tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah melimpahkan berkas pemeriksaan dua tersangka penerima suap, mantan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar dan orang kepercayaannya, Kamaluddin, ke kejaksaan. Tak lama lagi, persidangan kedua tersangka kasus suap ini akan segera digelar.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah berharap kasus ini akan secepatnya disidangkan dan tidak ada pengembalian berkas perkara dari kejaksaan.
“Untuk dua orang tersangka dalam kasus indikasi suap terhadap Hakim MK terkait perkara judicial review hari ini direncanakan dilakukan pelimpahan tahap dua. Penyidik akan menyerahkan tersangka dan berkas ke penuntutan,” ujar Febri di Gedung KPK pada Selasa (23/5/2017).
Febri menambahkan, proses persidangan kasus Patrialis harus menunggu dulu tahap penyusunan dakwaan. ''Disusun dulu dakwaannya dan didaftarkan ke pengadilan untuk menunggu jadwal sidang,'' kata Febri.
Sementara Patrialis mengaku akan kooperatif dalam menjalani persidangan. "Insyaallah akan kooperatif dan bisa menjelaskan semua yang saya ketahui saja," ujar Patrialis di KPK.
Meskipun demikian, Patrialis tetap membantah tuduhan bahwa dia menerima suap dari pengusaha Basuki Hariman, Direktur Utama CV Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama.
"Pak basuki itu sampai hari ini belum ada putusan hakim yang menyatakan dia menyuap saya. Saya juga belum ada putusan hakim yang mengatakan terima suap. Jadi jangan berasumsi seperti itu," kata Patrialis.
Patrialis dan Kamaludin menjadi tersangka kasus suap terkait uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Patrialis diduga menerima hadiah dalam bentuk mata uang asing sebesar 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,1 miliar) dari Basuki Hariman agar permohonan uji materil Perkara No 129/PUU-XIII/2015 tentang UU Nomor 41 Tahun 2014 Peternakan Dan Kesehatan Hewan dikabulkan MK.
Perkara No. 129/PUU-XIII/2015 itu sendiri diajukan oleh enam pemohon, yaitu Teguh Boediayana, Mangku Sitepu, Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Gun Gun Muhammad Lutfhi Nugraha, Asnawi, dan Rachmat Pambudi yang merasa dirugikan akibat pemberlakuan zona base di Indonesia.
Pemberlakuan zona itu dikhawatirkan oleh para penggugat UU itu akan memicu bebasnya importasi daging segar dengan kualitas kesehatan tak terjamin, seperti sapi dari India, dan mendesak usaha peternakan sapi lokal.
Mereka lebih mendukung pemberlakuan ketentuan "country based" yang hanya membuka impor dari negara-negara yang sudah terbebas dari penyakit mulut dan kuku (PMK), seperti Australia dan Selandia Baru. Sementara perusahaan Hariman selama ini menjadi importir sapi asal Australia.
Patrialis dan Kamaludin disangkakan pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No 31/1999 sebagaimana diubah UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama seumur hidup atau 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Sementara tersangka pemberi suap adalah Basuki dan sekretarisnya, Ng Fenny, disangkakan melanggar pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.
Penulis: Dimeitry Marilyn
Editor: Addi M Idhom