Menuju konten utama

Peluang Yusril Jadi Menteri Usai Jadi Pengacara Jokowi-Ma'ruf

Sejak pemerintahan Soeharto, Gus Dur, Megawati, hingga SBY, Yusril Ihza Mahendra selalu menempati posisi penting. Bagaimana peluangnya usai jadi pengacara Jokowi-Ma'ruf?

Peluang Yusril Jadi Menteri Usai Jadi Pengacara Jokowi-Ma'ruf
Bakal Calon Gubenur DKI Jakarta yang juga Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra (kanan) bersama musisi Ahmad Dhani usai menggelar pertemuan dan silahturami politik di Jakarta, Jumat (4/3). Dalam pertemuan tersebut keduanya membicarakan persiapan dalam pencalonan dan berkomitmen akan saling mendukung di Pemilihan Gubennur DKI Jakarta 2017 mendatang. ANTARA FOTO/Teresia May/foc/16.

tirto.id - Nama Yusril Ihza Mahendra nyaris tidak pernah absen di posisi-posisi penting pemerintahan. Pada era Orde Baru, Soeharto mengangkatnya menjadi penulis pidato presiden. Memasuki era reformasi Presiden Abdurrahman Wahin (Gus Dur) menunjuknya menjadi Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia periode 26 Oktober 1999 – 7 Februari 2001. Saat Megawati berkuasa sebagai presiden ia diangkat menjadi Menteri Hukum dan Perundang-undangan Indonesia periode 9 Agustus 2001 – 21 Oktober 2004. Terakhir Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mempercayakan posisi menteri sekretaris negara (mensesneg) periode 21 Oktober 2004 - 9 Mei 2007 kepada Yusril.

Bersila dari rekam jejak itu, mungkinkah Yusril akan kembali menempati posisi penting di kabinet Jokowi-Ma'ruf jika keduanya berhasil memenangi Pemilihan Presiden (pilpres) 2019 mendatang?

Rully Akbar, peneliti politik dari Lingkaran Survei Indonesia Denny JA menilai peluang Yusril mendapat jatah jabatan di kabinet Jokowi-Ma'ruf cukup terbuka. Hal ini salah satunya lantaran Yusril telah menyediakan diri untuk menjadi kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf. Rully percaya kesediaan Yusril tersebut tidak lepas dari motif mengejar jabatan demi menjaga eksestensi dirinya sebagai ketua umum Partai Bulan Bintang (PBB).

"Upaya politik untuk masuk ke bursa menteri Jokowi-Ma'ruf,” kata Rully kepada Tirto.

Meski sudah menjadi kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf Yusril percaya tidak mudah bagi Yusril masuk dalam kabinet. Yusril setidaknya perlu membuktikan ia bisa memberikan dukungan politik riil kepada Jokowi-Ma'ruf dengan cara membawa gerbong PBB.

Menurut Rully pilihan Jokowi-Ma'ruf menujuk Yusril sebagai kuasa hukum bukan semata-mata karena kemampuan akademik dan pengalaman tapi juga lantaran Yusril merupakan salah simbol pembela Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Harapannya, kata Rully, dengan menggandeng Yusril maka Jokowi-Ma'ruf bisa meraih simpati dari para mantan anggota HTI.

"Jadi Yusril memang harus mengupayakan langkah lebih dari simbolik itu," katanya.

Yusril memutuskan menjadi pengacara Jokowi-Ma'ruf Amin di Pilpres 2019 pada Senin 5 November 2018. Dia pun mengaku siap membela hak-hak pasangan capres cawapres nomor urut 01 ini dari berbagai persoalan hukum.

"Jika ada hak-hak Pak Jokowi dan Pak Ma’ruf yang dilanggar, beliau dihujat, dicaci dan difitnah misalnya, tentu saya akan melakukan pembelaan dan menunjukkan fakta-fakta yang sesungguhnya atau sebaliknya," kata Yusril lewat keterangan tertulisnya.

Yusril pun mengaku menjadi pengacara Jokowi-Ma'ruf secara gratis atau probono, seperti yang dilakukannya sebagai pengacara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Prabowo Subianto dalam Pilpres 2014.

"Karena Yusril itu figur yang istilahnya bukan memiliki massa yang kuat seperti Prabowo, Megawati, dan SBY. Jadi langkah menjadi bagian tim pemenangan diperlukan," kata Rully kepada reporter Tirto, Selasa (6/11/2018).

Namun Sekretaris Jenderal PBB Afransyah Ferry Noer mengatakan keputusan Yusril menjadi pengacara Jokowi-Ma'ruf tak berarti partainya mendukung mereka. "Sikap PBB nanti di Rakornas bulan Desember awal. Kami akan kumpul 514 DPC, 34 DPW, dan DPP yang Insya Allah tanggap 7, 8 ,9 (Desember),” kata Afransyah kepada reporter Tirto.

Tak Janjikan Menteri, Tapi Butuh Yusril

Jubir Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Arya Sinulingga menyatakan, Yusril memang punya kapabilitas untuk jadi menteri. Namun sejauh ini belum ada kesepakatan khusus soal itu. "Karena namanya pemilihan menteri kan pasti lah ada hitungan-hitungan banyak hal yang akan dihitung Pak Jokowi dan Kiai Ma'ruf Amin nantinya," kata Arya.

Lagi pula, kata Arya, terlalu dini membicarakan pembagian jabatan menteri. "Masih jauh. Kami juga belum tahu gambaran-gambarannya bagaimana koalisi ke depan," tuturnya.

Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma'ruf, Abdul Kadir Karding. Politikus PKB itu menyatakan, tak ada janji jabatan apapun yang diberikan Jokowi kepada Yusril saat memintanya menjadi pengacara. "Saya kira Pak Jokowi, Pak Erick tidak menjanjikan apa-apa kecuali menyampaikan bahwa, kami berharap Pak Yusril sebagai orang baik bergabung dengan orang baik," kata Karding.

Karding pun tak mau berandai-andai kemungkinan Jokowi bakal memberikan jabatan kepada Yusril di kemudian hari jika menang. Sebab menurutnya, keputusan itu menjadi hak prerogratif Jokowi sebagai presiden. "Saya kira itulah titik koneksi antara pasangan Pak Jokowi dengan Pak Yusril. Judulnya orang baik harus bersama orang baik membangun Indonesia yang lebih baik," tuturnya.

Namun Karding mengakui sosok Yusril teramat diperlukan untuk Jokowi-Ma'ruf Amin di Pilpres 2019 ini. Dia menyebut mantan wakil ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) ini sebagai pengacara hebat.

"Itu adalah salah satu pertimbangan beliau [Yusril] jadi tim pengacara," tegasnya

Karding pun tak khawatir keberadaan Yusril akan membuat suara NU lari. Sebab menurutnya, hubungan Yusril dengan Jokowi-Ma'ruf bersifat profesional antara pengacara dengan klien, sebagaimana hubungan dengan HTI. Apalagi NU dan HTI juga punya sikap politik yang berbeda. "Kalau dilihat isu, gerakan, ideologi HTI saya tidak yakin mereka akan mendukung Pak Jokowi," ujarnya.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Dieqy Hasbi Widhana