tirto.id - Beberapa Nakama—julukan bagi karyawan Tokopedia—dipecat oleh manajemen Tokopedia. Pemecatan ini memunculkan spekulasi soal dugaan keterlibatan karyawan soal kampanye flash sale saat ulang tahun e-commerce tersebutpada 17 Agustus 2018.
Laporan Tech in Asia, mengungkap pemecatan berlangsung pada 24 Agustus “terjadi pada puluhan orang.” Menurut laporan Tech in Asia, banyak konsumen Tokopedia yang tidak bisa membeli barang-barang murah dalam program flash sale akibat ulah beberapa karyawan tersebut "para pengguna tidak bisa membeli barang-barang murah yang dijual selama flash sale dengan cara yang adil," jelas Tech in Asia.
Saat program diskon berlangsung, muncul komplain dari para pelanggan karena sampai saat sampai tahap checkout, barang yang didiskon sudah habis. YLKI menuntut agar Tokopedia mengadakan kembali program serupa Flash Sale. Tentu sebagai bentuk kompensasi kepada masyarakat yang merasa terganggu.
“Saya kira Tokopedia harus menciptakan momen serupa dengan pengawasan yang lebih ketat sehingga tidak ada kecurangan. Karena adanya fraud itu mengganggu kenyamanan konsumen,” ucap Tulus kepada Tirto,
Namun, Head of Corporate Communication Tokopedia Priscilla Anais saat dikonfirmasi ihwal laporan Tech in Asia menyatakan pemecatan beberapa Nakama tak terkait flash sale yang sempat digelar Tokopedia.
“Tidak benar, namun kami memang mengeluarkan beberapa karyawan yang gagal menjaga integritas,” kata Priscilla melalui pesan singkat kepada Tirto pada Senin (27/8/2018).
Dilansir blog resmi Tokopedia, startup unicorn yang memperoleh pendanaan hingga $1,3 miliar ini juga membenarkan telah memecat beberapa karyawannya. Namun, mereka menyatakan bahwa itu dilakukan atas dasar "audit internal yang dilakukan secara rutin,"
Flash Sale atau Tipu-Tipu?
Flash sale, merujuk Berezina K, dalam papernya berjudul “Advantages and Disadvantages of Using Flash Sales in the Lodging Industry” mengungkapkan flash sales adalah salah satu teknik berjualan. Teknik ini menggabungkan harga miring dengan keterbatasan waktu. Achmad Alkatiri, Kepala Kantor Pemasaran e-commerce Lazada, kepada Tirto, mengungkapkan keuntungan flash sales adalah “mendapatkan harga terbaik (lebih murah) dibandingkan harga pasaran.” Secara sederhana, flash sale merupakan salah satu bentuk lain diskon.
Gene Mark, President of The Marks Group, firma analisis pasar dalam tulisannya di Entrepreneur mengatakan diskon tak lebih merupakan trik. Diskon dilakukan bukan sebatas mengobral harga. Namun, dilakukan guna mencari keuntungan, mencari profit. Harga murah tak masalah, asalkan laku dalam kuantitas banyak. Tawaran diskon memang selalu menarik konsumen.
Paul J. Zak, profesor neuroeconomics pada Claremont Graduate University, dalam laporan Huffington Post mengatakan orang-orang yang menerima diskon, terjadi peningkatan level hormon rangsangan yang bernama oxytocin yang mengakibatkan penerima 11 persen lebih bahagia dibandingkan mereka yang tidak menerima diskon. Gabungan antara iming-iming harga murah dan pembuktian sains mengakibatkan flash sale lazim sebagai teknik berjualan.
Apakah harga yang ditampilkan dalam skema diskon atau flash sale sesuai kenyataan?
Forum Indian Consumer Complaints, forum online yang menaungi masalah-masalah penipuan di India, pernah memuat keluhan pelanggan Flipkart, e-commerce asal India. Intinya, ia mempermasalahkan pembelian produk flash sale yang gagal dilakukan di Flipkart, meski ia telah sukses melakukan “check out.”
“Saya telah berhasil membeli barang di flash sale dan masuk ke keranjang belanja online saya. Tapi, ketika memproses pembayaran dan mengklik tombol beli, barang kemudian dinyatakan habis,” tulis pelanggan tersebut.
Kasus seperti yang dikeluhkan pengguna e-commerce terjadi padaprogram “Diwali Sale”
Menurutnya, padahal pihak Flipkart memberikan waktu 15 menit untuk membayar produk flash sale ketika pelanggan sukses memasukkannya ke keranjang belanja online.
Memahami Harga Diskon
Laporan yang dirilis Consumer Checkbook menyatakan diskon-diskon yang ditawarkan penjual tidaklah istimewa, khususnya bagi mereka yang terus-terusan menawarkan diskon. Menurut laporan tersebut, ini tak ubahnya diskon palsu atau iklan yang hanya untuk menarik perhatian konsumen. Dari 19 peritel, termasuk di antara Walmart dan Costco, yang disurvei, 17 di antaranya menawarkan diskon palsu atau hanya pemanis semata.
Abby Ohlheiser, dalam tulisannya di The Atlantic, menyebutkan sesungguhnya tidak ada definisi yang baik membedakan “harga normal” dan “harga diskon.” Contohnya ialah sweater yang dibeli dari pemasok seharga $14,5. Toko menjual produk tersebut dengan harga $50, alias kenaikan 70 persen dari harga pemasok, dan melabelinya “harga normal.” Ada acara diskon yang menjadikan sweater berharga $50 itu jadi $44,99 alias “harga diskon.” Untuk acara-acara khusus, semisal Black Friday atau flash sale, sweater bisa dijual seharga $21,99.
Orang akan menilai bahwa harga terbaik atas sweater adalah $21,99. Namun, menurut Ohlheiser harga terbaik bukanlah $21,99 tapi persepsi tentang harga yang dilihat konsumen. Artinya, apakah flash sale menguntungkan atau tidak, benar-benar menawarkan produk yang ditawarkan atau tidak, hanyalah persepsi konsumen.
Persoalan ini yang sering diwanti-wanti oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Ketua YLKI Tulus Abadi pernah menuding para pelaku usaha biasanya menggunakan modus dengan menaikkan harga terlebih dahulu kemudian baru memberikan diskon abal-abal.
"Rata-rata pemberian diskon dengan menaikkan harga terlebih dahulu. YLKI sering menemukan harga sandang yang
dinaikkan lebih dulu, misalnya 100 persen, baru kemudian diberi diskon 50 persen," kata Tulus.
Editor: Suhendra