembunyikan oleh pihak perusahaan.
Oleh karenanya, dia menduga keterlibatan kasus pemerasan TKA tidak hanya di Kemnaker, namun juga di pemerintah daerah dan instansi kementerian dan lembaga lainnya.
"Saya curiga, ada ‘hengky pengky’ dengan pengawas ketenagakerjaan dan pemda setempat di semua wilayah juga dengan Kemnaker pusat," kata dia, menyoroti peluang adanya persekongkolan jahat.
Sementara Anggota Komisi III DPR RI, Adang Daradjatun, mendesak KPK mengungkap kasus ini dan membenahi sistem perizinan kerja TKA di Indonesia. Menurutnya isu perizinan TKA ini menjadi sensitif, apalagi belakangan banyak masyarakat yang mengalami kesulitan untuk mendapat pekerjaan.
Oleh karenanya dia meminta Kemnaker memberi prioritas kepada masyarakat lokal akses pekerja dibanding TKA yang kemudian tersandung kasus pemerasan dalam perizinan.
“Kita harus memastikan bahwa proses perizinan TKA dilakukan secara transparan dan akuntabel. Penyalahgunaan kewenangan seperti ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga mengkhianati perjuangan para pekerja lokal yang masih sulit mendapatkan pekerjaan,” tegas Adang dalam keterangan pers, Senin (9/6/2025).
Dia juga mengimbau aparat penegak hukum untuk dapat melakukan pengawasan dan penindakan lebih ketat terhadap kaitan upaya pemerasan dan gratifikasi terhadap instansi-instansi lainnya.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Alfons Yoshio Hartanto