Menuju konten utama

Pelaku Korupsi Bisa Tak Dipenjara, Mabes Polri: Itu Ide Kabareskrim

Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Setyo Wasisto, mengaku usulan MoU soal pelaku terindikasi korupsi bisa tidak dihukum penjara atas saran pribadi dari Kepala Bareskrim, Komjen Ari Dono Sukmanto.

Pelaku Korupsi Bisa Tak Dipenjara, Mabes Polri: Itu Ide Kabareskrim
Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Setyo Wasisto. ANTARA FOTO/Wahyu Putrp A.

tirto.id - Dalam Perjanjian Kerjasama antara Kementerian Dalam Negeri, Kejaksaan Agung, dan Polri, pelaku korupsi dimungkinkan untuk tidak dihukum penjara. Menurut Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Setyo Wasisto, pandangan tersebut merupakan saran pribadi dari Kepala Bareskrim, Komjen Ari Dono Sukmanto.

Hal ini dikatakan Setyo di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta. Dalam penandatanganan perjanjian kerjasama atau memorandum of understanding, Polri diwakili oleh Ari Dono. Setelah penandatanganan, Ari sempat menyebut apabila pelaku terindikasi korupsi mengembalikan uangnya ke negara, maka kasus tidak dilanjutkan ke tahap penyidikan.

“Belum ada aturannya. Makanya ini ‘kan ide dari beliau [Ari],” tegas Setyo pada Jumat (2/3/2018).

Setyo mengaku, Ari sebenarnya menginginkan adanya sanksi sosial bagi koruptor yang sudah mengembalikan uangnya pada negara. Hal ini didasari biaya penyidikan yang kemungkinan tidak sedikit, mencapai Rp 280 juta. Apabila angka korupsi hanya mencapai Rp 100 juta, maka negara malah rugi Rp 180 juta. “Padahal uang negara yang Rp 100 juta sudah dikembalikan,” katanya.

“Ini memang perlu dikaji lebih dalam. Logikanya adalah ketika seseorang melakukan korupsi kemudian dalam penyelidikan ternyata sudah dikembalikan, ‘kan yang berhak menentukan kerugian negara adalah BPK,” ujarnya lagi.

Atas dasar itu, apabila Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah menentukan tidak ada kerugian negara, Setyo merasa saran dari Ari masuk akal. Karena apabila penyelidikan diteruskan, tentu negara malah rugi karena harus ada biaya penyidikan dan biaya penuntutan yang mahal.

Namun, aturan itu memang belum ada. Menurut Setyo, aturan itu sedang dikaji lebih lanjut. Mantan Wakil Kepala Badan Intelkam ini setuju bahwa koruptor yang menyebabkan kerugian negara besar harus diproses pidana, tetapi apabila jumlahnya tergolong kecil, perlu dikaji kemungkinan penegakan hukum yang lain.

“Logikanya betul. Kalau sekarang sudah dikembalikan ke negara [uangnya], terus dia diproses lanjut, negara rugi mengeluarkan biaya penyidikan. Lebih baik mereka [koruptor] diturunkan pangkat, apa disanksi. Kalau di luar negeri ‘kan ada kerja sosial,” ujarnya lagi.

Di lain pihak, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan memberikan tanggapan terkait poin dalam MoU itu bahwa pejabat pemerintah daerah yang terindikasi korupsi bisa dihentikan perkaranya, asalkan mengembalikan uang hasil korupsinya.

Menurut Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, proses penindakan yang dilakukan MoU itu lebih menekankan pendekatan administratif dibanding pendekatan pidana dalam menindak kasus korupsi.

"Tapi kalau sudah ditangani KPK apakah mungkin [pengembalian hasil korupsi menghilangkan pidana]? Ya enggak mungkin lagi dong. Boleh dikembalikan uangnya, tapi bukan menghilangkan tindak pidana. Begitu loh. Saya yakin mereka pengertiannya seperti itu," kata Basaria.

Basaria menyatakan, KPK juga tidak perlu ikut tanda tangan dalam MoU tersebut. Pasalnya, lembaga antirasuah sudah mempunyai kerja sama dengan kepolisian dan kejaksaan.

"Kemudian tim korsup kita juga sudah melakukan langkah-langkah tindakan yang cukup jelas dengan mendatangi seluruh provinsi. Itu sudah kita lakukan. Jadi sebenarnya kita melaksanakan itu sudah langsung," kata Basaria.

Baca juga artikel terkait KORUPTOR atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Maya Saputri