tirto.id - Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani mengatakan terdapat sejumlah kejanggalan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan masa jabatan pimpinan KPK menjadi 5 tahun.
"Selain durasi pemeriksaan dan putusan yang sangat singkat, MK bahkan dengan tegas menjelaskan bahwa KPK harus berada di bawah periode pengawasan Presiden oleh karenanya Pimpinan KPK harus diperpanjang menjadi 5 tahun dengan makna sebagai norma hukum yang baru, yang tidak ada di konstitusi dan bukan mandat UU KPK," kata Julius dalam keterangan tertulisnya dikutip Senin (29/5/2023).
Julius menyebut kejanggalan tersebut kemudian ditafsirkan secara brutal oleh Juru Bicara MK, Fajar Laksono, bahwa mengikat dan berlaku surut/mundur bagi kepemimpinan KPK saat ini.
"Yang artinya, bahkan MK merasuk hingga ke level persoalan teknis yakni agar bisa merevisi Keppres 129/P Tahun 2019 tentang Pengangkatan Pimpinan KPK. Ini jelas bertentangan dengan berbagai konstitusi dan UU MK sendiri," ujarnya.
Hal ini, kata Julius, menegaskan bahwa MK adalah pegawai pemerintahan, dan KPK dijadikan alat politik untuk 2024 mendatang.
Julius menyarankan kepada Jokowi untuk melanjutkan proses seleksi pimpinan KPK, yang berarti tidak memperpanjang masa jabatan Firli dkk.
"Presiden Jokowi sebaiknya melanjutkan proses seleksi Pimpinan KPK dengan tetap berpegang teguh pada Keppres 129/P Tahun 2009 yang dibentuknya sendiri, membentuk Panitia Seleksi untuk memilih Calon Pimpinan KPK di Desember 2023 nanti," kata Julius.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Bayu Septianto