tirto.id - Jaksa Agung M Prasetyo memberikan penjelasan tentang kerja sama antara Kemendagri, Bareskrim Polri dan kejaksaan dalam penananganan aduan tentang korupsi di pemerintahan daerah. Dia mengklaim kerja sama itu tidak menghambat pemberantasan korupsi di pemda.
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meneken Memorandum of Understanding (MoU) dengan Bareskrim dan Kejaksaan Agung itu, pada Rabu kemarin. MoU itu tentang kerja sama dan koordinasi Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) dengan penegak hukum dalam menangani laporan mengenai tindak pidana korupsi pada penyelenggaraan pemerintahan daerah.
MoU itu mengatur, jika suatu aduan tentang korupsi pejabat daerah ternyata termasuk kesalahan administrasi, pengusutan kasus menjadi wewenang Inspektorat alias tidak masuk ke ranah pidana. Persoalannya, salah satu dari 4 kriteria kesalahan administrasi adalah, jika pejabat daerah terduga korupsi sudah mengembalikan uang negara.
Prasetyo membenarkan pasal 7 MoU tersebut menyatakan pihak Kemendagri memang berwenang menentukan bahwa sebuah laporan kasus korupsi di lingkungan Pemda merupakan kesalahan administrasi atau bisa masuk ranah pidana.
"Sejak ditemukan ada penyimpangan administrasi itu, diberikan waktu 60 hari untuk memperbaiki," kata Prasetyo di Kantor Kejaksaan Agung, pada Kamis (1/2/2018).
Meskipun demikian, menurut Prasetyo, kejaksaan maupun Polri tetap akan menelusuri indikasi korupsi dalam laporan itu.
"Kalau aparat hukum menemukan penyimpangan yang cenderung korupsi dan sudah menimbulkan kerugian negara, kita lakukan penindakan hukum represif," ujar Prasetyo.
Dia menambahkan mekanisme penanganan laporan korupsi di pemerintah daerah seperti yang tercantum dalam MoU tersebut membuat masing-masing lembaga bekerja sesuai kewenangannya.
"[Kesalahan] Administrasi itu [ada] hukuman, tidak akan dibiarkan, akan ditindak sesuai porsinya masing-masing. Kalau [kesalahan] administrasi ya [hukuman] administrasi. Kalau [pelanggaran] pidana ya [hukuman] pidana, masuk ke balik jeruji besi [penjara]," kata dia. .
Dalam keterangan tertulis Kemendagri yang diterima oleh Tirto pada Rabu kemarin, Mendagri Tjahjo Kumolo juga mengklaim kerja sama itu tidak dibuat untuk melindungi kejahatan korupsi di Pemda.
"Pendekatannya adalah mengedepankan hukum administrasi sehingga penanganan pidana merupakan ultimum remedium atau upaya akhir dalam penanganan suatu permasalahan," ujar Tjahjo.
Menurut Tjahjo, MoU itu dibuat karena banyak pejabat pemda yang gamang terjerat kasus korupsi sehingga berdampak pada terhambatnya pembangunan di daerah.
"Prinsipnya semua laporan [korupsi] mesti ditindaklanjuti APIP [kalau kesalahan administrasi] atau penegak hukum [kalau pidana]," kata dia.
Berdasar pasal 7 ayat 5 dalam MoU tersebut, ada empat kriteria untuk menentukan suatu kasus korupsi yang dilaporkan ke kepolisian maupun kejaksaan termasuk kesalahan administrasi sehingga tidak perlu dipidana. Kriteria-kriteria kesalahan administrasi itu adalah jika aduan kasus korupsi memuat unsur:
1. Tidak terdapat kerugian keuangan negara/daerah dalam tindakan yang diadukan
2. Terdapat kerugian keuangan negara/daerah dan telah diproses melalui tuntutan ganti rugi atau tuntutan perbendaharaan paling lambat 60 hari sejak laporan hasil pemeriksaan APIP atau BPK diterima oleh pejabat atau telah ditindaklanjuti dan dinyatakan selesai oleh APIP atau BPK
3. Merupakan bagian dari kebijakan diskresi, sepanjang terpenuhi tujuan dan syarat-syarat pelaksanaan kebijakan diskresi
4. Perbuatan yang diadukan merupakan penyelenggaraan administrasi pemerintahan sesuai asas umum pemerintahan yang baik.
Sementara pasal 7 ayat 6 dalam MoU itu menyatakan, koordinasi antara Kemendagri dan penegak hukum tidak diperlukan dalam hal tertangkap tangan. Artinya pelaku korupsi di pemerintahan daerah bisa langsung diproses pidana jika tertangkap tangan.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom