tirto.id - Calon presiden (capres) nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi) berhasil menggaet Yusril Ihza Mahendra sebagai pengacara Jokowi-Ma’ruf Amin dalam Pilpres 2019. Pendiri Ihza & Ihza Law Firm itu sebelumnya dirayu Erick Thohir yang merupakan ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf.
“Jika ada hak-hak Pak Jokowi dan Pak Ma’ruf yang dilanggar, beliau dihujat, dicaci dan difitnah misalnya, tentu saya akan melakukan pembelaan dan menunjukkan fakta-fakta yang sesungguhnya atau sebaliknya, agar segala sesuatunya dapat diletakkan pada proporsi yang sebenarnya,” terang Yusril melalui keterangan tertulisnya kepada Tirto, Senin (5/11/2018).
Yusril mengatakan sebagai pengacara Jokowi-Ma'ruf ia tak masuk tim pemenangan. Menurut Yusril, ia hanya bergerak secara professional di luar struktural. Tapi Yusril bukan sekadar pengacara. Ia juga ketua umum Partai Bulan Bintang yang berasas Islam dan dikenal cukup kritis dengan kebijakan-kebijakan pemerintahan Jokowi. Pada 2016 lalu misalnya Yusril pernah mengkritik presiden dengan sebutan goblok. Selain itu juga mengkritik keras lahirnya Undang-Undang Ormas dan pembubaran HTI. Mengapa kemudian Yusril mau membela orang yang selama ini menjadi seterunya?
Sekretaris Jenderal Partai Bulan Bintang (PBB) Afriansyah Ferry Noer menuturkan, tawaran dari tim Jokowi-Ma’ruf itu sudah lama. Afriansyah menegaskan Yusril sudah berbincang dengannya terkait hal itu pada pekan lalu.
“Pak Yusril selalu cerita apapun kepada saya,” kata Afriansyah saat dihubungi reporter Tirto.
Menurut Afriansyah yang meminta Yusril menjadi pengacara adalah Jokowi langsung. Hanya saja alur komunikasinya melalui Erick Thohir.
PBB Mengadu ke Rizieq Shihab
Afriansyah Ferry Noer berujar, salah satu alasan mengapa Yusril akhrinya mau menjadi pengacara Jokowi adalah lantaran sikap Prabowo Subianto yang dirasa tak menganggap penting posisi PBB.
“Ini kami tidak pernah diajak ngomong, dianggap remeh bos sama Prabowo,” ungkap Afriansyah.
PBB sudah mencoba berulangkali membangun komunikasi dengan Prabowo, namun dicuekin. Bahkan informasi hal itu, sudah terdengar ke telinga tokoh Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab.
Afriansyah dan Ketua Majelis Syuro PBB MS Kaban sempat diutus Yusril ke Saudi Arabia untuk bertemu dengan Rizieq, pada September 2018 lalu. Selain kasus Rizieq, mereka juga menyampaikan cerita terkait renggangnya hubungan PBB dengan Prabowo.
“Kami ke Habib Rizieq minta pendapat, diskusi. Saya cerita juga ke Habib Rizieq, Prabowo itu sampai sekarang belum mau ketemu PBB,” jelas mantan koordinator utama relawan Dukung Yusril Untuk Jakarta (Duta Yusril) itu.
“Ya Habib juga paham dan Habib cerita, Prabowo bukan pasangan yang terbaik, tetapi daripada Jokowi lebih baik Prabowo, itu bahasanya Habib. Dan dia menghargai betul keputusan PBB dan ketua umum yang belum buru-buru menentukan sikap,” imbuhnya.
Meski begitu, mantan ketua Brigade Hizbullah atau paramiliter PBB tersebut menegaskan, sejauh ini PBB tetap belum memutuskan untuk mendukung Jokowi-Ma’ruf atau Prabowo-Sandiaga Uno dalam Pilpres 2019. Terkait hal itu masih akan ditentukan dalam Rakornas PBB pada awal Desember tahun ini.
Hanya saja secara personal, menurut Afriansyah, hanya MS Kaban yang sudah merapat ke kubu Prabowo-Sandiaga. “Prabowo tidak ada komitmen apa-apa dengan kami [PBB],” tegasnya.
Sekitar dua bulan yang lalu, Yusril sempat menegaskan alasan mengapa PBB belum menentukan dukungan ke Prabowo-Sandiaga dalam Pilpres 2019. Sebab yang diuntungkan dalam Pileg 2019 menurutnya hanya Partai Gerindra.
"Kami enggak mau sembarangan dukung Pak Prabowo, yang pasti akan diuntungkan Gerindra karena masyarakat berpikir ini calon dari Partai Gerindra," kata Yusril di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Senin (24/9).
Perbaiki Kebuntuan Komunikasi
Ketua DPP Partai Gerindra Mohammad Nizar Zahro tak membantah soal putusnya komunikasi antara PBB dengan Prabowo. Dia berharap tekait hal itu bisa dituntaskan dengan cara yang elegan.
“Barangkali kebuntuan komunikasi itu bisa diperbaiki ke depannya. Harapan kami PBB bisa bergabung dengan partai koalisi kami,” kata Nizar saat dihubungi reporter Tirto.
Anggota badan anggaran DPR RI tersebut, tetap meminta PBB membuka komunikasi dengan Prabowo maupun Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani. Salah satunya misalnya jika ada keberatan PBB terkait mengapa Prabowo dan Sandiaga Uno yang dipilih menjadi capres dan cawapres dalam Pilpres 2019.
“Kalau bentuk kekecewaan misalnya cawapresnya tidak diambil, kan ada hitung-hitungan yang harus kami perhatikan betul UU 16 tentang pemilu yaitu batasan presidensial treshold yang 20 persen itu,” ujarnya.
Namun jika nantinya PBB melabuhkan dukungannya pada Prabowo-Sandi, menurut Nizar, harus ada kejelasan terkait status Yusril.
“Mesti ada pemisahan Pak Yusril sebagai ketua umum parpol dan Pak Yusril sebagai pengacara. Saya pikir harus dari awal harus ada kejelasan-kejelasan, jadi rasa curiga-curiga dan lain sebagainya bisa dikesampingkan,” jelasnya.
Sedangkan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono, yakin betul jika PBB akan bergabung dalam koalisi mendukung Prabowo-Sandiaga dalam Pilpres 2019. Justru dia khawatir Yusril kehilangan pendukungnya di PBB jika merapat secara resmi ke Jokowi-Ma'ruf. “Kalau PBB sih sebagian besar dukung kami,” kata Ferry saat dihubungi reporter Tirto.
Penulis: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Dieqy Hasbi Widhana