Menuju konten utama

Basaria Yakin MoU Kemendagri, Kejaksaan dan Polri Tak Hambat KPK

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyatakan, MoU itu tidak akan menghambat KPK dalam memberantas korupsi.

Basaria Yakin MoU Kemendagri, Kejaksaan dan Polri Tak Hambat KPK
Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan. tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan menanggapi penandatanganan kerja sama atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Kemendagri, Polri dan Kejaksaan Agung terkait penanganan laporan masyarakat atas dugaan korupsi di pemerintah daerah.

MoU yang diteken Kemendagri, Bareskrim dan Kejaksaan Agung pada Rabu kemarin berisi tentang kerja sama dan koordinasi Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) dengan penegak hukum dalam menangani laporan tindak pidana korupsi terhadap pemerintahan daerah.

Basaria menyatakan, meski KPK tidak terlibat dalam merumuskan dan bekerja sama dalam pembuatan MoU itu, namun ia meyakini tidak akan menghambat KPK dalam memberantas korupsi.

"Enggak lah. Saya pikir informasinya salah [MoU sebagai upaya menghalangi penindakan korupsi]. Enggak mungkin," kata Basaria di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (1/3/2018).

Meski belum membaca isi MoU, Jenderal bintang dua itu tetap yakin kerja sama yang dilakukan ketiga instansi akan membantu dalam memberantas korupsi.

Salah satu dalam MoU itu menyebutkan, pejabat pemerintah daerah yang diduga melakukan tindak korupsi bisa dihentikan perkaranya, asalkan yang bersangkutan mengembalikan uang hasil korupsinya.

Menurut Basaria, proses penindakan yang dilakukan MoU itu lebih menekankan pendekatan administratif dibanding pendekatan pidana dalam menindak kasus korupsi.

"Tapi kalau sudah ditangani KPK apakah mungkin [pengembalian hasil korupsi menghilangkan pidana]? Ya enggak mungkin lagi dong. Boleh dikembalikan uangnya, tapi bukan menghilangkan tindak pidana. Begitu loh. Saya yakin mereka pengertiannya seperti itu," kata Basaria.

Basaria menyatakan, KPK juga tidak perlu ikut tanda tangan dalam MoU tersebut. Pasalnya, lembaga antirasuah sudah mempunyai kerja sama dengan kepolisian dan kejaksaan.

"Kemudian tim korsup kita juga sudah melakukan langkah-langkah tindakan yang cukup jelas dengan mendatangi seluruh provinsi. Itu sudah kita lakukan. Jadi sebenarnya kita melaksanakan itu sudah langsung," kata Basaria.

ICW Nilai MoU Sebagai Langkah Mundur Pemberantasan Korupsi

Di sisi lain, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai kerja sama antara Kemendagri, Polri, dan Kejagung tentang penanganan laporan korupsi di pemerintah daerah sebagai langkah mundur dalam pemberantasan korupsi. Aturan itu memungkinkan para koruptor menggunakan dalil kesalahan administrasi untuk menghindari jerat hukum.

"Oknum yang diketahui melakukan korupsi, mereka akan berlindung dengan dalih kesalahan administrasi," kata Donal kepada Tirto, Kamis (1/3/2018).

Kekhawatiran Donal mengacu pasal 7 yang di dalam perjanjian kerja sama. Beleid itu menyatakan Inspektorat Jenderal, Polri, dan Kejagung berwenang menentukan apakah aduan tentang indikasi korupsi masuk ranah kesalahan administrasi atau pidana.

Apabila aduan digolongkan kesalahan administrasi maka pengusutannya menjadi wewenang Inspektorat Jendral Kriteria menentukan suatu aduan masuk ranah kesalahan administrasi dan bukan korupsi terinci dalam Pasal 7 ayat (5):

A) Tidak terdapat kerugian keuangan negara/daerah.

B) Kerugian negara/daerah telah diproses melalui tuntuntan ganti rugi paling lambat 60 hari sejak laporan hasil pemeriksaan diterima pejabat atau telah ditindaklanjuti dan dinyatakan selesai oleh APIP atau BPK.

C) Merupakan bagian diskresi, sepanjang terpenuhi tujuan dan syarat-syarat digunakannya diskresi.

D) Merupakan penyelenggaraan administrasi pemerintahan sepanjang sesuai dengan asas umum pemerintahan umum yang baik.

Satu-satunya pasal yang memungkinkan aduan korupsi masuk ranah pidana hanya apabila pejabat terkena operasi tangkap tangan sebagaimana terdapat dalam Pasal 7 ayat (6).

Menurut Donal rentetan aturan itu—khususnya pasal 7 ayat (5) poin b—harus dibatalkan lantaran bertentangan dengan Pasal 4 Undang-Undang No.28/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi: pengembalian kerugian keuangan atau perekonomian negara tidak menghapuskan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.

“MoU tersebut bertentangan dengan UU Tipikor. Itu sebenarnya wacana lama. Nota kesepahaman harus dibatalkan,” ujar Donal.Donal mengatakan penentuan aduan praktik korupsi sebagai kesalahan administrasi membuat koruptor bebas dari penanganan KPK. “Padahal mayoritas korupsi terjadi bukan karena kesalahan administrasi, tapi justru kesengajaan,” ujar Donal.

Baca juga artikel terkait KORUPSI atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Alexander Haryanto